Rabu, 13 November 2019

Produksi CNSL dan Charcoal Briquette Dari Cangkang Mete


Indonesia merupakan penghasil mete terbesar di dunia setelah India, Vietnam, Afrika Timur, Afrika Barat dan Brasil. Produksi mete di Indonesia diperkirakan mencapai 131.302 ton dan tersebar ke sejumlah sentra-sentra produksi, antara lain Jawa Tengah,Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku. Hal yang masih disayangkan adalah ternyata sebagian besar produksi mete di Indonesia masih dalam mentah atau gelondongan (mete dengan cangkang/cashew in shell) yang mencapai 60% atau 78.781 ton, dan bukan dalam olahan seperti kupasan (mete tanpa cangkang) bahkan yang siap konsumsi. Untuk meningkatkan nilai tambah seharusnya mete yang dihasilkan diolah terlebih dahulu. Dengan pengolahan tersebut maka akan dihasilkan produk samping atau limbah berupa cangkang mete. Dengan produksi mete Indonesia 131.302 ton maka potensi cangkang mete yang dihasilkan mencapai 52.520,8 ton (40% dari mete). Walaupun cangkang mete bisa digunakan secara langsung untuk bahan bakar seperti halnya kayu bakar, tetapi apabila diolah juga akan memberi nilai tambah yang menarik.


Cangkang mete tersebut bisa diolah menjadi minyak cangkang mete (Cashew Nut Shell Liquid / CNSL) dan briket arang (charcoal briquette). Untuk mendapatkan CNSL dilakukan dengan ekstraksi mekanik sehingga terpisah minyak dan padatan berupa ampas cangkang mete. Minyak atau CNSL tersebut memiliki banyak manfaat karena bisa digunakan untuk berbagai bahan baku industri, seperti bahan pestisida nabati, pengawet kayu, oli rem mobil dan pesawat terbang, untuk bahan industri cat, bahan anti karat, lecquer, bahan pembungkus kabel, pembuatan kampas rem kendaraan bermotor, sebagai bahan bakar (yang renewable), dan perekat terbarukan untuk industri kayu. Rendemen minyak mete terhadap cangkang mete sekitar 20% artinya setiap ton cangkang mete dihasilkan 200 kg minyak cangkang mete (CNSL), jumlah yang cukup banyak dan memberi nilai tambah secara ekonomi. Sedangkan ampas cangkang mete tersebut selanjutnya dicetak menjadi briket dan diikuti proses pengarangan (karbonisasi). Kualitas briket arang yang dihasilkan dengan rute proses di atas juga akan lebih baik dibandingkan dengan cara dibuat arang terlebih dahulu selanjutnya dicetak menjadi briket dengan tambahan perekat.



Proses pengolahan kacang mete menjadi produk yang siap dikonsumsi membutuhkan energi untuk proses produksi. Dalam banyak industri, energi atau bahan bakar termasuk komponen biaya tinggi, sehingga upaya penghematan energi sangat biasa dilakukan pada banyak industri. Pada proses karbonisasi atau pengarangan briket tersebut akan dihasilkan limbah panas (waste heat) yang cukup banyak sehingga bisa digunakan untuk pengolahan kacang mete. Ketika faktor biaya produksi khususnya biaya energi bisa diminimalisir bahkan dieliminasi sama sekali maka produk olahan mete siap konsumsi menjadi semakin kompetitif dan menguntungkan. Pemanfaatan cangkang mete untuk produksi CNSL dan briket arang selain memberi nilai tambah secara ekonomi juga membuat industri pengolahan mete zero waste.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...