Matahari sangat penting sebagai sumber energi bagi makhluk hidup termasuk tumbuhan, hewan dan manusia. Matahari adalah sumber energi yang sangat melimpah, gratis dan tidak akan habis kecuali pada saat kiamat tiba. Kata matahari disebut sebanyak 25 kali di Al Qur’an dan menjadi salah satu nama surat yang Allah diabadikan dalam Al Qur’an. Ini menunjukkan bahwa Allah ingin memberikan isyarat bahwa ada yang perlu digali oleh manusia melalui asy-syams atau matahari.
Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What Islam Teaches about Protecting the Planet menyebut energi baru terbarukan sebagai energy from heaven (energi dari surga). Energi dari surga menurutnya adalah energi berasal dari atas, yakni energi tersebut tidak diekstrak (dikeruk) dari dalam bumi, dan dapat diperbaharui (renewable). “Ekstraksi menyebabkan ketidakseimbangan (penyebab perubahan iklim), sedangkan energi dari atas itu laksana dari surga.”
Pada tahun 2024, produksi listrik dari matahari mencapai 453 GW. Dan dengan ditambah produksi listrik dari angin, maka keduanya mencapai porsi 97,5% dari total energi yang berasal dari energi terbarukan atau kedua sumber tersebut mendominasi energi terbarukan. Dengan produksi listrik dari angin 114 GW atau sekitar seperempat (25%) dibanding yang berasal dari matahari menunjukkan bahwa energi berbasis matahari sangat penting karena biaya paling kompetitif dan bisa dikembangkan dengan cepat. Bahkan untuk pembangkitan listrik dari energi matahari dengan solar PV, China saat ini pemimpin atau produsen terbesar di dunia listrik tenaga surya.
Ambisi China adalah membuat “solar great wall” (tembok raksasa panel surya) yang dirancang mampu memenuhi kebutuhan energi Beijing. Proyek multi years itu diperkirakan selesai tahun 2030 dan akan memiliki panjang 400 kilometer (250 mil), lebar 5 kilometer (3 mil), dan mencapai kapasitas pembangkit maksimum 100 gigawatt. Sedangkan saat ini proyek tersebut dikabarkan telah mencapai kapasitas 5,4 gigawatt. Sejak 2024, China memimpin dunia dalam produksi listrik dari panel surya. Per Juni 2024, China memimpin dunia dalam mengoperasikan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya dengan 386.875 megawatt, mewakili sekitar 51 persen dari total global, menurut Global Solar Power Tracker dari Global Energy Monitor. Amerika Serikat berada di peringkat kedua dengan 79.364 megawatt (11 persen), diikuti oleh India dengan 53.114 megawatt (7 persen).
Bahkan Elon Musk telah mengatakannya selama bertahun-tahun dan ini adalah sesuatu yang sudah diketahui oleh para pelopor energi surya: matahari memiliki energi yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan energi kita. Masalahnya dibatasi tidak hanya dengan memastikan bahwa orang-orang mendapatkan teknologi untuk memanen matahari melalui panel surya, tetapi di kota-kota dan pusat-pusat perkotaan, salah satu masalah terbesar adalah penyimpanan dan apa yang harus dilakukan dengan kelebihan energi saat matahari bersinar, hal ini sehingga baterai sebagai penyimpan energi tersebut menjadi sangat penting. Konsumen dan bisnis, jika memungkinkan, biasanya menyalurkan kembali energi ke jaringan listrik di mana mereka mendapatkan uang atau kredit atas kontribusi mereka tersebut.
Tetapi memanen energi matahari tentu saja tidak hanya dengan panel surya (solar PV). Pepohonan atau tanaman juga memanen energi matahari tersebut dan dikonversi menjadi sumber energi lain yakni berbasis biomasa. Sumber energi terbarukan berasal dari tanaman (bio-energi) tersebut juga sejalan dengan QS. Yaasin (36) : 80. Untuk menghasilkan sumber energi tersebut baik seperti batang kayu, buah, biji ataupun bagian lain dari tumbuhan tersebut, tumbuhan melakukan photosintesa. Selain dibutuhkan air dan karbondioksida (CO2), proses photosintesa ini membutuhkan sinar matahari.
Tanaman melalui proses photosintesa akan menyimpan energi dari matahari dalam bentuk biomasa-nya dan ini diibaratkan seperti baterai. Baterai hijau tanaman ini akan bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi yang sangat besar, untuk lebih detail baca disini. Berbeda dengan memanen energi matahari dengan panel surya (solar PV) yang sangat tergantung dari cuaca, sehingga pasokan listrik menjadi intermittent, atau demikian juga halnya dengan angin, yang kadang tidak berhembus, energi biomasa dari tanaman akan menghasilkan listrik yang stabil. Hal ini setelah menjadi biomasa dan dipanen menjadi sumber energi maka energinya akan selalu tersedia. Dan untuk pembangkit listrik dari panel surya (solar PV) untuk mengatasi masalah cuaca sehingga tidak terjadi pasokan listrik yang intermiten maka harus menggunakan baterai yang sangat besar, dan saat ini belum tersedia.
Indonesia diyakini sebagai negeri tropis surga biomasa sehingga hal ini perlu diterjemahkan dalam bentuk yang lebih konkrit sehingga bisa dipahami, dieksekusi sehingga terbukti dan bisa dimanfaatkan potensi tersebut secara optimal. Ada begitu besar potensinya yang semestinya untuk mendukung kesejahteraan rakyatnya. Diagram sederhana dibawah ini menggambarkan begitu banyak hal bisa dilakukan di negeri tropis “surga biomasa”.
Faktor ketersediaan bahan baku adalah hal yang vital dan mutlak dilakukan supaya berbagai pengolahan biomasa tersebut bisa dilakukan dan berkelanjutan. Di lain sisi ada sangat banyak potensi lahan yang bisa dimanfaatkan untuk maksud tersebut yang jumlahnya mencapai puluhan juta hektar yakni lahan kritis / lahan marjinal, lahan kering dan lahan pasca tambang (tambang batubara, tambang timah, tambang nikel, tambang tembaga, tambang emas dan sebagainya). Lebih detail diperkirakan bahwa untuk lahan kritis / marjinal mencapai 24,3 juta hektar (Times Indonesia, 2017 sedangkan lahan kering mencapai 122,1 juta ha yang terdiri dari lahan kering masam seluas 108,8 juta ha dan lahan kering iklim kering seluas 13,3 juta ha dan lahan rusak pasca tambang mencapai 8 juta hektar. Kebun energi atau kebun biomasa perlu dibuat di area lahan-lahan tersebut bahkan bisa juga untuk berbagai tanaman pangan. Bahkan untuk saat ini ada yang spesies tanaman yang hanya bisa ekonomis di lahan-lahan tersebut.
Al Qur'an sebagai sumber ilmu, salah satunya telah mengajarkan bagaimana mendapatkan energi terbarukan dan berkelanjutan yang menyelamatkan manusia dan bumi. Menggali dan mengkaji ayat-ayat Al Qur'an secara detail dan mendalam akan menemukan berbagai petunjuk penting dalam mengarungi kehidupan. Hal ini semestinya menjadi motivasi dan inspirasi manusia dan terutama muslim untuk melakukan berbagai penelitian ilmiah yang bermanfaat. Selain itu Al-Qur'an juga memberikan dasar moral, etika, dan hukum yang kokoh untuk pengembangan ilmu dan teknologi yang seimbang serta bertanggung jawab.
Al-Qur'an secara eksplisit menekankan pentingnya ilmu. Hal ini terlihat dari ayat-ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang berisi perintah untuk membaca, dan kisah Adam yang diajari nama-nama segala sesuatu, menandakan keunggulan manusia karena ilmu pengetahuan. Al-Qur'an mendorong manusia untuk melakukan perjalanan dan observasi, sehingga dapat membuka pikiran untuk penemuan-penemuan ilmiah. Al-Qur'an memberikan pedoman agar ilmu yang dikembangkan digunakan untuk kebaikan dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral.





Tidak ada komentar:
Posting Komentar