Selasa, 10 Maret 2015

10 Keuntungan Dengan Membuat Kebun Energi Untuk Produksi Wood Pellet



Keterjaminan pasokan bahan baku adalah salah satu faktor kunci dari keberhasilan usaha wood pellet. Ada 2 cara untuk mendapatkan bahan baku yang umum dilakukan saat ini :
a. Membeli dari pemilik atau sumber bahan baku.
b. Mengusahakan sendiri ketersediaan bahan sendiri.
Sedangkan cara ke-3 dan ini masih belum banyak dilakukan pengusaha wood pellet adalah dengan cara campuran atau mix, yakni sebagian mengusahakan sendiri ketersediaan bahan bakunya dan sebagian sisanya membeli dari pemilik atau sumber bahan baku.


Sedangkan ditinjau dari jenis biomasa bahan bakunya ada 2 macam, yakni
a. Biomasa kayu
b. Biomasa yang non-kayu seperti limbah-limbah pertanian (tandan kosong sawit, tongkol jagung, sekam padi dan sebagianya). Saat ini biomasa kayu masih menjadi prioritas untuk dipelletkan menjadi produk wood pellet karena sejumlah keunggulan dibanding biomasa non-kayu yang umumnya merupakan limbah-limbah pertanian, yang dimasukkan dalam kategori biomass pellet atau agri-waste pellet.  Perbandingan antara wood pellet dan biomass pellet / agri-waste pellet bisa dibaca disini.

Sedangkan biomasa kayu apabila ditinjau lebih khusus untuk produksi wood pellet maka sumber bahan baku dibedakan menjadi 2 macam :
a.  Limbah-limbah industri pengolahan kayu.
b. Kayu dari produk kebun energi.
Sedangkan ditinjau dari kekeringan bahan baku, maka ada bahan baku kering dan baha baku basah. Tingkat kekeringan bahan baku juga harus diatur sehingga bisa menghasilkan wood pellet berkualitas.



Kebun energi sebagai sumber bahan baku yang diusahakan sendiri memiliki banyak keunggulan, antara lain :

1. Kebun energi bisa dibuat sendiri sehingga kontrol bahan baku internal usaha wood pellet lebih mudah, seperti fluktuasi pasokan, perubahan harga pasar, tidak tergantung sumber-sumber kayu limbah dan sebagainya.

2. Produk samping dari kebun energi berupa hijauan bisa dimanfaatkan untuk peternakan seperti sapi atau kambing, dan peternakan lebam madu yang memanfaatkan bunga dari tanaman kebun energi.

3. Lokasi pabrik wood pellet bisa sangat dekat atau bahkan berada ditengah-tengah kebun energi (raw material oriented), sehingga biaya/harga bahan baku murah.

4. Kebun energi juga menyerap CO2 dari atmosfer (Carbon negative), aplikasi wood pellet merupakan Carbon neutral sehingga bisa masuk dalam perdagangan karbon, kegiatan mitigasi perubahan iklim melalui aforestasi (penanaman/penambahan stok karbon), dan pembangunan unit SFM (Sustainable Forest Management).


Photo-Photo Pembibitan Tanaman Kaliandra Untuk Pembuatan Kebun Energi Seluas 1200 ha


5. Pola penyediaan bahan baku mix (campur) dengan sebagian kebun energi milik perusahaan (inti) dan sebagian yang lain milik masyarakat (plasma) bisa dilakukan. Pola ini akan mengikutsertakan peran masyarakat dan mengembangkannya.

6. Penghasilan tambahan dengan memanfaatkan sela tanaman kebun energi dengan tanaman lain (model agroforestry) sehingga budidaya bersifat polikultur yang lebih tahan penyakit.

7. Lahan tidur atau bahkan lahan marginal yang jumlahnya jutaan hektar bisa dimanfaatkan secara efektif.

8. Menyuburkan dan memperbaiki kondisi tanah termasuk pencegahan erosi. Akar tanaman kaliandra yang berbentuk bintil-bintil mampu mengikat nitrogen sehingga menyuburkan tanah.

9. Tanaman cepat panen dan tumbuh (trubus) lagi, tanpa perlu penanaman ulang. Tanaman kebun energi seperti kaliandra hanya ditanam sekali lalu trubus atau tumbuh lagi setelah ditebang (panen) hingga puluhan tahun, hasil lebih banyak dan perawatan sangat mudah.

10. Pengembangan atau perbesaran kapasitas pabrik wood pellet sangat dimungkinkan selama lahan masih tersedia. Dan saat ini masih ada jutaan hektar yang potensial untuk pembuatan kebun energi tersebut.


Indonesia sebagai negara tropis dan tanahnya subur sangat potensial untuk pengembangan kebun energi dan juga produsen wood pellet terkemuka didunia.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...