Jumat, 10 September 2021

Produksi Premium Wood Pellet Dari Limbah Pabrik Plywood

Produksi plywood atau kayu lapis Indonesia diperkirakan lebih dari 10 juta meter kubik setiap tahunnya yang diproduksi dari ratusan pabrik plywood bahkan Indonesia pernah merajai industri kayu dunia pada periode 1980 hingga 1995. Ada lima provinsi sebagai produsen plywood terbesar di Indonesia yakni Jawa Timur, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Dan enam provinsi lain yang mulai berkembang yakni Banten, Papua, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Riau dan Jambi. Sebagian besar plywood tersebut untuk pasar export. 
 
Volume limbah kayu pada industri plywood cukup besar mencapi hampir 55% atau jumlahnya lebih dari 5 juta ton per tahun terhadap produksi plywood nasional tersebut. Potensi limbah tersebut cukup besar dan memiliki potensi besar untuk diolah menjadi wood pellet grade premium. Mengapa wood pellet menjadi pilihan dan kenapa juga mesti grade premium? Wood pellet menjadi pilihan untuk solusi masalah limbah plywood tersebut karena selain proses produksi lebih mudah, juga investasi mesin lebih murah. Hal ini karena limbah kayu pabrik plywood sudah kering sehingga tidak membutuhkan proses pengeringan. Alat pengering atau dryer selain cukup mahal juga biaya operasionalnya. Kualitas premium juga sangat mungkin didapat karena kadar abu yang rendah, karena kayu untuk produksi plywood tersebut telah dikupas kulitnya (debarking) sehingga kandungan bisa diturunkan hingga dibawah 1%. 

Pengecilan ukuran (size reduction / down sizing) adalah hal pertama yang perlu dilakukan dengan limbah plywood atau tripleks tersebut. Setelah ukuran partikelnya sudah sesuai yakni seukuran serbuk gergaji (~3-5 mm) selanjutnya dilakukan proses pembasahan (wetting) hingga kadar air mencapai sekitar 10%. Hal ini karena limbah kayu pabrik plywood ini biasanya terlalu kering yakni dengan kadar air 4-5% sehingga kurang memenuhi syarat untuk dipellet. Bahan baku yang terlalu kering membuat perekatan pellet tidak optimal, sehingga pellet menjadi rapuh bahkan pellet tidak terbentuk sama sekali. Proses pembasahan (wetting) tersebut dilakukan dengan water sprayer untuk mencapai kadar air tersebut. Setelah kadar air mencapai sekitar 10% selanjutnya bahan baku tersebut masuk ke pelletiser untuk dipress atau dicetak menjadi pellet. 


Segmen pasar wood pellet dengan grade premium berbeda dengan wood pellet grade standard atau utility sesuai tabel di atas. Penggunaan wood pellet grade premium adalah untuk pemanas ruangan yakni terutama pada musim dingin di daerah-daerah dengan empat musim. Alasan utama penggunaan wood pellet grade premium untuk keperluan tersebut adalah karena kadar abu yang sangat rendah. Dengan kadar abu yang rendah tersebut pembersihan abu menjadi tidak terlalu sering dilakukan. Produksi wood pellet grade premium lebih sulit dibandingkan dengan grade standard atau utility, tetapi khusus pada industri plywood dengan kondisi bahan baku seperti di atas maka jauh lebih mudah dan lebih siap untuk produksi wood pellet grade premium tersebut. Sebuah kesempatan emas bagi yang menyadari dan memahaminya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...