Tampilkan postingan dengan label briket. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label briket. Tampilkan semua postingan

Jumat, 30 Mei 2025

Pengolahan Tankos Sawit : untuk Pellet, Briket atau Biochar ?

Tandan kosong (tankos) atau EFB adalah limbah padat dari produksi minyak sawit atau CPO yang jumlahnya paling banyak. Hal inilah yang membuat banyak produsen mesin yang membuat mesin pengolah tankos ini. Sebagian besar mesin yang dibuat adalah alat untuk memotong dan mengepres tankos tersebut sehingga kadar airnya turun dan ukurannya menjadi lebih kecil. Tetapi baik kadar air dan ukuran tankos sebagai output mesin atau peralatan tersebut masih belum memenuhi syarat untuk bisa diolah lanjut menjadi pellet, briquette atau bahkan biochar. Tipikal output tersebut lebih dari 4 inch dan kadar air lebih dari 45%. Tankos atau EFB harus memiliki kadar air rendah yakni 10% dan ukuran 5-6 mm untuk bisa dibuat pellet atau briquette, dan kurang dari 1 inch untuk produksi biochar. 

Untuk mendapatkan bahan baku yang sesuai untuk produksi pellet, briquette maupun biochar, tankos yang telah dipotong-potong dan dipress tersebut masih perlu dikecilkan ukurannya (size reduction) dan diturunkan kadar airnya hingga sekitar 1/3-nya sehingga cukup kering. Peralatan seperti hammer mill atau crusher dibutuhkan untuk mnngecilkan ukuran dan alat pengering seperti rotary dryer dibutuhkan untuk menurunkan kadar air. Semakin kecil ukuran bahan (particle size) dan semakin rendah kadar air atau semakin kering maka semakin besar energi dibutuhkan. Peralatan seperti hammer mill dan rotary dryer belum menjadi bagian integral untuk pengolahan tankos saat ini. Tetapi biasanya produsen pengolah tankos sawit, juga memproduksi alat press untuk kernel untuk poduksi minyak kernel atau PKO di pabrik pengolahan kernel atau KCP (kernel crushing plant) dengan produk samping berupa bungkil sawit atau PKE (palm kernel expeller). 

Pertimbangan pemilihan produksi pellet, briquette maupun biochar dari tankos sawit sangat tergantung dari kesiapan bisnisnya. Diperkirakan ada 30 juta ton per tahun tankos sawit kering di Indonesia dan 10 juta ton per tahun tankos sawit kering di Malaysia untuk bahan baku produk-produk tersebut. Pemanfaatan limbah tankos sawit selain menjadi solusi masalah limbah di pabrik sawit juga akan memberikan keuntungan tambahan bagi pabrik atau perusahaan sawit tersebut. Seberapa besar keuntungan biasanya juga sebanding dengan investasi dan kapasitas produksi yang dilakukan. Dengan melimpahnya potensi bahanbaku dan daya dorong sustainibility serta zero waste maka limbah tankos sawit akan menjadi bisnis baru yang menarik.   

Minggu, 29 September 2024

Industrial Wood Briquette Menjadi Alternatif Antara Wood Chip dan Wood Pellet

Bahan bakar biomasa adalah bahan bakar atau energi terbarukan yang saat ini posisinya sebagai salah satu bahan bakar atau energi alternatif. Tetapi seiring kesadaran akan berbagai masalah iklim maka penggunaan energi alternatif dari biomasa semakin meningkat dari waktu ke waktu. Trend dekarbonisasi sebagai respon terhadap masalah iklim tersebut  merambah ke semua lini kehidupan termasuk sektor industri. Sebagai industri yang berorientasi profit tentu saja upaya memaksimalkan menjadi perhatian utama termasuk dalam pemakaian bahan bakar alternatif tersebut. Ada aneka tipe bahan bakar yang bisa diproduksi dari biomasa dan khususnya untuk bahan bakar padat antara lain wood chip, wood pellet dan wood briquette. Karakteristik bahan bakar tersebut ada sedikit perbedaan antara satu dan lainnya termasuk juga biaya produksinya. Perlu melihat lebih teliti dan mendalam sehingga bisa mendapatkan bahan bakar biomasa terbaik sesuai tujuan industri tersebut.  

Industrial wood briquette adalah wood briquette yang diproduksi dengan mechanical piston press. Hal ini berbeda dengan briquette yang diproduksi dengan hidrolik dan extruder. Industrial briquette bisa diproduksi dalam jumlah besar dengan biaya lebih murah dibandingkan briquette yang diproduksi dengan hidrolik maupun extruder. Dan apabila dibandingkan dengan wood pellet maka industrial wood briquette ini juga lebih murah biaya produksinya. Tetapi tentu saja biaya produksi lebih mahal dibandingkan wood chip. Wood chip bisa dikatakan sebagai bahan bakar biomasa paling mudah dan murah untuk diproduksi. 

Hal tersebut menempatkan industrial wood briquette menempatkan posisinya diantara wood chip dan wood pellet ataupun briquette tipe hidrolik dan extruder. Sebagai produk pemadatan biomasa (biomass densification) industrial wood briquette juga menjadi lebih ekonomis untuk transport jarak jauh. Selain itu sejumlah boiler industri juga sudah dirancang khusus untuk bisa menggunakan bahan bakar industrial wood briquette ini bahkan secara automatic feeding. Faktor lain seperti keseragaman bentuk, ukuran bisa bervariasi dan kadar air rendah adalah keunggulan-keunggulan lain dari industrial wood briquette ini.

Para pengguna boiler di industri bahkan PLTU bisa mempertimbangkan penggunaaan industrial wood briquette ini. Apalagi untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak pada utilitas industri seperti penyedia kukus (steam) bagi industri-industri pengolahan sehingga operasional dan perawatan boiler termasuk penggunaan bahan bakar biomasanya menjadi tanggungjawab perusahaan tersebut. Dengan kontrak penyediaan kukus (steam) jangka panjang misalnya berkisar 5-10 tahun maka penyediaan bahan bakar biomasa berupa industrial wood briquette dalam jangka waktu tersebut juga sangat penting. Selain faktor ketersediaan bahan baku yang mencukupi, legal dan berkelanjutan, aspek kehandalan mesin produksi industrial wood briquette tidak bisa dikesampingkan. 

Sabtu, 06 Juli 2024

Menjual Mesin Pengolah Kayu Sekaligus Mesin Pengolah Limbah Kayunya

Berbagai produk olahan kayu semakin beragam dan berkembang saat ini. Pemanfaatan kayu dioptimalkan fungsinya terutama yang berasal dari hutan produksi. Untuk meningkatkan kualitas dan kegunaan kayu tersebut maka perlu diolah secara khusus yang dilakukan di pabrik-pabrik pengolahan kayu. Hal tersebut juga termasuk pemilihan spesies tanaman kayu yang cocok untuk tujuan pemanfaatannya atau produk yang akan dibuat. Sejumlah produk pengolahan kayu adalah kayu lapis/plywood, blockboard, LVL, barecore, FJLB (Finger Joint Laminated Board), MDF (Medium Density Fibreboard), dan pulp & paper.

Pengolahan kayu dalam industri tersebut selalu membutuhkan sejumlah peralatan mulai dari paling sederhana yakni penggergajian kayu hingga yang prosesnya kompleks seperti pabrik pulp and paper. Selain pengerjaan atau proses produksi secara fisika atau mekanik juga proses kimia tergantung pada produk yang akan diproduksi. Penjual atau penyedia peralatan pengolahan atau mesin produksi tersebut pada umumnya satu set lengkap (complete line) sehingga bisa langsung digunakan dan menghasilkan ketika bahan bakunya telah siap. Semakin efisien dan berkualitas peralatan tersebut akan sebanding dengan harganya yang merupakan investasi tetap (fixed investment) pada industri pengolahan kayu tersebut. Faktor cost and benefit ratio sangat diperhatikan dalam pemilihan mesin atau peralatan tersebut terutama yang berorientasi export dengan volume produksi yang besar.  

Konsep zero waste pada industri-industri pengolahan kayu tersebut belum sepenuhnya dilakukan. Masih banyak industri pengolahan kayu yang limbahnya mencemari lingkungan dan bisa berdampak sosial. Hal ini termasuk pada para penjual atau penyedia mesin tersebut yang sebagian besar masih fokus pada penyediaan mesin atau peralatan produksi untuk produk utama tetapi belum pada aspek penanganan dan pengolahan limbahnya. Padahal dengan potensi limbah yang dihasilkan cukup besar maka pengolahan limbah tersebut menjadi penting dilakukan. Produksi pellet dan briket adalah salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut. Limbah-limbah kayu berupa potongan kayu, serbuk gergaji, dan kulit kayu bisa diolah menjadi briket dan pellet tersebut. Penjual atau penyedia mesin atau peralatan produksi yang inovatif dan berwawasan lingkungan berkelanjutan akan mengimplementasikan konsep tersebut.

Produksi briket dan pellet selain akan mengatasi masalah limbah juga akan memberikan keuntungan ekonomi. Dengan bahan baku briket dan pellet berasal dari limbah sendiri berarti biaya bahan baku bisa dikatakan nol rupiah sehingga pada akhirnya akan memberikan keuntungan besar. Produksi limbah hingga 1000 ton/bulan sangat cocok untuk produksi briket tersebut, sedangkan jika limbah sangat banyak misalnya 5000 ton/bulan maka produksi pellet lebih disarankan. Briket juga bisa diarangkan untuk menjadi produk briket arang yang banyak permintaan dari Turki, Arab Saudi dan Timur Tengah. Sedangkan pellet kayu (wood pellet) banyak digunakan untuk pembangkit listrik di luar negeri yang kebutuhannya diperkirakan terus meningkat seiring trend dekarbonisasi. Jika penjual mesin produksi atau pengolahan kayu juga menawarkan alat pengolah limbahnya seperti mesin pellet dan mesin bsin briket maka akan memudahkan bagi produsen produk kayu tersebut mengelola industrinya yang berwawasan lingkungan yakni zero waste dan memaksimalkan profit karena semua bagian kayu bisa dimanfaatkan secara optimal. 

Sabtu, 27 April 2024

Pengolahan Limbah Kelapa Muda : Dibriket atau Dipelletkan saja!

Ketika cuaca sangat panas seperti akhir-akhir ini, minum air kelapa sangat menyegarkan. Hal ini karena air kelapa selain untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh juga memenuhi kebutuhan elektrolit (mineral bermuatan ion yang terdapat dalam sel, jaringan, dan cairan tubuh) yang sangat dibutuhkan tubuh. Elektrolit ini berperan dalam mendukung aktivitas sel dan jaringan tubuh serta menjaga keseimbangan kadar cairan tubuh. Saat tubuh kehilangan elektrolit akibat aktivitas fisik atau dehidrasi, mengonsumsi air kelapa dapat membantu menggantikan elektrolit yang hilang dan memulihkan keseimbangan cairan tubuh. Penjual-penjual es kelapa muda banyak bertebaran apalagi di kota-kota besar. Selain dijual dalam gelas, air kelapa muda tersebut juga dijual dalam bentuk kelapa muda utuh. Paduan dengan daging buah kelapa mudanya menambah lezat minuman tersebut. Tetapi ternyata limbah dari kelapa muda tersebut banyak mencemari dan belum diolah atau dimanfaatkan dengan semestinya. Volume limbah kelapa muda tersebut cukup banyak, bahkan seperti di kota Makassar diperkirakan ada 15 ton/hari limbah kelapa muda tersebut. 

 

Limbah kelapa muda tersebut bisa diolah menjadi briket ataupun pellet. Teknologi pemadatan biomasa (biomass densification) tersebut cocok diterapkan untuk solusi limbah kelapa muda tersebut. Limbah kelapa muda tersebut perlu dikecilkan ukurannya (size reduction) yakni dengan shredder dan hammer mill selanjutnya dikeringkan dengan mesin pengering (dryer) sebelum dipadatkan menjadi briket dengan mesin briket atau menjadi pellet dengan pelletiser (mesin pellet). Dengan dibriket ataupun dipelletkan limbah tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar atau sumber energi bagi UKM ataupun boiler di industri. Banyak UKM atau industri pengolahan yang bisa memanfaatkan bahan bakar tersebut selain ramah lingkungan, juga mudah dalam penggunaannya. Tungku-tungku sederhana bisa dikembangkan untuk penggunaan briket dan pellet tersebut.  

Indonesia terkenal dengan negeri rayuan pulau kelapa. Hal ini karena begitu luasnya perkebunan kelapa di Indonesia yang mencapai sekitar 3,7 juta hektar dengan sebagian besar merupakan perkebunan rakyat. Luasnya perkebunan kelapa tersebut menempatkan Indonesia sebagai pemilik perkebunan kelapa terluas di dunia. Pohon kelapa terutama tumbuh di sepanjang pantai, dan memang Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, setelah Kanada.  

Jumat, 03 November 2023

Jangan Salah Pilih Mesin : Pelletiser Kayu dengan Pelletiser Pakan, dan Extruder Kayu dengan Extruder Arang

Tampilan visual saja kadang memang tidak bisa dipercaya. Dua hal secara visual bisa tampak sama atau sangat mirip tetapi ternyata berbeda. Hal ini sering terjadi pada produksi wood pellet dan wood briquette (pini kay briquette / uncarbonised briquette). Dan parahnya lagi, alat tersebut adalah jantung dari proses produksi industri yang bersangkutan, yakni pelletiser pada industri wood pellet dan extruder pada industri wood briquette (pini kay briquette / uncarbonised briquette). Sehingga kesalahan dalam pemilihan alat tersebut juga berakibat fatal yakni tidak hanya target produksi tidak tercapai bahkan produk yang dimaksud tidak berhasil diproduksi. Hal inilah mengapa pembeli atau pengguna mesin tersebut harus cermat dan teliti terhadap mesin yang akan dibeli dan digunakan tersebut. 

Pada industri wood pellet, sering terjadi kesalahan yakni pelletiser untuk pakan ternak tetapi digunakan untuk pellet kayu atau wood pellet. Akibatnya bisa saja wood pellet tersebut tidak terbentuk sama sekali karena memang daya untuk pelletiser pakan jauh lebih kecil dibandingkan dengan pelletiser untuk kayu atau pada paroduksi wood pellet. Tawaran harga murah sering kali membuat pembeli atau pengguna tergoda dan tidak mencermati lebih jauh, sehingga akibatnya akan kecewa. 


Demikian juga pada industri wood briquette (pini kay briquette / uncarbonised briquette). Extruder kayu juga memiliki motor jauh lebih besar dibandingkan extruder arang. Briquette yang dihasilkan dengan extruder kayu selain tidak membutuhkan perekat tambahan juga lebih padat dan keras karena penggunaan motor berdaya besar. Kesalahan yang bisa terjadi adalah extruder arang digunakan utuk extruder kayu dan ini juga terjadi biasanya karena harga lebih murah. Briquette yang dihasilkan dari extruder kayu tersebut selanjutnya juga bisa dibuat arang sehingga menghasilkan produk akhir berupa briket arang. Walaupun produksi briket arang (charcoal briquette) dengan extruder arang juga akan menghasilkan produk tersebut, tetapi rute proses dan kualitas produknya berbeda. Dibawah ini rute proses produksi briket arang (charcoal briquette) tersebut. 

Bahan baku yang digunakan pada rute 1 adalah berupa serbuk kayu seperti serbuk gergaji (sawdust) lalu dipress atau dipadatkan dengan extruder kayu. Dengan kuatnya tekanan dan panas tinggi maka tidak dibutuhkan perekat tambahan, tetapi lignin yangmerupakan polimer alami yang berada pada kayu tersebut yang bertindak sebagai perekat. Briket yang dihasilkan selanjutnya bisa diarangkan dalam tungku karbonisasi dan produk akhir berupa briket arang. Sedangkan pada rute 2 bahan baku diarangkan atau dikarbonisasi dulu lalu arang tersebut dicampur perekat dan dipress atau dipadatkan dengan extruder arang. Penggunaan perekat tambahan karena pada arang, lignin telah terdekomposisi pada proses pengarangan atau karbonisasi sebelumnya. Produk akhir yang dihasilkan adalah juga briket arang. Kualitas briket arang pada proses rute 1 lebih baik daripada proses rute 2 karena selain lebih padat sehingga waktu bakar lebih lama demikian juga panas yang dihasilkan. 

Jadi supaya tidak salah pilih memang harus cermat dan teliti tentang spesifikasi peralatan tersebut, demikian juga perlu untuk mengetahui bahan baku maupun proses produksinya serta jangan mudah tergiur oleh tawaran harga murah. Semakin besar kapasitas produksinya maka kebutuhan peralatan pelletiser maupun extruder juga semakin banyak, sehingga apabila terjadi salah pilih maka resikonya fatal, karena alat-alat tersebut mahal harganya. Penting juga diperhatikan bahwa peralatan yang dibeli juga berasal dari pabrikan yang sudah teruji sehingga memiliki kinerja yang bisa diandalkan. 

Rabu, 14 Desember 2022

Produksi Briket / Pellet Kotoran Sapi Sebagai Bahan Bakar dan Bioekonomi

Penggunaan energi terbarukan semakin meningkat seiring kesadaran global masalah lingkungan dan iklim. Bahan-bahan yang dulu dianggap limbah dan mencemari lingkungan, saat ini dengan konsep zero waste dan circular economy telah banyak diubah menjadi energi alternatif atau energi terbarukan. Industri-industri besar seperti pembangkit listrik, industri semen dan sebagainya telah mulai menggunakan energi terbarukan tersebut dalam rangka program penurunan emisi CO2 atau dekarbonisasi. Program dekarbonisasi ini semakin populer dan diaplikasikan pada berbagai lini kehidupan.

Sebagai contoh riil adalah industri semen di UAE yakni Gulf Cement Co, yang menggunakan energi terbarukan dari kotoran unta. Dari hasil ujicoba operasional didapat bahwa setiap 2 ton kotoran unta bisa menggantikan 1 ton batubara. Penggunaan kotoran hewan sebagai bahan bakar sebenarnya bukan hal yang baru bagi mereka, dari cerita nenek moyang kotoran sapi telah digunakan sebagai pemanas atau bahan bakar, tetapi untuk kotoran unta banyak yang belum terpikirkan. Gulf Cement Co saat ini menggunakan 50 ton/hari kotoran unta sebagai bahan bakar. UAE memiliki populasi unta sekitar 9000 ekor untuk produksi susu, balap dan kontes kecantikan. Setiap unta menghasilkan kotoran 8 kg/hari, lebih banyak atau berlebih daripada yang dibutuhkan petani. Melalui program pemerintah para peternak unta mengumpulkan kotoran-kotoran unta tersebut di tempat-tempat pengumpulan. 

Kotoran sapi juga telah digunakan sebagai sumber energi dari Amerika Serikat, Zimbabwe sampai ke China. Di Indonesia hal tersebut juga seharusnya bisa dilakukan. Dengan setiap ekor sapi menghasilkan kotoran rata-rata 15 kg per hari (hampir 2 kalinya unta), maka hal itu sama seperti kondisi di UAE di atas, volume kotorannya lebih banyak atau berlebih daripada yang dibutuhkan petani. Berlebihnya kotoran tersebut menjadi masalah lingkungan bahkan harus dibuang ke sungai dan sebagainya. Ratusan ton setiap hari kotoran sapi tersebut yang belum termanfaatkan di sejumlah daerah di Indonesia, padahal kotoran tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar terutama diolah menjadi briket atau pellet (terlebih dahulu dikeringkan). Pemadatan kotoran sapi menjadi briket atau pellet tersebut selain bertujuan untuk mendapatkan ukuran dan bentuk yang seragam, padat, memudahkan penyimpanan dan pemakaian, juga menghemat biaya transportasi. Dan untuk memenuhi kebutuhan bahan pabrik semen dibutuhkan seperti briket / pellet kotoran sapi dalam jumlah besar, sehingga dibutuhkan alat produksi kapasitas besar yang bekerja kotinyu. Diperkirakan kebutuhan pellet atau briket tersebut ribuan hingga puluhan ribu ton setiap bulannya.

Di pabrik semen ada 2 tempat yg membutuhkan energi panas : 1. calciner (tempat terjadi proses kalsinasi), 2. Rotary kiln (jantungnya pabrik semen, tempat pembuatan clinker). Energi terbarukan seperti briket atau pellet kotoran sapi, biasanya akan digunakan pada calciner dengan feeding point tersendiri. Sedangkan pada rotary kiln yang membutuhkan panas lebih tinggi saat ini umumnya pabrik semen masih menggunakan bahan bakar fossil. Penggunaan secara bertahap energi terbarukan akan mengurangi pencemaran lingkungan dan mengakselerasi program global dekarbonisasi. Pabrik semen sendiri bisa dikatakan sebagai industri yang mengolah dan memusnahkan limbah. Hal tersebut karena pabrik semen bisa mengolah limbah seperti slag dan fly ash sebagai bahan additif semen yang diproduksi - lebih detail bisa dibaca disini dan juga memusnahkan limbah yakni seperti penggunaan limbah kotoran sapi sebagai bahan bakar tersebut.  

Rabu, 31 Agustus 2022

Lini Lengkap Produksi Pellet (Bahan Bakar dan Pakan) Kapasitas Kecil Untuk Riset dan Eksperimen

Alat laboratorium sebagai unit produksi atau seperti pabrik kecil (mini-mill) sangat dibutuhkan baik untuk pembelajaran (riset dan experiment) maupun sebagai tahapan produksi sebelum mencapai tahap komersial pada suatu bisnis. Dengan mengamati dan melakukan ujicoba pada mini-mill tersebut selain akan didapat pemahaman lengkap tentang proses produksi dari A sampai Z, juga bisa melakukan pengamatan secara mendetail dan mendalam setiap tahapan produksi dengan cara mudah dan murah serta memberi gambaran lebih utuh untuk proses produksi secara komersial nantinya. Riset dan eksperimen dari berbagai macam bahan baku, baik satu macam bahan baku (single material) maupun campuran beberapa bahan baku (mixed material) juga mudah dilakukan. Saat ini banyak para peneliti maupun praktisi yang ingin mencoba suatu bahan baku untuk dibuat pellet tetapi kesulitan mencari rekan atau perusahaan yang bisa melakukannya. Setting peralatan dengan fasilitas mini-mill juga jauh lebih mudah, berbeda dengan pabrik besar. Hal inilah mengapa pada umumnya pada pabrik besar tidak mau menerima ujicoba pembuatan pellet dari suatu bahan tertentu, karena yang menjadi fokus mereka adalah target produksi, kecuali jika memiliki fasilitas R & D untuk ujicoba tersebut. 

Sedangkan jika alat laboratorium tersebut hanya berupa alat fungsional saja seperti alat pemotong, alat penghancur dan sebagainya tetapi tidak diintegrasikan menjadi suatu unit produksi (walaupun kapasitas kecil) maka akan sulit untuk membayangkan terlebih lagi merancang industri atau pabrik komersial secara akurat. Jikapun sejumlah alat fungsional di laboratorium tersebut diintegrasikan yang biasanya berasal dari sejumlah produsen dan memiliki kapasitas berbeda-beda maka untuk mengoperasikan mini mill yang dirakit tersebut juga tidak mudah. Hal itulah mengapa menjadi penting untuk mengadakan suatu suatu lini lengkap (complete line) untuk produksi pellet tersebut. Produksi pellet yang dihasilkan juga bisa dua macam, yakni pellet bahan bakar seperti wood pellet dan pellet pakan seperti pellet daun (leaf pellet), tergantung pada bahan baku yang digunakan.

Dan memang pada skala komersial atau pabrik besar spesifikasi pelletiser untuk pellet bahan bakar seperti wood pellet berbeda dengan pelletiser untuk pellet pakan (feed pellet). Pelletiser untuk pellet      bahan bakar seperti pada produksi wood pellet memiliki daya motor listrik lebih besar sekitar 3 kali dari pelletiser untuk produksi pellet pakan, misalnya untuk 1 ton/jam wood pellet butuh 150 KW sedangkan untuk pellet pakan hanya 50 KW. Selain itu kualitas logam yang digunakan untuk produksi pelletiser tersebut biasanya juga berbeda karena tingkat kekerasan bahan bakunya juga berbeda. Pelletiser adalah peralatan utama atau jantung proses pada produksi pellet, baik pellet bahan bakar (wood pellet) maupun pellet pakan (feed pellet).  Berdasarkan pengalaman di lapangan ternyata banyak kasus kegagalan produksi wood pellet komersial akibat kesalahan pada pemilihan pelletiser ini, yakni pelletiser untuk pakan digunakan untuk pelletiser kayu (wood pellet) selain tidak optimal, umur mesin pendek, bahkan juga dalam sejumlah kasus wood pellet tidak terbentuk sehingga target produksi tidak tercapai. Alasan utama mengapa terjadi hal tersebut adalah karena tergiur masalah harga, yakni pelletiser pakan lebih murah dan secara penampilan juga sulit dibedakan (khususnya orang awam). 

Pada produksi pellet kapasitas kecil ini pelletiser yang digunakan satu macam saja, karena tujuan utamanya lebih pada aspek kualitatif, belum pada aspek kuantitatif. Sejumlah tahapan proses pada produksi pellet bahan bakar (wood pellet) juga sangat mirip dengan produksi pellet pakan, sehingga peralatan yang digunakan juga mirip atau bahkan sama. Hal tersebut terutama supaya harga unit produksi tersebut tidak terlalu mahal. Pada produksi pellet komersial, pelletiser jenis ring die lebih banyak dan umum digunakan dibandingkan jenis flat die. Tetapi karena pelletiser jenis ring die lebih mahal walaupun mendekati kondisi riil industri pellet, maka pelletiser flat die juga sudah memadai untuk maksud pada tahap ini. 

Pellet pakan memiliki sejarah lebih lama dibandingkan pellet bahan bakar khususnya wood pellet, yakni pada tahun 1920an ketika Purina Animal Nutrition, salah satu produsen pakan ternak terbesar di dunia saat ini. Dengan pelletisasi tersebut bahan brupa serbuk, kurang disukai ternak (unpalatable), kepadatan yang berbeda-beda menjadi lebih mudah digunakan dan meningkatkan keseragaman. Teknik pelletisasi ini kemudian dengan cepat banyak diminati oleh banyak produsen pakan sehingga pada tahun 1930 ada sejumlah pabrik pakan yang spesialis produksi pellet pakan (feed pellet) tersebut. Produksi pellet pakan dunia juga jauh melampaui pellet bahan bakar (wood pellet), yakni kisaran 1 milyar ton per tahun sedangkan wood pellet di kisaran 50 juta ton per tahun. Keduanya memiliki fungsi strategis pada hajat hidup manusia. Pellet pakan sebagai mata rantai pangan untuk manusia sangat dibutuhkan dan produksinya terus ditingkatkan. Diperkirakan kebutuhan protein pada tahun 2050 butuh tambahan sekitar 250 juta ton per tahun atau naik 50% dibandingkan hari ini. Hal tersebut karena  menurut PBB populasi global manusia diprediksi akan mencapai 9 milyar manusia pada 2050. Sektor pangan mencari solusi untuk defisit protein karena permintaan protein perkapita dan pertumbuhan populasi.Sedangkan pellet bahan bakar (wood pellet) dibutuhkan untuk menyelamatkan bumi dari perubahan iklim. Wood pellet sebagai bahan bakar carbon neutral membuatnya tidak menambah konsentrasi CO2 di atmosfer yang merupakan gas rumah kaca yang memanaskan suhu bumi. Program-program dekarbonisasi atau subtitusi bahan bakar fossil ke energi terbarukan khususnya bahan bakar biomasa atau wood pellet terus ditingkatkan di seluruh dunia, sebagai rujukan bisa baca disini dan disini. Kebun energi atau kebun legum akan bisa menjadi solusi masalah ini, lebih detail baca disini

 
Selain untuk produksi pellet (baik pellet bahan bakar maupun pellet pakan) dengan sedikit modifikasi yakni mengganti pelletiser dengan mesin briket maka juga bisa digunakan untuk produksi briket. Hal ini karena secara proses produksi hampir sama, teknologi keduanya adalah sama yakni kelompok teknologi pemadatan biomasa (biomass densification). Penggunaan briket ini juga untuk bahan bakar sama seperti wood pellet tetapi briket ini juga bisa diarangkan (karbonisasi) sehingga menjadi briket arang. Produksi briket arang dengan cara ini menghasilkan kualitas lebih baik dibanding produksi briket arang dengan bahan baku arang lalu ditambah perekat dan dicetak. Produk briket arang tersebut biasa di pasaran dikenal sebagai produk sawdust charcoal briquette, yang produksinya tidak membutuhkan perekat tambahan (binderless briquette). 

Sabtu, 16 Juli 2022

Studi Kasus India : Prioritas Produksi Biomass Pellet Daripada Biomass Briquette

Terdapat puluhan produsen mesin briket biomasa (biomass briquette) di India dan hampir semua produsen mesin tersebut menggunakan teknologi press mekanik (mechanical press) untuk produksi briket tersebut. Dengan teknologi tersebut briket akan terbentuk karena press mekanik seperti pukulan yang dilakukan berulang kali setiap menit (sekitar 220 pukulan/strokes per menit). Industri produsen mesin briket ini juga telah ada puluhan tahun di India sehingga produk briket biomasa (biomass briquette) juga telah dikenal luas di India. Secara teknologi sebenarnya ada 2 teknologi lain untuk produksi briket biomasa (biomass briquette) tersebut yakni screw press dan hydraulic press. Berdasarkan teknologi produksi briket tersebut output produk briketnya juga ada sedikit perbedaan, untuk lebih detail baca disini.

Pemerintah India mencanangkan program dekarbonisasi pada pembangkit-pembangkit listrik batubara mereka, belum lama ini, yakni pada 8 Oktober 2021 yang memerintahkan penggunnaan pellet biomasa (biomass pellet) 5% hingga 10% untuk cofiring pada semua pembangkit listrik dan mulai berlaku pada Oktober 2022 atau satu tahun saja target waktu yang dicanangkan. Misalkan pada tahap awal pemerintah India menargetkan 5% saja untuk rasio cofiring pada pembangkit listrik batubara mereka, dimana angka 5% tersebut apabila diterjemakan ke produksi biomass pellet akan mencapai sekitar 50 juta ton biomass pellet per tahunnya. Jumlah yang sangat besar apalagi dengan target waktu yang sangat pendek tersebut. Dan dengan rasio cofiring 5% maka pembangkit listrik batubara juga tidak perlu melakukan modifikasi peralatannya walaupun biomass pellet yang digunakan berasal dari limbah-limbah pertanian, yang kualitasnya dibawah biomasa kayu-kayuan.

Dengan jumlah pembangkit listriknya mencapai sekitar 900 unit dengan konsumsi rata-rata 50 ribu ton biomass pellet per tahun tersebut atau total hampir 50 juta ton per tahun, sehingga pabrik biomass pellet berkapasitas sekitar 5 ribu ton/bulan sepertinya akan cocok, dan bahkan apabila setiap pabrik menyuplai satu pembangkit listrik maka kebutuhan pabrik biomass pellet juga akan sama seperti jumlah pembangkit listriknya yakni 900 unit. Sangat banyak.   

Produksi briket biomasa (biomass briquette) atau pellet biomasa (biomass pellet)?
Di India biomass briquette memang lebih populer dibandingkan biomass pellet, tetapi untuk level dunia pellet jauh lebih populer dibandingkan briquette, bahkan pada tahun 2021 saja, kebutuhan pellet untuk pembangkit listrik global diperkirakan telah mencapai 23 juta ton. Selain itu produksi atau pabrik pellet pada umumnya juga lebih besar dibandingkan dengan pabrik briket. Pabrik pellet dengan kapasitas 5 ribu ton atau bahkan 10 ribu ton per bulan banyak ditemukan, sedangkan untuk briket sangat jarang pabrik briket biomasa memiliki kapasitas seperti pellet di atas. Pelletiser untuk produksi pellet untuk kapasitas komersial memiliki kapasitas 3 ton/jam bahkan lebih, sedangkan mesin briket pada umumnya kurang dari 2,5 ton per jam, bahkan untuk tipe screw press kapasitas mesin rata-rata hanya 300 kg/jam saja. Secara teknis walaupun sama-sama produk dari teknologi pemadatan biomasa (biomass densification) dengan pembedanya ukuran briket lebih besar dibandingkan pellet, produksi briket pada lebih mudah dibandingkan pellet.  

Daya dorong dari sisi bisnis membuat produksi biomass pellet menjadi lebih menarik terutama karena kebutuhannya sebagai bahan bakar cofiring pada pembangkit listrik batubara sebagai bagian dari program dekarbonisasi tersebut. Kebutuhan biomass pellet tersebut bisa menjadi penggerak produksi biomass pellet atau secara umum yakni roda ekonomi diberbagai daerah . Program tersebut seharusnya juga mampu memberi tiga keuntungan sekaligus, yakni keuntungan secara lingkungan, sosial dan ekonomi. Selain itu karena produk briket penggunaannya terutama untuk boiler di industri, sedangkan pellet untuk pembangkit listrik, maka keduanya juga memiliki segmen pasar tersendiri sehingga membuatnya tidak terjadi kompetisi pasar.

Bagaimana Dengan Industri Produsen Mesin Briket?
Puluhan industri produsen mesin biomass briquette saat ini seharusnya melihat hal ini sebagai peluang sehingga bisa meresponnya. Industri-industri tersebut bisa beradaptasi dengan membuat lini usaha baru yakni membantu pembuatan pabrik biomass pellet. Secara teknis lini produksi biomass briquette dengan biomass pellet juga memiliki banyak kesamaan (sama-sama menggunakan teknologi biomass densification) dengan perbedaan utama yakni pada pelletiser dan briquetter. Sejumlah peralatan yang telah bisa dibuat sendiri akan mengurangi mesin import. Pelletiser hampir bisa dipastikan dari import sehingga pemilihan pelletiser sebagai jantung proses produksi pellet harus yang berkualitas sehingga akan membuat target produksi pellet bisa tercapai. Pada produksi pellet kapasitas besar banyak yang sejumlah peralatannya berasal dari sejumlah penyedia, seperti umum terjadi pada pabrik wood pellet dengan penjelasan lebih detail disini.  

Pada jangka panjangnya adalah meminimalisir belanja import bahkan bisa 100% bisa dibuat atau difabrikasi juga sendiri. Upaya ini biasanya akan memakan waktu lebih lama karena kompleksitas pelletiser lebih tinggi dibandingkan briquetter. Industri-industri produsen mesin briket tersebut juga bisa bekerjasama dengan pabrikan-pabrikan mesin di Eropa yang lebih berpengalaman dan teruji dengan produksi pellet tersebut sebagai upaya juga untuk mempercepat transfer teknologi tersebut. Dalam waktu satu tahun seperti target yang dicanangkan, maka sangat sulit hal ini dilakukan, sehingga upaya praktisnya adalah membeli 100% complete line dari vendor yang teruji, atau memilah sejumlah peralatan yang telah bisa diproduksi sendiri seperti di atas dan secara bertahap mensubtitusi peralatan import tersebut. Hal ini karena mencapai target produksi untuk upaya dekarbonisasi tersebut lebih diprioritaskan.

Kesimpulannya dengan saat ini India harus berupaya semaksimal mungkin mempercepat pembangunan pabrik-pabrik biomass pellet untuk mencapai target tersebut. Bagaimanapun juga waktu 1 tahun untuk mencapai target tersebut sangat berat. Dengan kondisi tersebut dalam beberapa waktu mendatang bisa jadi pembangkit-pembangkit listrik di India akan mengimport bahan bakar biomasa seperti wood pellet dan PKS (palm kernel shell) untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan rasio cofiring yang direncanakan yakni target terendahnya sebesar 5% saja maka kebutuhan biomass pellet mencapai sekitar 50 juta ton, andaikan 2% saja kebutuhan bahan bakar biomasa itu dari import baik PKS dan / atau wood pellet maka akan mencapai 1 juta ton, jumlah yang tetap masih cukup besar.

Minggu, 27 Maret 2022

Briket Sekam Padi Ditengah Kondisi Melonjaknya Kebutuhan Bahan Bakar Biomasa

"Briket adalah bahan bakar biomasa yang dipadatkan (densified biomass fuel) sebagai alternatif pellet."

Semakin hari semakin meningkat penggunaan energi biomasa sehingga ini sebagai hal positif yang perlu terus didorong. Peningkatan harga batubara (industri dalam negeri diharga $90) dan akibat pencemaran yang diakubatkan khususnya yang menjadi daya dorong penggunaan energi dari biomasa tersebut. Diantara energi biomasa, wood pellet adalah bentuk bahan bakar biomasa paling populer dan paling banyak digunakan. Penggunaan wood pellet selain digunakan oleh industri-industri pengolahan juga oleh pembangkit listrik. Sejumlah industri menengah kecil seperti pabrik tahu, pabrik kerupuk, dan sebagainya . Wood chip sebagai bentuk lebih sederhana ternyata kurang begitu diminati dibandingkan wood pellet walaupun harga lebih murah. Dengan kepadatan rendah membuat biaya transportnya juga menjadi tinggi, selain itu kadar air wood chip kadang juga kurang terkontrol.

Bentuk briket juga kurang populer dibandingkan wood pellet. Briket bisa juga dikatakan sebagai alternatif pellet. Teknologi pembuatan briket sama seperti wood pellet yakni pemadatan biomasa (biomass densification), bedanya ukuran briket lebih besar dari wood pellet. Tidak seperti wood pellet yang hanya menggunakan teknologi roller press untuk produksinya, untuk briket memiliki beberapa varian teknologi untuk produksinya, untuk lebih detail baca disini. Tetapi di Indonesia baru ada satu tipe briket yakni screw press. Memang dalam banyak hal pembriketan lebih mudah dibandingkan pemelletan. Material biomasa yang sulit dipelletkan biasanya mudah untuk dibriketkan. Type boiler tertentu mungkin juga akan lebih cocok dengan briket, dibandingkan wood pellet, lebih detail baca disini. Sehingga untuk itulah penggunaan briket juga seharusnya semakin didorong penggunaannya. 

Selain limbah kayu, limbah-limbah pertanian juga biomasa potensial untuk bahan bakar. Sekam padi adalah limbah pertanian yang melimpah jumlahnya karena makanan pokok orang Indonesia adalah nasi. Diperkirakan jumlah sekam padi adalah 15 juta ton/tahunnya. Tetapi dengan tingginya kandungan abu dan silikanya, sekam padi ini kurang diminati untuk dibuat pellet karena abrasif sehingga memperpendek umur pakai komponen mesin. Demikian juga untuk dibuat briket, tetapi dengan varian teknologi mechanical press masalah abrasif tersebut bisa diminimalisir. Produksi briket sekam padi dengan teknologi mechanical press ini bisa menjadi solusi pemanfaatan limbah sekam padi tersebut. Di tengah kondisi meningkatnya penggunaan bahan bakar biomasa, briket sekam padi bisa menjadi alternatif berikutnya.

Minggu, 19 Desember 2021

Briquette Untuk Industri Tekstil 

Seiring tuntutan untuk menjadi industri yang ramah lingkungan memasuki era dekarbonisasi ini maka sejumlah industri mulai beralih menggunakan energi terbarukan pada proses produksinya dan tidak terkecuali pabrik atau industri tekstil. Tentang urgensi boiler biomasa bisa dibaca disini. Sejumlah boiler digunakan pada industri tekstil tersebut dengan jenis boiler yang menggunakan tungku statis (static grate) dan dinamis (moving grate).  Ditinjau dari sisi operasional tungku yang dinamis (moving grate) lebih mudah dan efisien karena proses pembakaran bisa lebih sempurna. Selain spesifikasi bahan bakar pada umumnya seperti nilai kalor, kadar air, kadar abu dan sebagainya, ukuran dan bentuk bahan bakar juga menjadi faktor penting pada efisiensi pembakaran tersebut. Wood pellet dengan ukuran diameter pada umumnya 6 mm dan 8 mm serta cangkang sawit dengan ukuran sekitar 1 cm sampai 5 cm kadang kurang pas untuk jenis boiler tersebut. Untuk kondisi tersebut briquette bisa sebagai solusinya. Ukuran briquette selain lebih besar juga lebih beragam termasuk juga teknologi pembriketan yang digunakan, untuk lebih detail pada teknologi pembriketan bisa baca disini.

Limbah biomasa baik industri pengolahan kayu maupun limbah pertanian seperti sekam padi bisa digunakan untuk bahan baku briket tersebut. Bentuk briquette seperti kepingan (puck) atau silinder maupun oktagonal pendek-pendek bisa sebagai solusi untuk boiler jenis tertentu. Saat ini masih banyak limbah-limbah kayu tersebut yang belum dimanfaatkan bahkan sampai mencemari perairan seperti sungai yang bisa dimanfaatkan untuk produksi briket tersebut, lebih detail bisa dibaca disini. Sedangkan padi sebagai sumber makanan pokok penduduk Indonesia juga menghasilkan limbah berupa sekam padi yang banyak. Produksi padi Indonesia tahun 2008 diperkirakan mencapai 59,9 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan komposisi sekam 25% berarti potensi sekam mencapai 15 juta ton/tahun. Walaupun jumlahnya berlimpah tetapi umumnya pemanfaatannya masih belum optimal, hal itu karena sekam padi memiliki bulk density rendah dan nilai kalornya relatif kecil karena tingginya kandungan abu. Memang dengan teknologi pemadatan biomasa seperti pembriketan ini limbah biomasa tersebut menjadi mudah dimanfaatkan, hemat untuk transportasi jarak jauh dan mengatasi masalah pencemaran lingkungan. 

Sedangkan di Indonesia hampir semua briket yang diproduksi adalah tipe screw extrude yang sebenarnya tidak terlalu cocok untuk solusi boiler tersebut. Hal tersebut karena tipe briket ini selain bentuknya panjang dan juga perlu energi atau daya listrik yang besar untuk proses produksinya. Memotongnya menjadi ukuran kecil-kecil akan menjadi tambahan pekerjaan tersendiri. Sedangkan pada tipe mechanical press untuk mendapatkan potongan-potongan kecil hingga bentuk kepingan (puck) mudah dilakukan dan juga dengan kebutuhan daya listrik lebih kecil. Sebagai perbandingan pada briket tipe screw extrude untuk menghasilkan 1 ton briket dibutuhkan listrik sekitar 100 kW sedangkan pada mechanical press untuk menghasilkan 1 ton briket dibutuhkan listrik hanya 50 kW atau setengahnya. Selain itu apabila menggunakan bahan baku abrasif seperti sekam padi yang memiliki kandungan silika tinggi untuk mesin briket tipe screw extrude hanya akan berumur pendek, sedangkan mechanical press jauh lebih panjang umur pakainya.

Selasa, 23 Februari 2021

Pembriketan Limbah Perkebunan Nanas

 

Buah nanas termasuk buah yang cukup digemari di seluruh dunia hal tersebut terlihat dari prosentase produksi buah nanas dalam produksi buah dunia yang mencapai 8%.  Tanaman nanas hampir sama seperti pohon pisang yakni setelah berbuah satu kali tanaman tersebut mati, dan selanjutnya produksinya diteruskan oleh anakkannya hingga beberapa generasi. Atau lebih detailnya bahwa tanaman nanas berproduksi setelah 1-2 tahun ditanam dan mati setelah berbuah serta menghasilkan sekitar 70 helai daun. Tanaman nanas tersebut akan dibongkar setelah dua atau tiga kali panen untuk diganti tanaman baru, yang mengakibatkan limbah daun nanas terus bertambah. Saat ini hampir belum ada pemanfaatan limbah tersebut dan daun nanas juga tidak bisa digunakan untuk pakan ternak sehingga hanya dibakar atau dibuang begitu saja yang juga menyebabkan pencemaran lingkungan. Dalam setiap hektar kebun nanas limbah yang dihasilkan bisa mencapai 3 ton. Perkebunan-perkebunan besar nanas biasanya dengan luasan ribuan bahkan puluhan ribu hektar sehingga produksi limbah tersebut juga sangat banyak. Penanganan limbah daun nanas dengan metode yang efektif dan efisien tentu akan memberikan nilai tambah tersendiri apabila dikaji dari sisi ekonomis., sehingga perlu diupayakan penanganan limbah tersebut dan pembriketan adalah solusi jitu untuk problem tersebut.


Walaupun sama-sama menggunakan teknologi pemadatan biomasa (biomass densification), pembriketan daun dan batang nanas lebih mudah dan murah dilakukan daripada dibuat pellet. Produksi briket daun nanas tersebut selanjutnya bisa digunakan untuk bahan bakar memasak, industri bahkan pembangkit listrik. Selain itu briket daun nanas tersebut juga bisa untuk meningkatkan produksi biogas. Sejumlah perusahaan perkebunan nanas besar ada yang memiliki usaha peternakan sapi. Peternakan sapi dipilih terutama karena bisa memanfaatkan kulit atau limbah buah nanas untuk pakan sapi tersebut. Dan karena volume nanas yang dihasilkan juga sangat besar maka limbah buah nanas juga besar dan peternakan sapi yang dibuat juga besar. Kotoran sapi tersebut biasanya diolah lanjut untuk produksi biogas dan digestate dari biogas lalu dibuat kompos. Kompos yang dihasilkan tersebut digunakan kembali dalam perkebunan nanas tersebut. Briket daun dan batang nanas yang ditambahkan pada substrate atau kotoran lalu dicampur (co-digestion) selanjutnya akan menambah produksi biogas secara signifikan, untuk lebih detail baca disini.  

  

Dengan skenario seperti di atas maka hampir semua limbah biomasa yang dihasilkan dari perkebunan dan industri nanas bisa termanfaatkan secara optimal. Demikian juga limbah dari usaha sampingan berupa peternakan sapi untuk produksi biogas. Selain perusahaan-perusahaan besar perkebunan nanas, sentra-sentra produksi nanas di Indonesia seperti Subang, Pemalang, Prabumulih, Kediri, Blitar, Kubu Raya, Mempawah, Muaro Jambi, Kampar, Lampung Tengah dan Karimun juga bisa mengembangkan konsep di atas.

Sabtu, 30 Januari 2021

Biochar Untuk Meningkatkan Produksi Biogas

Arang (biochar) adalah bahan baku untuk produksi arang aktif (activated carbon). Produksi arang aktif itu sendiri melalui dua proses utama yakni karbonisasi (pengarangan) dan aktivasi. Luas permukaan arang (biochar) juga lebih kecil dibandingkan dengan arang aktif, tetapi lebih besar dibandingkan biomasa mentahnya. Proses karbonisasi meningkatkan luas permukaan (surface area) dari biomasa mentah tersebut. Perbandingan luas permukaan antara biomasa mentah, arang dan arang aktif kurang lebih sebagai berikut 25 m2/gram, 200 m2/gram, 2000 m2/gram. Semakin luas permukaan bahan biomasa yang dimasukkan ke dalam reaktor biogas maka semakin besar penetrasi bakteri ke dalam substrate tersebut sehingga proses fermentasi yang terjadi semakin sempurna sehingga produksi biogas semakin besar. Biochar sendiri tidak ikut terfermentasi karena komponen utama berupa karbon yang stabil sedangkan hemiselulose, selulose dan lignin telah terdekomposisi sewaktu proses karbonisasi.

Contoh lainya adalah penambahan briket biomasa ke dalam reaktor biogas, pembriketan dengan tekanan dan panas tinggi juga membuka pori-pori atau memperluas permukaan biomasa tersebut, sehingga produksi biogas juga meningkat, untuk lebih detail baca disini. Penambahan briket biomasa ke dalam reaktor biogas, juga akan meningkatkan C/N ratio, bahkan biochar dan arang aktif memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi.

Arang (biochar) sudah banyak digunakan di dunia pertanian untuk memperbaiki kerusakan tanah sehingga meningkatkan kesuburannya. Kesuburan tanah yang baik juga akan meningkatkan produksi pertaninan. Biochar tersebut menjadi rumah bagi mikroba tanah, sehingga bahan-bahan organik atau kompos akan terurai lebih sempurna dan terserap oleh tumbuhan lebih banyak sebagai nutrisi tanaman tersebut. Pori-pori arang (biochar) tersebut yang dijadikan rumah bagi mikroba tersebut. Semakin banyak pori-pori tersebut juga membuat semakin banyak mikroba yang mendiami rumah biochar tersebut. Prinsip yang sama ketika diaplikasikan pada unit biogas. Bonus lain penggunaan biochar adalah bahwa biochar menyerap CO2 dari atmosfer, sehingga berkontribusi untuk menurunkan gas rumah kaca penyebab perubahan iklim dan pemanasan global.

Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa penambahan biochar 5% ke dalam reaktor biogas akan meningkatkan produksi metana sebanyak 5% - berdasarkan pada bahan kering biochar terhadap substrat. Tetapi ketika jumlah biochar menjadi 10% ternyata tidak lagi terjadi pertambahan metana. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi optimum penambahan biochar adalah jumlah 5%  tersebut. Mikroba dalam biochar tersebut menambah volume mikroba dalam reaktor sehingga produksi biogas atau khususnya metana juga meningkat hingga 5% tersebut. Biochar sendiri tidak terdekomposisi pada dalam proses fermentasi tersebut.

Sedangkan pada penambahan briket biomasa setiap 1 ton briket akan meningkatkan produksi biogas sebesar 400 Nm3. Hal tersebut karena pada briket biomasa baik selulose, hemiselulose dan lignin belum terdekomposisi sehingga menambah substrat pada reaktor biogas tersebut. Sedangkan pada biochar baik selulose, hemiselulose dan lignin telah terdekomposisi sewaktu proses termal karbonisasi, sehingga praktis tidak ada tambahan  substrat, tetapi hanya terjadi pertambahan mikroba dalam pori-pori biochar tersebut.  

Hal penting dari penambahan biochar tersebut adalah kompos atau digestat yang dihasilkan berkualitas lebih baik dengan penambahan biochar tersebut. Biochar akan membuat akan membuat kompos yang dihasilkan sebagai pupuk lepas lambat (slow release organic fertilizer).  Hal tersebut semakin mendorong produksi biochar terutama pada perusahaan sawit yang peduli masalah lingkungan dan bahkan mengupayakan kondisi zero waste. 

Pabrik-pabrik kelapa sawit potensial untuk mengaplikasikan unit biogas maupun biochar. Limbah-limbah padat seperti tandan kosong dan mesocarp fiber bisa digunakan untuk produksi biochar. Pabrik sawit bahkan bisa mengganti tungku pembakaran pada boilernya dengan gasifier atau pyrolyser. Hal tersebut menjadi lebih menguntungkan karena selain energi panas digunakan untuk produksi kukus (steam) yang digunakan untuk pembangkit listrik dan sterilisasi buah segar, juga akan dihasilkan biochar. Biochar yang dihasilkan selanjutnya untuk meningkatkan produksi biogas dan meningkatkan kualitas pupuk komposnya, juga sebagai campuran pupuk pada perkebunan sawit. Dan bahkan potensi penggunaan biochar untuk penghematan pupuk pada perkebunan sawit besar, untuk lebih detail bisa dibaca disini.

Sabtu, 16 Januari 2021

Produksi Wafer Hay Dari Daun Gamal

Selain pasar, pakan adalah faktor penting lainnya dalam usaha peternakan. Mengupayakan dan memastikan ketersediaan pakan sepanjang tahun baik kualitas dan kuantitas merupakan tantangan tersendiri khususnya peternakan ruminansia berorientasi industri. Produktivitas hasil ternak sangat ditentukan oleh faktor pakan tersebut.Peranan penting bagi ternak yakni untuk pertumbuhan ternak muda maupun untuk mempertahankan hidup dan menghasilkan produk (susu, anak, daging) serta tenaga bagi ternak dewasa. Fungsi lain dari pakan adalah untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, jenis pakan yang diberikan pada ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup.

Selain itu produktivitas ternak itu sendiri banyak dipengaruhi faktor lingkungan yakni sampai 70% sedangkan sekitar 30% adalah faktor genetik. Dan diantara faktor lingkungan tersebut aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar, yakni sekitar 60%, misalnya beternak domba unggulan seperti jenis dorper tetapi jika kualitas dan kuantitas pakan tidak terpenuhi maka hasilnya juga tidak maksimal. Sedangkan ditinjau dari sisi usaha peternakan, biaya pakan juga merupakan biaya produksi terbesar, yakni 60-80% dari keseluruhan biaya produksi. Sehingga sangat wajar jika perhatian atau fokus pada masalah pakan sangat penting.

Melihat kondisi di atas maka teknologi pengolahan untuk pakan ternak menjadi penting. Tujuan pengolahan pakan ternak antara lain untuk menjaga nutrisi dan memperlama masa simpan. Pengeringan daun gamal atau kaliandra sampai kadar air sekitar 15% adalah salah satu upaya tersebut atau biasa disebut hay. Dengan dibuat hay dua tujuan pengolahan pakan ternak di atas yakni menjaga nutrisi dan memperlama masa simpan bisa tercapai, tetapi dengan volume bahan pakan kering atau hay yang besar (bulky) akan tidak efisien dalam pemakaian ruangan untuk penyimpanannya ataupun jika hendak digunakan di tempat lain yang membutuhkan transportasi yang cukup jauh. Hal itulah perlunya untuk mengaplikasikan teknologi pemadatan biomasa (biomass densification) untuk mengatasi problem tersebut. Pemadatan hay menjadi balok atau wafer adalah upaya praktis dan mudah. Peralatan dan proses pemadatan menjadi wafer juga mudah dan murah, dibanding teknologi pemadatan biomasa lainnya seperti pellet atau briket.

Peternakan domba atau sapi sebaiknya dibangun di dekat kebun energi tersebut sehingga bisa dengan mudah mendapatkan sumber pakan daun gamal tersebut. Daun-daun tersebut lalu dibuat hay dan dipadatkan menjadi balok / wafer tersebut. Dan karena daun gamal adalah sumber protein sehingga untuk menjadi complete feed atau pakan lengkap dibutuhkan sumber pakan yang lain. Hal tersebut bisa dipenuhi oleh masyarakat sekitar dengan pola pemberdayaan masyarakat atau untuk lebih detail bisa baca disini. Sumber pakan dari masyarakat tersebut misalnya sumber serat dari rumput-rumputan ataupun limbah-limbah pertanian juga bisa dibuat hay, sehingga peternakan tersebut tersedia hay sebagai pakan lengkap (complete feed) yang aman untuk operasional usaha peternakan tersebut. Dan karena estimasi produksi daun dari kebun energi sangat berlimpah maka sebagian hay yang diproduksi tersebut juga bisa dijual ke tempat lain. 

Teknologi pada dasarnya alat untuk mencapai suatu tujuan. Ditinjau dari sudut pandang teknologi yakni pemadatan biomasa (biomass densification), selain bahan baku daun gamal bisa dibuat hay, daun tersebut juga bisa dibuat menjadi pellet atau briket. Perbedaan utama pellet dan briket hanya masalah ukuran saja, briket lebih besar daripada pellet. Bentuk briket kepingan (puck) seperti photo di atas adalah bentuk terbaik untuk aplikasi pakan ternak. Ditinjau dari teknis pellet dan briket juga lebih padat atau memiliki densitas lebih tinggi daripada hay. Masalah debu pada hay juga bisa dikurangi dengan dibuat pellet atau briket tersebut. Tetapi memang pembuatan pellet atau briket membutuhkan biaya investasi lebih tinggi dan proses produksi lebih kompleks. 

Produksi Kompos dengan Biochar untuk Peningkatkan Kualitas Produk Kompos dan Keuntungan Usaha

Walaupun produksi kompos dan biochar sama-sama memanfaatkan dan mendaur ulang (recycle) limbah organik tetapi ada beberapa perbedaan yakni p...