Jumat, 30 Agustus 2013

Ekonomi Rendah Karbon Solusi Perubahan Iklim dan Lingkungan



Tingginya konsumsi bahan bakar fossil sebagai tumpuan aktivitas ekonomi saat ini telah menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan berupa terjadinya masalah perubahan iklim dan lingkungan. Akumulasi konsentrasi karbon dioksida di atmosfer yang telah melampaui ambang batas perlu untuk segera dikurangi menuju batas yang aman. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain : meningkatkan efisiensi energi berbagai peralatan dan mesin saat ini yang masih menggunakan bahan bakar fossil, menggunakan bahan bakar atau sumber energi terbarukan dan menyerap gas karbondioksida di atmosfer. Bila kita tinjau berdasarkan neraca karbon yang diemisikan maka menggunakan bahan bakar terbarukan atau subtitusi bahan bakar fossil dengan energi terbarukan merupakan carbon neutral, sedangkan penyerapan gas karbon dioksida di atmosfer merupakan carbon negative.

Ekonomi rendah karbon sebagai solusi perubahan iklim dan lingkungan adalah bagaimana sektor ekonomi didorong pada kondisi carbon neutral bahkan carbon negative. Energi biomasa adalah salah satu solusi untuk mewujudkan ekonomi rendah karbon tersebut. Ketersediaan bahan baku biomasa di Indonesia khususnya, sangat berlimpah dan baru sebagian kecil saja yakni kurang dari 5% yang dimanfaatkan sebagai sumber energi. Skenario pemanfaatan yang optimal dari biomasa menjadi bentuk energi yang ramah lingkungan adalah pertanyaan berikutnya ketika telah menjatuhkan pilihan untuk menggunakan sebagai sumber energi.

Teknologi pemadatan biomasa (biomass densification technology) menjadikannya produk pellet dan briket akan membuat biomasa tersebut efisien untuk ditransport dan sebagai sumber energi. Biomasa yang pada awalnya memiliki volume yang besar menjadi mampat dan volumenya mengecil ketika dipadatkan dengan teknologi tersebut. Teknologi ini sebenarnya telah dikenal lama dan juga telah banyak digunakan di berbagai tempat sedangkan kondisi kontemporer tentang perubahan iklim dan lingkungan ini membuatnya semakin menjadi perhatian dan memiliki peluang besar untuk dikembangkan lagi saat ini.  Pellet memiliki dimensi lebih kecil yakni dengan ukuran diameter kurang dari 2,5 cm sedangkan briket memiliki ukuran diameter lebih besar yakni lebih dari 2,5 cm.  Sebagai sumber energi pellet dan briket umumnya digunakan sebagai bahan bakar dari rumah tangga, industri kecil menengah bahkan hingga industri besar dan pembangkit-pembangkit listrik. Untuk meningkatkan kulitas bahan bakar biomasa pellet dan briket, teknologi torrefaksi (torrefaction) mulai digunakan, yakni torrefaksi lalu diikuti densifikasi.  
 

Rabu, 21 Agustus 2013

Gasifikasi Sekam Padi Untuk Pedesaan


Produksi padi Indonesia tahun 2008 sebanyak 59,9 juta ton gabah kering giling (GKG), dengan rata-rata prosentase sekam padi 25% /ton padi maka akan didapat 15 juta ton/tahun. Apabila kita menggunakan asumsi sekitar 70% sekam tersebut dapat terkumpul maka 10,5 juta ton/tahun sekam padi atau ekuivalen dengan 2,5 juta KL/tahun BBM atau 3,3 MWh/tahun listrik. Berbagai negara umumnya membuat unit gasifikasi sekam padi skala besar sedangkan untuk skala kecil dan menengah belum banyak dijumpai.  Mayoritas penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan akan membutuhkan unit gasifikasi tersebut terutama untuk skala kecil dan menengah yang ekuivalen dengan 3-30 kW.

Sekam padi dan tongkol jagung lebih cocok untuk sumber energi atau bahan kimia lainnya daripada sumber serat, sehingga pilihan untuk gasifikasi atau sumber energi adalah tepat. Output gasifikasi bisa berupa energi panas,energi mekanik maupun energi listrik. Aplikasi di pedesaan antara lain untuk penggilingan gabah, UKM, ataupun pompa untuk sawah. Sumber energi panas yakni dengan membakar gas output gasifikasi tersebut adalah skema terpendek dan tercepat untuk penerapan gasifikasi. Sedangkan untuk menghasilkan energi mekanik dan energi listrik konfigurasi unit gasifikasi akan lebih rumit mengingat adanya unit tambahan berupa pembersihan dan pendinginan gas. Gasifier type downdraft yang umum digunakan untuk menghasilkan energi mekanik dan listrik karena gas dihasilkan telah relatif bersih dari tar sedangkan untuk menghasilkan sumber panas gasifier type updraft akan lebih cocok karena rancangannya lebih sederhana.

Pemakaian gasifikasi di pedesaan sebagai sumber panas sangat disarankan. Pemakaian gasifikasi umumnya akan menghemat biaya bahan bakar karena harga sekam padi yang umumnya juga dikategorikan sebagai limbah juga sangat murah. Harga BBM yang terus meningkat juga otomatis akan meningkatkan biaya produksi berbagai produk barang maupun jasa. Subtitusi BBM dengan gasifikasi sekam padi akan menghemat biaya produksi secara signifikan dengan perkiraan bisa menghemat 50% atau lebih tergantung harga sekam padi di lokasi yang bersangkutan. Keuntungan dari sisi lingkungan antara lain berupa teratasinya masalah limbah, emisi gas pembakaran lebih bersih dan pemakaian bahan bakar terbarukan (carbon neutral).     

Dengan pembersihan gas yang baik, unit gasifier akan mampu menghasilkan listrik yag stabil. Gas yang bersih tersebut kemudian akan sebagai bahan bakar  IC engine (Internal combustion engine), yang selanjutnya akan menggerakkan genset dan menghasilkan listrik.  Sekam padi yang semula hanya ditumpuk dan dionggokkan dipinggir jalan selanjutnya akan menjadi bahan baku gasifier tersebut dan dikonversi menjadi listrik. Penerangan jalan, menggerakan pompa air maupun mesin penggilingan padi bisa dijalankan dengan listrik yang dihasilkan dari gasifier sekam padi tersebut. Secara umum teknologi  gasifier tersebut dapat diproduksi lokal dengan menggunakan workshop atau bengkel pabrikasi setempat, bisa dibesarkan unitnya sampai kapasitas tertentu sesuai keperluan, serta biaya investasi dan operasional terjangkau oleh penduduk lokal.  Dengan operasi dan perawatan yang baik, unit gasifier dapat berumur lebih dari 5 tahun, serta biaya investasi bisa kembali dengan dalam setahun, dengan operasi 8 jam/hari dan 365 hari dalam setahun.  Skema proses-nya akan terlihat seperti gambar dibawah ini :    


Jumat, 02 Agustus 2013

Upgrade Biomasa Dengan Torrefaksi Dan Densifikasi



Biomasa menempati peringkat keempat dalam jumlah sebagai sumber energi di dunia dan satu-satunya sumber energi berbasis karbon. Seiring terbatasnya jumlah energi fossil dan efek pemanasan global (carbon positive) peran energi terbarukan khususnya biomasa (carbon neutral) semakin besar dan diperhitungkan. Dtinjau dari ketersediannya, biomasa terutama kayu tersebar hampir di seluruh penjuru dunia dan hal ini yang membedakan dengan sumber energi fosil yang persebarannya hanya diberbagai daerah tertentu. 

Salah satu kekurangan biomasa sebagai sumber energi adalah nilai kalornya yang rendah, higroskopis dan fiber/serat dalam kayunya sulit dihancurkan. Dengan teknologi torrefaksi (torrefaction) berbagai kelemahan biomasa tersebut dapat diatasi. Unit torrefaksi (torrefaction)  JF BioCarbon kapasitas mulai  60 ton/hari hingga 200 ton/hari sangat cocok untuk kapasitas menengah pengolahan biomasa kayu di Indonesia.  Masalah lainnya yang dihadapi dengan biomasa pada skala besar adalah bidang logistiknya. Membawa barang bulky sangat memakan tempat sehingga boros dan tidak ekonomis. Hal ini perlu diatasi dengan densifikasi atau pemadatan produk torrefaksi biomasa kayu yang dihasilkan. Bentuk pellet dan briket adalah produk ideal yang populer untuk mengatasi keterbatasan transportasi tersebut.  


Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...