Rabu, 19 Maret 2025

Entry Point Tercepat Industri Biochar

Ketika di barat khususnya di Eropa melihat biochar terutama untuk mitigasi iklim yakni sebagai carbon sequestration / carbon sink dan membandingkan dengan berbagai upaya serupa di carbon negative / negative emission technologies dengan kompensasi berupa carbon credits atau BCR (biochar carbon removal) credits maka hal tersebut banyak berbeda dengan khususnya di Asia dan Afrika. Biochar di kedua benua itu terutama untuk meningkatkan kesuburan tanah atau memperbaiki tanah-tanah rusak / terdegradasi sehingga bisa lebih produktif untuk menghasilkan produk pertanian pangan.. Pendekatan yang berbeda itu terutama dilatar belakangi oleh faktor yang mempengaruhinya, yakni khususnya di Eropa ketika masalah perubahan iklim, lingkungan, keberlanjutan dan pemanasan global lebih menjadi konsern mereka maka berbagai upaya yang sejalan dengan itu menjadi penting dan relevan sehingga biochar sebagai salah satu solusi. Sedangkan di Asia dan Afrika, faktor tercukupinya kebutuhan pangan menjadi konsern yang lebih utama. 

Saat ini ada 6 NET (negative emission technologies) atau carbon negative action yang bisa menyerap CO2 dari atomosfer seperti diagram diatas. Pada dasarnya diperlukan skala atau kapasitas yang memadai sehingga upaya mitigasi perubahan iklim bisa berjalan secara efektif dan efisien. Faktor kemudahan, biaya dan manfaat tambahan dari aplikasi-aplikasi teknologi di atas akan mempengaruhi implementasinya. Dari keenam NET tersebut biochar memiliki perkembangan tercepat, hal ini karena biochar bisa memenuhi faktor-faktor di atas. Minat ilmiah dan publik pada Biochar mulai tumbuh pada awal tahun 2010 -an dan telah berkembang pesat sejak itu. Fokus awal penelitian biochar adalah pada terra preta (black earth) dan perbaikan tanah. Dan sekarang telah berkembang ke berbagai bidang, termasuk dalam konteks industri dan konstruksi.

Luasnya lahan terdegradasi yang mencapai puluhan bahkan ratusan juta hektar di Indonesia bisa diperbaiki dengan menggunakan biochar. Apalagi potensi limbah biomasa yang bisa dimanfaatkan juta sangat besar, puluhan juta ton bahkan lebih lebih serta kebutuhan pangan (bahkan bioenergi) juga terus meningkat. Upaya yang bertahap dan berkelanjutan untuk perbaikan lahan tersebut perlu segera dimulai. Perbaikan tanah, sekaligus upaya pengelolaan limbah biomasa, produksi energi sekaligus menjadi solusi iklim dengan NET adalah upaya simultan yang efektif. Hal inilah daya tarik biochar sehingga semestinya menjadi program unggulan bagi berbagai industri yang concern dengan ketahanan pangan dan energi, lingkungan, dekarbonisasi, iklim dan keberlanjutan. Hal ini juga sehingga pembukaan hutan untuk food estate bisa dihindari apabila biochar ini dipilih sebagai solusi. 

Pertanyaannya adalah bagaimana biochar ini bisa segera menjadi solusi dan terimplementasi secara massif ? Peningkatan kesadaran tentang manfaat biochar menjadi pintu masuknya. Selanjutnya perbaikan tanah sebagai aksi riil-nya diikuti carbon credit atau bisa dilakukan secara simultan menjadi entry point tercepat industri biochar di Indonesia. Hal ini selain carbon credits dengan biochar atau biochar carbon removal (BCR) credit telah berlaku secara global juga carbon credits menjadi salah satu daya dorong utama pertumbuhan industri biochar secara global. Bahkan secara global BCR credit menempati peringkat pertama atau lebih dari 90% dalam Carbon Dioxide Removal (CDR) yang terdata di cdr.fyi

Selasa, 18 Maret 2025

Export Domba dan Pellet Pakan Ternak ke Aljazair

Aljazair mencanangkan import domba hingga 1 juta ekor untuk memenuhi kebutuhan Idul Adha. Hal ini karena kebutuhan dalam negeri yang besar sedangkan tidak cukup pasokan dari dalam negeri itu sendiri. Hal tersebut disebabkan karena dalam beberapa tahun terakhir terjadi kekeringan, yang mengakibatkan kekurangan pakan ternak dan kenaikan biaya pakan. Dan karena pakan ternak adalah komponen utama dalam sektor peternakan maka kekurangan pakan dan kenaikan biaya pakan akan sangat berakibat pada produk domba penghasil daging tersebut. Harga domba dan daging domba menjadi sangat tinggi. Dengan memilih impor dalam jumlah besar, pemerintah bertujuan untuk mengatasi kekurangan pasokan di pasar dan menekan kenaikan tajam harga ternak.

Indonesia berpeluang untuk menjadi exportir domba tersebut. Selama pakan tersedia maka peternakan domba tidak akan mengalami kendala berarti. Pakan-pakan domba tersebut bisa diupayakan di banyak tempat di Indonesia, bahkan dengan iklim tropis semestinya memproduksi pakan ternak domba bukan hal yang sulit. Apalagi saat ini juga sejumlah kebun energi telah dibuat dengan tanaman kebun energi tersebut juga sekaligus menghasilkan pakan ternak dari daunnya seperti kaliandra dan gamal. Luasnya kebun energi tersebut yang mencapai puluhan ribu hektar juga akan menghasilkan pakan ternak domba tersebut sangat banyak. Hal ini juga dimungkinkan untuk mengeksport pellet pakan berupa pellet daun tersebut, dan sementara kayu dari kebun energi tersebut digunakan untuk produksi wood pellet.  

Sumber berita : Hidayatullah

Kamis, 06 Maret 2025

Biochar untuk Kebun-Kebun Energi

Rendahnya produktivitas kayu dari kebun-kebun energi menjadi salah satu penghambat berkembangnya kebun energi. Walaupun tanaman kebun energi seperti kaliandra bisa tumbuh pada lahan-lahan marjinal atau lahan-lahan kritis, tetapi kualitas tanah tersebut berpengaruh pada produktivitas kayu yang dihasilkan. Hal tersebut sehingga menjadi penting untuk meningkatkan kualitas tanah kebun-kebun energi tersebut sehingga bisa menghasilkan produktivitas tanaman yang optimal. Biochar bisa menjadi solusi efektif untuk hal tersebut. Limbah-limbah biomasa yang banyak mencemari lingkungan bisa dimanfaatkan untuk produksi biochar ataupun produk-produk kayu dari kebun energi tersebut bisa sebagian untuk produksi biochar.

Kebun-kebun energi dan biochar adalah dua hal yang positif bagi solusi iklim. Kebun-kebun energi untuk produksi bahan bakar biomasa yang carbon neutral seperti wood pellet, sedangkan biochar untuk meningkatkan kualitas tanah, menghemat pemakaian pupuk dan sebagainya serta sebagai carbon sequestration / carbon sink yang carbon negative. Solusi biochar untuk kebun-kebun energi akan memaksimalkan upaya CO2 reduction dan sustainibility. Luasnya kebun-kebun energi karena mengejar target produksi kuantitas bahan bakar biomasa yang berarti sebanding dengan penggunaan lahan dan juga sebanding dengan penggunaan biocharnya. Hal ini sehingga produksi biochar skala industri dibutuhkan untuk mendukung hal tersebut, lebih detail baca disini. Semakin rusak tanah-tanah atau lahan-lahan kritis tersebut maka kebutuhan biochar akan semakin besar. Dan produksi biochar kapasitas besar tersebut berpeluang mendapat carbon credit atau BCR (Biochar Carbon Removal) credit yang bisa menjadi daya dorong tumbuhnya industri-industri biochar.  

Lahan-lahan kritis dan lahan marjinal semestinya diprioritaskan sebagai lahan-lahan kebun energi. Hal ini selain akan memulihkan kualitas lahan dan akan memberi nilai tambah penggunaan lahan serta upaya mencegah terjadinya bencana. Legalitas lahan juga menjadi perhatian penting. Lahan harus clear and clean artinya bebas dari sengketa sehingga tidak menimubulkan masalah di kemudian hari. Selanjutnya lahan hutan tanaman industri (HTI) yang memang sesuai peruntukannya hutan produksi juga bisa digunakan untuk lahan kebun energi tersebut. Seberapa rusak atau terdegradasinya lahan-lahan tersebut akan menentukan seberapa banyak atau dosis penggunaan biochar. Sedangkan pembuatan kebun energi dari alih fungsi lahan dari hutan lindung / hutan konservasi ke hutan produksi seharusnya dilarang, karena alih-alih akan menyelamatkan lingkungan tetapi malah dampak buruk terhadap lingkungan semakin besar. Jadi membuka lahan hutan (deforestasi) untuk kebun energi sama sekali tidak dianjurkan.  

Minggu, 02 Maret 2025

Taiwan, Pasar Baru Wood Pellet Asia

Setelah Jepang dan Korea menjadi pasar utama wood pellets di Asia selama bertahun-tahun, selanjutnya Taiwan diprediksi akan muncul sebagai tujuan baru pasar wood pellet di Asia. Hal ini karena kebijakan energi Taiwan mentargetkan 20% penggunaan energi terbarukan pada tahun 2025. Yakni dengan berfokus pada transisi energi dari batubara dan bahan bakar fosil lainnya ke sumber energi terbarukan termasuk biomasa, matahari dan angin untuk meningkatkan energi terbarukan dari 10% ke 20% pada 2025. Undang-undang penurunan dan pengelolaan gas rumah kaca (Greenhouse Gas Reduction and Management Act) mensyaratkan penurunan emisi karbon tahunan sebesar 20% pada 2030 dan 50% pada 2050, dibawah 2005 atau penurunan 53 juta ton ekuivalen CO2 pada 2030 dan 133 juta ton pada 2050. Hal tersebut juga bagian dari visi Taiwan bebas nuklir dan mendukung tujuan nasional untuk mencapai net-zero carbon emission pada 2050. Pengembangan energi terbarukan adalah implementasi terpenting untuk mencapai tujuan tersebut dan wood pellet menjadi prioritas utama. Taiwan akan mengimport wood pellet dalam jumlah cukup besar untuk mencapai sasaran produksi baru energi hijaunya. 

Kebutuhan wood pellet di Taiwan mencapai jutaan ton atau lebih detail perkiraannya adalah 1.7 juta ton per tahun khusus untuk Taiwan Power Company, yang segera akan dilaksanakan ketika kebijakannya diterapkan. Dan ada juga sejumlah pembangkit listrik independent yang menggunakan boiler batubara untuk menghasilkan listrik khususnya industri plastik, kilang minyak bumi dan pembuatan kertas. Saat ini energi terbarukan terhitung kurang dari 10% dari total output energi di Taiwan. Sedangkan pemerintah bertujuan memiliki 778 megawatts (MW) pembangkit listrik berbasis biomasa pada 2025, memungkinkan produksi sebanyak 4.1 milyar kWh.

Negara-negara produsen-produsen besar wood pellets dunia mengarahkan pandangannya ke Taiwan seperti Amerika Serikat, Vietnam dan Kanada. Vietnam bahkan telah menjadi produsen wood pellet terbesar kedua di dunia, dengan menggeser Kanada.  Dan secara nasional, eksport produk-produk kayu Vietnam lebih dari 70% merupakan adalah furniture dan  interior application, 7% untuk panel berbahan dasar kayu, 17% wood chip dan 5% untuk wood pellets. Dan untuk menghasilkan produk-produk tersebut, Vietnam juga mengimport kayu dalam jumlah besar dari lebih 114 negara dan 700 spesies / subspesies, sebesar $3.1 milyar dalam bentuk kayu gelondongan, kayu gergajian dan kayu lapis serta mengimport hampir 2 juta meter kubik kayu keras tropis.   

Pada dasarnya negara-negara produsen besar wood pellet berlomba-lomba ingin meyakinkan Taiwan sebagai pengguna atau pembeli wood pellets tentang kemampuan suplai, termasuk kuantitas dan kualitas, kehandalan logistik dan keberlanjutan pasokannya. Walaupun pasar Jepang dan Korea terus bertumbuh tetapi penetrasi ke pasar baru akan menambah para produsen tersebut. Bahkan di Jepang pembangkit listrik baru juga banyak dibangun sehingga kebutuhan wood pellet juga semakin besar. Selain itu peningkatan rasio cofiring pada pembangkit-pembangkit listrik di Jepang juga akan meningkatakan permintaan wood pellet. 

Dan secara global menurut Hawkin Wright, penjualan wood pellet mencapai adalah tertinggi diantara bahan bakar biomasa lainnya, yakni lebih dari 27 juta ton/tahun pada 2025. Sedangkan FutureMetric bahwa pasar untuk wood pellet untuk industri (industrial pellet fuel) dapat mencapai 55 juta ton pada 2030. Dengan demikian kebutuhan wood pellets akan terus meningkat dengan rata-rata lebih dari 5,5 juta ton per tahunnya sehingga demikian juga untuk produksi wood pelletnya. Indonesia tetap memiliki potensi yang besar untuk menjadi produsen wood pellet dunia karena potensi bahan baku yang bisa diupayakan, baik dari limbah-limbah industri kayu dan kehutanan maupun dari kebun energi. Dengan lokasi yang tidak terlalu jauh dengan Taiwan (dibanding negara produsen wood pellet seperti Amerika Serikat dan Kanada) sehingga biaya logistik atau transportasi lebih murah, maka peluang untuk bersaing juga cukup besar. Selain itu PKS (palm kernel shell) atau cangkang sawit juga menjadi alternatif bahan bakar biomasa selain wood pellet dan sebagai produsen minyak sawit / CPO atau pemilik kebun sawit terbesar di dunia maka Indonesia nomer satu untuk itu. 

Senin, 24 Februari 2025

Cogeneration pada Pabrik Sawit dengan Pirolisis, Langkah Awal Produksi dan Implentasi Biochar

Analoginya seperti halnya cofiring yang dilakukan pada pembangkit pembangkit listrik batubara dengan mencampur bahan bakar biomasa dengan rasio tertentu sebagai upaya dekarbonisasi sektor energi di pembangkit listrik. Sedangkan di pabrik sawit, cogeneration dengan pirolisis sebagai langkah awal inovatif memasuki era carbon negative dengan aplikasi biochar, produk utama pirolisis tersebut. Dan karena semua pabrik sawit memang menggunakan bahan bakar biomasa untuk operasional pabriknya maka sudah merupakan berbasis bahan bakar carbon neutral, tidak seperti pembangkit listrik batubara berbasis bahan bakar carbon positive karena berasal dari fossil.

Berbeda dengan cofiring yang mencampur bahan bakar batubara dan biomasa dengan rasio tertentu lalu dibakar bersama dalam tungku pembakaran seperti pulverized combustion, maka cogeneration dilakukan dengan menghasilkan energi secara terpisah tetapi output energinya untuk penggunaan atau khususnya boiler yang sama. Ini dilakukan karena bisa jadi jenis bahan bakarnya berbeda seperti bahan bakar padat dengan bahan bakar cair ataupun teknologi menghasilkan energi tersebut berbeda. Dengan cogeneration tersebut berarti tidak semua energi dihasilkan dari satu sumber energi atau energi dari cogeneration adalah sumber energi sekunder untuk memenuhi kebutuhan energi total, dan dalam hal cogeneration di pabrik sawit ini, energi dari pembakaran (combustion) masih menjadi energi primer-nya. 

Lalu kenapa kok tidak langsung full pyrolysis saja ? Lebih mudah, secara bertahap bagi pabrik sawit mengadopsi teknologi pirolisis dan karakteristiknya. Karena (slow) pyrolysis tujuannya untuk maximize solid / biochar maka produk samping berupa excess energy (syngas dan biooil) sebagai sumber bahan bakar boiler, nilai kalornya tidak sebanyak pembakaran (combustion) yang memang tujuannya untuk maximize heat. Hanya sekitar 1/3 excess energy tersebut berkontribusi (cogeneration) sebagai bahan bakar boiler. Dengan kata lain apabila langsung full pyrolysis maka jumlah biomasa sebagai bahan baku pyrolysis menjadi 3 kali lipat atau unit pyrolysis menjadi sangat besar sehingga semua limbah biomasa pabrik sawit terpakai, dan pabrik tidak bisa menjual cangkang sawitnya.

Keuntungan apa yang didapat oleh pabrik sawit apabila melakukan cogeneration dengan pyrolysis untuk produksi biochar antara produk biocharnya bisa untuk menghemat pemakaian pupuk di perkebunan sawit, mengatasi masalah limbah tandan kosong sawit sehingga pabrik sawit bisa zero waste, cangkang sawit yang selama ini digunakan untuk bahan bakar boiler bisa dijual sehingga menambah pendapatan, produktivitas tandan buah segar (TBS) kelapa sawit meningkat, aplikasi biochar di kebun sawit juga sebagai solusi iklim (carbon sequestration / carbon sink) sehingga bisa mendapat kompensasi carbon credit dan dengan pengelolaan limbah yang baik bahkan zero waste dan aplikasi biochar di kebun-kebun sawit maka perusahaan sawit akan mendapat citra yang baik pada aspek lingkungan dan keberlanjutan (sustainibility).

Sabtu, 15 Februari 2025

Urgensi Produksi Biochar Kapasitas Industri

Pemberian atau aplikasi biochar ke lahan pertanian mengikuti kaidah 4Rs  yakni yakni right source (bahan baku biochar yang sesuai), right place (area aplikasi yan tepat), right rate (takaran atau dosis yang tepat) dan right timing (waktu yang tepat). Sifat-sifat fisika dan kimia biochar berbeda tergantung pada bahan baku dan proses produksinya. Dengan mengikuti aturan 4R tersebut maka performa biochar bisa dimaksimalkan. Efek biochar pada tanaman akan terlihat nyata (signifikan) ketika kaidah 4R tersebut dipenuhi. Dengan dosis / rate mencapai 20 ton/ha (tergantung faktor-faktor kondisi yang mempengaruhi), maka kebutuhan biochar juga besar. Hal inilah mengapa produk biochar jarang dijual secara online, yakni karena volume besar tersebut.

Berbeda dengan pembenah tanah seperti kompos, efek biochar bisa dirasakan cukup lama atau untuk beberapa jenis tanaman pertanian yakni tidak hanya satu musim tanam saja, tetapi hingga berulang kali. Hal ini juga membuat pemberian atau aplikasi biochar ini tidak sesering kompos. Dan pada akhirnya tentu saja aspek ekonomi menjadi parameter penentu apakah biochar membuat usaha pertanian lebih menguntungkan atau tidak. Harga biochar di pasaran menjadi perhatian penting bagi pengguna atau para petani. 

Minimnya produksi biochar di Indonesia saat ini menjadi penghalang bagi aplikasi biochar di lahan-lahan pertanian yang luas, bahkan ketika kesadaran petani akan biochar juga meningkat. Hal ini menjadi daya dorong pentingnya produksi biochar yang memadai khususnya kapasitas industri. Hanya dengan jumlah produksi biochar yang memadai maka aplikasi biochar di lahan-lahan pertanian ataupun tanah-tanah terdegrasi akan bisa dilakukan secara optimal. Urgensi produksi biochar kapasitas industri semakin besar apalagi ketika produksi biochar tersebut juga mendapatkan carbon credit, tentu ini akan semakin menarik.  

Kamis, 13 Februari 2025

Biochar dan Ketahanan Pangan & Energi

Seiring pertambahan jumlah penduduk semakin bertambah juga kebutuhan pangan dan energi. Hal ini sehingga produksi pangan dan energi juga harus ditingkatkan. Peningkatan produksi pangan sangat terkait pada kualitas dan kuantitas lahan. Tetapi walaupun kuantitas lahan sangat besar tetapi kualitasnya cenderung menurun sehingga otomatis produktivitas tanamannya juga menurun. Penurunan kualitas lahan atau kerusakan lahan ini terjadi pada lahan yang sangat luas hingga jutaan hektar. Dengan luasnya lahan-lahan sub-optimal dan terdegradasi mencapai ratusan juta hektar yang terdiri dari lahan kering 122,1 juta ha; lahan pasca tambang 8 juta ha; lahan kristis 24,3 juta hektar; total sekitar 154,4 juta ha, bisa dikatakan potensi kehilangan produk-produk pangan juga mencapai jutaan ton juga. Sementara lahan yang rusak maka akan semakin rusak apabila tidak dilakukan upaya perbaikan. Upaya upgrading atau meningkatkan kualitas lahan ini semestinya menjadi prioritas penting dalam upaya mencapai ketahanan pangan dan energi. 

Aplikasi biochar adalah solusi untuk perbaikan lahan-lahan tersebut. Bahan baku untuk produksi biochar juga sangat berlimpah antara lain seperti tankos sawit kering sekitar 30 juta ton/tahun, baggase 2 juta ton/tahun, tongkol jagung 5 juta ton/tahun, batang singkong 3 juta ton/tahun, kayu limbah 50 juta ton/tahun, sekam padi 15 juta ton/tahun, kulit kakao dan seterusnya. Dengan aplikasi biochar tersebut maka produktivitas pertanian bisa meningkat rata-rata 20% bahkan hingga 100%. Jika diaplikasikan pada skala makro atau nasional dengan katakan dengan peningkatan produksi 20% saja maka misalnya produksi beras akan meningkat menjadi 36 juta ton/tahun dari sebelumnya 30 juta ton/tahun, jagung meningkat menjadi 18 juta ton/tahun dari sebelumnya 15 juta ton/tahun, minyak sawit atau CPO menjadi 60 juta ton/tahun dari sebelumnya 50 juta ton/tahun. Hal ini akan menghemat pemakaian lahan sehingga pembukaan lahan hutan untuk tanaman pangan dan (bio)energi seperti food estate bisa tidak diperlukan atau setidaknya memperlambat hal tersebut.  Tetapi mengapa sampai saat ini biochar belum menjadi perhatian dan dijadikan solusi ? 

Selain itu produksi biochar dengan pirolisis juga akan menghasilkan sejumlah produk samping yang bisa digunakan untuk aplikasi energi atau yang lainnya, seperti pada diagram di atas. Banyak agroindustri yang membutuhkan pengeringan dalam proses produksinya, Sehingga hal ini menjadi tambahan keuntungan dari penggunaan teknologi pirolisis untuk produksi biochar tersebut. Sedangkan dari aspek lingkungan demikian juga yakni biochar sebagai carbon sequestration sehingga sebagai solusi iklim dan bisa mendapatkan carbon credit. Demikian juga pada pengelolaan limbah (waste management), karena bahan baku biochar adalah limbah biomasa baik dari pertanian, perkebunan dan kehutanan bahkan juga dari limbah-limbah organik maka bisnis pirolisis dan biochar juga menjadi solusi masalah tersebut.  

Entry Point Tercepat Industri Biochar

Ketika di barat khususnya di Eropa melihat biochar terutama untuk mitigasi iklim yakni sebagai carbon sequestration / carbon sink dan memban...