Banjir di Kalimantan Selatan Januari 2021 hampir menenggelamkan satu provinsi |
Untuk bisa memberi manfaat serta menjaga keseimbangan lingkungan maka hutan harus dikelola atau sesuai peruntukannya. Alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan sawit, perumahan dan sebagainya akan membuat ketidakseimbangan lingkungan tersebut akibatnya bencana alam akan terjadi. Kajian mendalam dan komprehensif tentu sudah dilakukan untuk penentuan peruntukan lahan tersebut sehingga kelestariannya terjaga dan memberi manfaat bagi kehidupan manusia. Ketika manfaat bagi kehidupan manusia khususnya ekonomi menjadi prioritas dan dominan maka otomatis keseimbangan lingkungan terganggu dan bencana alam siap mengintai setiap saat. Undang-undang dan peraturan yang seharusnya untuk menjaga keseimbangan tersebut, dipaksakan dan diubah untuk maksud tersebut. Sebagai contoh peraturan luas minimal kawasan hutan lindung suatu daerah menjadi tidak dibutuhkan lagi atau menyesuaikan dengan kondisi sehingga sangat rentan dengan penyelewengan. Dan ketika keserakahan manusia semakin tidak terkendali karena begitu materialistisnya maka semakin rusak alam dan lingkungan tersebut sehingga konsekuensinya bencana alam terjadi dimana-mana seperti kekeringan dan kebakaran hutan di musim kemarau, banjir dan tanah longsor di musim penghujan dan sebagainya.
Di lain sisi kawasan hutan tanaman industri (HTI) yang memang diperuntukkan untuk aspek ekonomi juga harus dimanfaatkan secara optimal, demikian juga sejumlah lahan tidur dan sebagainya. Kebun energi adalah salah satu opsi terbaik, lebih detail bisa dibaca disini. Sebagai sumber bahan bakar atau sumber energi dari biomasa maka kayu produksi kebun energi bisa diolah menjadi wood chip, wood pellet maupun wood briquette. Pilihan produk yang akan diproduksi tergantung pada sejumlah hal seperti jarak kebun energi dengan industri pengguna, kapasitas produksi, kebutuhan industri/pasar dan nilai investasi. Semakin dekat industri pengguna atau pasar dengan kebun energi maka bisa saja produk energi biomasa juga semakin sederhana seperti wood chip. Pemadatan biomasa (biomass densification) seperti pellet dan briquette dibutuhkan jika lokasi kebun energi dan pengguna cukup jauh sehingga biaya transportasi tinggi. Dengan pemadatan menjadi pellet atau briquette maka biaya transportasi bisa dihemat, demikian juga penyimpanan lebih efisien, handling dan penggunaan lebih mudah.
Cangkang sawit atau PKS (palm kernel shell) adalah bahan bakar biomasa yang juga melimpah di Indonesia, lebih detail tentang PKS bisa dibaca disini. Cangkang sawit ini juga menjadi kompetitor bagi bahan bakar biomasa dari kebun energi tersebut. Jika sebelumnya cangkang sawit banyak di eksport untuk ke Jepang dan Korea, tetapi dengan diberlakukannya pajak export dan pungutan yang tinggi membuat harganya kurang kompetitif, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Hal tersebut juga semakin mendorong penggunaan cangkang sawit untuk industri di dalam negeri. Apalagi mulai tahun 2022 cangkang sawit yang masuk ke Jepang juga harus bersertifikat RSPO atau hal tersebut analogi dengan wood pellet dengan FSC-nya.
Idealnya sebaiknya cangkang sawit digunakan untuk industri di dalam negeri karena selain harganya bisa murah, volumenya juga besar. Industri di dalam negeri bisa lebih kompetitif jika bahan bakarnya murah. Sedangkan wood pellet dari kebun energi untuk orientasi export. Selain nilai tambah lebih besar dari aktivitas produksi wood pellet itu sendiri, penyerapan tenaga kerja juga lebih banyak. Tetapi memang dalam masa-masa tertentu pasokan cangkang sawit bisa terganggu seperti penurunan produksi CPO atau buah sawit pada masa trek (low crop), lokasi pabrik sawit terpencil di pedalaman sehingga kesulitan dalam transportasi/logistik dan cuaca di laut. Dengan kondisi sebagian besar industri berada di Jawa dan masih tersedia ribuan hektar di Jawa untuk pembuatan kebun energi, sehingga dalam kondisi-kondisi tertentu kebun energi dan pengolahan produk kayunya cukup prospektif di Jawa. Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar