Senin, 06 November 2023

Produksi Pini Kay Briquette dari Limbah Pabrik Kayu Lapis (Plywood) dan Veneer

Produksi plywood atau kayu lapis Indonesia diperkirakan lebih dari 10 juta meter kubik setiap tahunnya yang diproduksi dari ratusan pabrik plywood bahkan Indonesia pernah merajai industri kayu dunia pada periode 1980 hingga 1995. Adanya pabrik-pabrik plywood di Indonesia sebenarnya sudah sejak lama, tetapi di dalam perkembangannya baru nampak setelah tahun 1972. Setelah periode tahun 1980-85 jumlah pabrik bertambah dengan pesat. Pada masa itu tidak kurang telah ada 110 pabrik berskala sedang sampai besar hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Ada lima provinsi sebagai produsen plywood terbesar di Indonesia yakni Jawa Timur, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Dan enam provinsi lain yang mulai berkembang yakni Banten, Papua, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Riau dan Jambi. Sebagian besar plywood tersebut untuk pasar export.

APKINDO (Asosiasi Panel Kayu Indonesia) adalah wadah bagi pelaku industri kayu lapis (plywood) dan veneer. APKINDO saat dibentuk pada 12 Februari 1976 yang diprakarsai oleh 13 perusahaan kayu lapis, sedangkan saat ini beranggota lebih dari 125 industri yang tersebar di seluruh Indonesia. APKINDO bertujuan untuk memupuk persatuan dan kebersamaan serta menyuarakan kepentingan industri kayu lapis untuk memanfaatkan kayu bulat secara lebih efisien, menyerap lebih banyak tenaga kerja dan meningkatkan nilai tambah. Peran APKINDO masih terus dilakukan hingga saat ini, salah satunya untuk mendukung kebijakan SVLK yang diyakini dapat mengembalikan citra positif kehutanan Indonesia di mata dunia, sehingga akan mempermudah produk kayu Indonesia, khususnya kayu lapis, untuk memenangkan persaingan di pasar global.

Volume limbah kayu pada industri plywood cukup besar mencapai hampir 55% atau jumlahnya lebih dari 5 juta ton per tahun terhadap produksi plywood nasional tersebut. Potensi limbah tersebut cukup besar dan memiliki potensi besar untuk diolah menjadi pini kay briquette (wood briquette screw type). Mengapa mesti mengolahnya menjadi pini kay briquette (wood briquette screw type) ? Pini kay briquette menjadi pilihan untuk solusi masalah limbah plywood tersebut karena selain proses produksi lebih mudah, juga investasi mesin lebih murah. Hal ini karena limbah kayu pabrik plywood sudah kering sehingga tidak membutuhkan proses pengeringan. Alat pengering atau dryer selain cukup mahal juga biaya operasionalnya. Kualitas tinggi juga sangat mungkin didapat karena kadar abu yang rendah, karena kayu untuk produksi plywood tersebut telah dikupas kulitnya (debarking) sehingga kandungan bisa diturunkan hingga dibawah 1%.

Veneer adalah lembaran papan tipis untuk membuat plywood. Veneer-veneer tersebut disusun dan direkatkan, dengan jumlah gasal, sehingga menjadi kayu lapis atau plywood. Banyak produsen veneer yang tidak memiliki unit pembuat plywood, tetapi pada umumnya pabrik plywood memiliki unit produksi veneer. Pembuatan veneer bisa dengan pengupasan (rotary cutting), penyayatan (slicing), penggergajian dan perautan. Produksi veneer Indonesia saat ini juga cukup besar demikian juga dengan limbah yang dihasilkannya. Limbah tersebut juga akan memiliki nilai tambah yang besar dengan mengolahnya menjadi pini kay briquette, seperti halnya limbah kayu lapis (plywood) di atas. 

 

Proses produksi pini kay briquette bisa menggunakan limbah industri plywood dan veneer tersebut di atas. Sebelum dipadatkan menjadi pinikay briquette dalam mesin briquette atau screw press, maka limbah tersebut perlu diseragamkan ukurannya menjadi seukuran serbuk gergaji / sawdust dan juga tingkat kekeringannya sekitar 10%. Limbah kayu yang ukurannya besar perlu dikecilkan ukurannya terlebih dahulu dan tingkat kekeringan juga perlu diupayakan mencapai kisaran 10% tersebut. Dengan alat screw press / extruder tersebut biomasa kayu dari limbah-limbah tersebut bisa dipadatkan (densifikasi) hingga 1400 kg/m3 atau jauh lebih padat daripada wood pellet yang berada dikisaran 700 kg/m3. Produk pini kay briquette tersebut selanjutnya bisa dipotong-potong dengan ukuran tertentu dan siap dipasarkan khususnya pasar export. Kebutuhan pini kay briquette tersebut terutama sebagai bahan bakar pemanas ruangan. Lebih lanjut pini kay briquette ini juga bisa diolah lebih lanjut menjadi arang briket atau biasa disebut sawdust charcoal briquette. Dengan kepadatan tersebut maka waktu bakar arang briket dua kali arang biasa atau lebih. Sedangkan penggunaan utama arang briket adalah untuk barbeque. 

Untuk industri plywood dan veneer yang menghasilkan limbah biomasa kayu-kayuan bahkan hingga ribuan ton setiap bulannya sehingga berpotensi menjadi masalah lingkungan, maka produksi pini kay briquette bisa menjadi solusi jitu. Dan jika ada industri plywood dan veneer yang berminat untuk produksi pini kay briquette tersebut kami siap membantu pasarnya. 

Minggu, 05 November 2023

Reklamasi Bentuk Lain - Kebun Energi untuk Produksi Wood Pellet dan Integrated Farming

Reklamasi pasca tambang merupakan kewajiban perusahaan pertambangan / pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) sehingga mereka harus menyiapkan dana untuk hal tersebut. Selain menghutankan kembali pada area tambang di kawasan hutan, reklamasi bentuk lain lebih fleksibel karena banyak macamnya, tetapi tujuannya bisa memberi manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Apabila perusahaan tambang tersebut tidak melakukan reklamasi akan mendapat sanksi berat yakni denda sampai 100 miliar rupiah. Pengelolaan usaha atau kegiatan pasca reklamasi juga fleksibel sesuai kesepakatan sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan di atas.
 

Jumat, 03 November 2023

Jangan Salah Pilih Mesin : Pelletiser Kayu dengan Pelletiser Pakan, dan Extruder Kayu dengan Extruder Arang

Tampilan visual saja kadang memang tidak bisa dipercaya. Dua hal secara visual bisa tampak sama atau sangat mirip tetapi ternyata berbeda. Hal ini sering terjadi pada produksi wood pellet dan wood briquette (pini kay briquette / uncarbonised briquette). Dan parahnya lagi, alat tersebut adalah jantung dari proses produksi industri yang bersangkutan, yakni pelletiser pada industri wood pellet dan extruder pada industri wood briquette (pini kay briquette / uncarbonised briquette). Sehingga kesalahan dalam pemilihan alat tersebut juga berakibat fatal yakni tidak hanya target produksi tidak tercapai bahkan produk yang dimaksud tidak berhasil diproduksi. Hal inilah mengapa pembeli atau pengguna mesin tersebut harus cermat dan teliti terhadap mesin yang akan dibeli dan digunakan tersebut. 

Pada industri wood pellet, sering terjadi kesalahan yakni pelletiser untuk pakan ternak tetapi digunakan untuk pellet kayu atau wood pellet. Akibatnya bisa saja wood pellet tersebut tidak terbentuk sama sekali karena memang daya untuk pelletiser pakan jauh lebih kecil dibandingkan dengan pelletiser untuk kayu atau pada paroduksi wood pellet. Tawaran harga murah sering kali membuat pembeli atau pengguna tergoda dan tidak mencermati lebih jauh, sehingga akibatnya akan kecewa. 


Demikian juga pada industri wood briquette (pini kay briquette / uncarbonised briquette). Extruder kayu juga memiliki motor jauh lebih besar dibandingkan extruder arang. Briquette yang dihasilkan dengan extruder kayu selain tidak membutuhkan perekat tambahan juga lebih padat dan keras karena penggunaan motor berdaya besar. Kesalahan yang bisa terjadi adalah extruder arang digunakan utuk extruder kayu dan ini juga terjadi biasanya karena harga lebih murah. Briquette yang dihasilkan dari extruder kayu tersebut selanjutnya juga bisa dibuat arang sehingga menghasilkan produk akhir berupa briket arang. Walaupun produksi briket arang (charcoal briquette) dengan extruder arang juga akan menghasilkan produk tersebut, tetapi rute proses dan kualitas produknya berbeda. Dibawah ini rute proses produksi briket arang (charcoal briquette) tersebut. 

Bahan baku yang digunakan pada rute 1 adalah berupa serbuk kayu seperti serbuk gergaji (sawdust) lalu dipress atau dipadatkan dengan extruder kayu. Dengan kuatnya tekanan dan panas tinggi maka tidak dibutuhkan perekat tambahan, tetapi lignin yangmerupakan polimer alami yang berada pada kayu tersebut yang bertindak sebagai perekat. Briket yang dihasilkan selanjutnya bisa diarangkan dalam tungku karbonisasi dan produk akhir berupa briket arang. Sedangkan pada rute 2 bahan baku diarangkan atau dikarbonisasi dulu lalu arang tersebut dicampur perekat dan dipress atau dipadatkan dengan extruder arang. Penggunaan perekat tambahan karena pada arang, lignin telah terdekomposisi pada proses pengarangan atau karbonisasi sebelumnya. Produk akhir yang dihasilkan adalah juga briket arang. Kualitas briket arang pada proses rute 1 lebih baik daripada proses rute 2 karena selain lebih padat sehingga waktu bakar lebih lama demikian juga panas yang dihasilkan. 

Jadi supaya tidak salah pilih memang harus cermat dan teliti tentang spesifikasi peralatan tersebut, demikian juga perlu untuk mengetahui bahan baku maupun proses produksinya serta jangan mudah tergiur oleh tawaran harga murah. Semakin besar kapasitas produksinya maka kebutuhan peralatan pelletiser maupun extruder juga semakin banyak, sehingga apabila terjadi salah pilih maka resikonya fatal, karena alat-alat tersebut mahal harganya. Penting juga diperhatikan bahwa peralatan yang dibeli juga berasal dari pabrikan yang sudah teruji sehingga memiliki kinerja yang bisa diandalkan. 

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...