Jumat, 14 September 2018

Baggase Pellet dan EFB Pellet Untuk Bahan Bakar Pembangkit Listrik

Baggase pellet dan EFB pellet adalah kelompok pellet limbah pertanian (agro-waste pellet) yang kualitasnya dibawah wood pellet. Tidak semua pembangkit listrik bisa menggunakan kedua jenis pellet diatas. Hal ini karena pellet limbah-limbah pertanian umumnya memiliki kadar abu yang besar dan kandungan kimia abu yang tidak bisa diterima oleh jenis teknologi pembangkit listrik tertentu. Pada umumnya pellet limbah pertanian (agro-waste pellet) memiliki kandungan potassium (kalium) yang tinggi dengan titik leleh rendah dan klorin yang korosif, sehingga tidak cocok untuk pembangkit tipe pulverized combustion system. Pulverized combustion system beroperasi pada suhu tinggi yakni 1000-1100 C. Pembangkit listrik yang beroperasi dengan suhu lebih rendah seperti gasifikasi dan fluidized bed combustion (FBC) bisa menggunakan bahan bakar baggase pellet dan EFB pellet. Cangkang sawit (palm kernel shell) juga cocok untuk jenis teknologi pembakaran tersebut, sedangkan wood pellet karena berasal dari kayu-kayuan (woody biomass) bisa digunakan untuk bahan bakar pulverized combustion system.

Baggase dan baggase pellet
EFB dan EFB Pellet
Baik baggase pellet maupun EFB pellet keduanya bisa diproduksi di Indonesia karena bahan bakunya banyak tersedia. Bahkan untuk EFB pellet potensinya sangat besar mengingat luasnya perkebunan sawit dan banyaknya pabrik kelapa sawit di Indonesia. Dengan luas perkebunannya diperkirakan mencapai 12 juta hektar dan 600 an pabrik kelapa sawit maka Indonesia adalah produsen CPO (crude palm oil) terbesar di dunia saat ini diikuti Malaysia di urutan no 2. EFB atau tandan kosong sawit mencapai porsi 22% dari kapasitas pabrik sawit sedangkan 1 ton gula menghasilkan limbah 3 ton baggase. Untuk produksi gula tebu, Indonesia masih tertinggal apalagi dengan Brazil. Luas perkebunan tebu Brazil 9 juta hektar dengan produksi gula 29 juta ton, sedangkan Indonesia hanya sekitar 0,5 juta hektar dengan produksi gula dikisaran 2 juta ton. Baggase pellet juga sudah diproduksi di Brazil, yakni oleh perusahaan Cosan dengan kapasitas 175 ribu ton/tahun (14,6 ribu ton/bulan) dan di eksport ke Jepang. 
Walaupun pembangkit listrik dengan teknologi gasifikasi dan fluidized bed combustion tidak sebanyak pulverized combustion system, tetapi seiring meningkatnya kesadaran pada energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable) maka dalam waktu tidak lama lagi juga diprediksi juga akan meningkat. Hal ini karena pembangkit listrik dengan teknologi gasifikasi dan fluidized bed combustion (< 50 MW)  pada umumnya juga tidak sebesar pembangkit listrik pulverized combustion system (>50 MW). Walaupun berukuran kecil tetapi jika jumlahnya banyak juga akan menimbulkan permintaan terhadap agrowaste pellet, seperti baggase pellet dan EFB pellet bahkan cangkang sawit (palm kernel shell). Pada era mendatang pembangkit listrik juga akan semakin kecil, tetapi tersebar dan banyak, bahkan saking kecilnya setiap rumah tangga bisa memiliki pembangkit listrik sendiri, karena hanya berukuran sebesar kulkas, untuk lebih detail bisa dibaca disini

Jumat, 07 September 2018

Produksi Pharmaceutical Grade Activated Carbon

Surface area atau luas permukaan adalah salah satu parameter penting untuk activated carbon. Tetapi parameter surface area tidak selalu mewakili kualitas dan penggunaan activated carbon tersebut. Hal ini karena terkait dengan ukuran molekul yang hendak dijadikan target penjerapan dari activated carbon tersebut. Activated carbon memiliki struktur ukuran pori dan distribusi yang berbeda-beda tergantung dari bahan baku dan proses produksi. Ukuran pori tersebut meliputi micropore (adsorption section, < 2 nm), mesopore (transport pores, 2-50 nm) dan macropore (access pores, 50-1000 nm). Tipikal komersial activated carbon memiliki internal surface area sekitar 1000 m2/gram dengan internal volume pori-pori 0,3-3 ml/gram. Suatu molekul tertentu dengan ukuran tertentu hanya bisa masuk ke pori-pori activated carbon tersebut apabila ukurannya lebih kecil, begitu juga sebaliknya. Target molekul yang akan dijerap dengan ukurannya harus disesuaikan dengan jenis activated carbon yang digunakan. 
Penggunaan activated carbon sebagai obat tercatat dimulai sejak penggunaan arang sebagai obat yang telah dilakukan pada zaman Yunani kuno. Penggunaannya saat itu untuk mengobati masalah pencernaan dan bahkan berlanjut hingga hari ini seperti mengatasi masalah over dosis obat di dalam perut. Seiring perkembangan zaman maka produk activated carbon bisa menggantikan penggunaan arang tersebut. Salah satu penggunaan penting activated carbon di bidang farmasi lainnya adalah untuk depyrogenasi larutan-larutan untuk infeksi-infeksi hypodermic. Larutan-larutan tersebut banyak terkontaminasi racun-racun bakteri tidak bisa dihilangkan dengan penyaringan (filtrasi) maupun dengan sterilisasi. Racun-racun tersebut memiliki reaksi-reaksi akut dengan makhluk hidup dan mengakibatkan kenaikkan suhu tubuh. Activated carbon ketika digunakan memiliki efek depyrogenation dan dapat digunakan langsung untuk hal tersebut. Hanya activated carbon dengan kemurnian tinggi yang bisa digunakan sehingga tidak mempengaruhi atau menimbulkan reaksi-reaksi lain dengan larutan tersebut. Pemurnian (purifikasi) dan penghilangan warna (decolorisasi) senyawa-senyawa seperti glycerol, asam laktat dan garam-garamnya, betaine, asam glutamat, serta tartaric acid dan garam-garamnya pada umumnya menggunakan activated carbon.

“Allah telah menurunkan penyakit dan juga obatnya. Allah menjadikan setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah, namun jangan berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Daud no. 3874. Sanad hadits ini dho’if kata Al Hafizh Abu Thohir).

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari obat yang khobits (yang haram atau kotor).” (HR. Abu Daud no. 3870, Tirmidzi no. 2045 dan Ibnu Majah no. 3459. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Keprihatinan akan minimnya obat-obatan halal juga seharusnya menjadi motivasi tersendiri bagi para muslimin untuk memproduksi berbagai obat-obatan sendiri. Obat seperti halnya makanan dan minuman yang masuk ke perut kita tersebut tidak sembarangan saja kita konsumsi. Kehalalan produk-produk tersebut jauh lebih penting daripada manfaat atau khasiat yang diharapkan, sehingga harus benar-benar kita perhatikan (QS 80 : 24-32). Nabi Muhammad SAW memerintahkan para pengikutnya juga hanya berobat dengan sesuatu yang halal seperti dua hadist diatas. Activated carbon bisa digunakan sebagai obat maupun sebagai bahan pembantu untuk produksi berbagai berbagai macam obat-obatan juga harus dipastikan kehalalannya juga. Hal ini karena secara teknis activated carbon bisa diproduksi dari bahan yang haram misalnya tulang babi. Tentu hal ini masih membutuhkan banyak perjuangan kaum muslimin dengan penuh kesungguhan dan kesabaran sehingga benar-benar mendapatkan obat-obatan yang dibutuhkan jelas kehalalannya. 
Rotating Kiln Untuk Steam (Physical) Activation
Produksi activated carbon untuk penggunaan di sektor pangan dan farmasi atau obat-obatan hanya bisa dilakukan dengan aktivasi fisika yang sebagian besar menggunakan kukus (steam). Hal ini karena apabila menggunakan aktivasi kimia seperti dengan H3PO4, ZnCl2 dan KOH, maka dikhawatirkan terjadi kontaminasi produk activated carbon yang dihasilkan. Proses produksi dengan aktivasi fisika juga lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan aktivasi kimia. Selain itu untuk mendapatkan activated carbon dengan kemurnian tinggi maka kandungan-kandungan mineral dalam abunya seperti Ca, Mg, Si, Fe dan sebagainya juga harus diminimalisir seminimal mungkin bahkan kalau bisa bisa dihilangkan sama sekali. Proses penghilangan mineral-mineral pada abu tersebut dilakukan setelah proses aktivasi dengan pencucian. Sedangkan pada proses produksi activated carbon secara efisien sehingga sangat ekonomis, sebaiknya menggunakan unit pirolisis (karbonisasi) kontinyu sehingga selain dihasilkan arang sebagai produk utama, juga produk-produk samping yang bisa digunakan sebagai sebagai sumber energi, dan untuk lebih detail bisa dibaca disini

Senin, 03 September 2018

Produksi Activated Carbon Dari Cangkang Sawit

Selain bisa langsung digunakan sebagai bahan bakar, untuk produksi arang maupun produk torrified, cangkang sawit juga bisa diolah untuk nilai tambah lebih tinggi yakni menjadi arang aktif (activated carbon). Salah satu keunggulan activated carbon dari cangkang sawit selain porsi micropore yang mayoritas yakni lebih dari 80%. Hal ini membuatnya cocok untuk menangkap (recovery) emas dan perak dari larutannya. Hal lain yang membuatnya cocok untuk aplikasi tersebut yakni karena tingkat kekerasannya. Activated carbon dari cangkang sawit akan memiliki karakteristik mirip dengan activated carbon dari tempurung kelapa. Bentuk granul adalah activated carbon yang biasa digunakan untuk recovery emas dan perak tersebut. Bentuk granul dibuat dengan cara menghancurkan baik tempurung kelapa maupun cangkang sawit hingga ukuran tertentu. 
Rotating Kiln Untuk Steam (Physical) Activation 
Produksi cangkang sawit Indonesia dan Malaysia sangat besar, yakni lebih dari 15 juta ton setiap tahunnya yang berasal dari limbah pabrik kelapa sawit. Ada sekitar 17 juta hektar perkebunan sawit dari kedua negara tersebut sebagai sumber kelapa sawit dan merupakan yang terbesar di dunia saat ini. Pemanfaatan cangkang sawit bisa dioptimalkan untuk produksi activated carbon tersebut. Permintaan activated carbon diprediksi terjadi peningkatan sekitar 10% pertahun dan kebutuhan mencapai hampir 4 juta ton pada tahun 2021 senilai 8,12 milliar USD (, sedangkan data pada tahun 2015 tercatat produksi activated carbon global sekitar 2,7 juta ton senilai 4,74 milliar USD. Powdered activated carbon (PAC) memiliki pangsa pasar terbesar diikuti granular activated carbon (GAC). Tingginya kebutuhan PAC terutama didorong oleh kebutuhan di sejumlah industri seperti kimia, petrokimia, makanan dan minuman untuk aplikasi  decolorizarion dan deodorization. Lebih khusus lagi penggunaan pada fase cair memiliki porsi terbesar. Dan kawasan Asia Pasifik adalah lokasi pasar terbesar untuk activated carbon tersebut. Lokasi Indonesia dan Malaysia yang kaya bahan baku cangkang sawit juga di kawasan Asia Pasifik, artinya produsen dan pasar bisa dalam satu kawasan, sehingga juga seharusnya menjadi pemain utama komoditas ini. 
Seiring kesadaran terhadap kelestarian yang semakin besar produksi activated carbon dari bahan baku terbarukan akan semakin ditingkatkan. Perlu diketahui bahwa produksi activated carbon dunia saat ini masih didominasi activated carbon dari bahan baku tidak terbarukan (non-renewable) yang mencapai hingga 80% dan sebagian diproduksi di negara-negara barat. Produksi activated carbon dapat dilakukan secara aktivasi kimia maupun fisika. Aktivasi kimia tidak begitu banyak dilakukan pada skala industri karena terkait polusi lingkungan yang ditimbulkannya, walaupun yield lebih besar dan suhu operasi yang digunakan lebih rendah. Aktivasi fisika terutama dengan steam paling banyak dilakukan dan tipe aktivasi ini yang cocok untuk cangkang sawit. Rotary kiln adalah alat yang paling banyak digunakan untuk aktivasi steam atau fisika tersebut. 
Sebelum diaktivasi cangkang sawit dibuat menjadi arang. Proses produksi arang sebagian besar masih tradisional, yang membuat terjadinya banyak polusi udara, yield kecil dan kehilangan energi yang besar. Modernisasi teknologi untuk produksi arang perlu dilakukan untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas. Pirolisis atau karbonisasi kontinyu adalah teknologi untuk produksi arang yang merupakan bahan baku arang aktif tersebut. Dengan pirolisis atau karbonisasi kontinyu tersebut juga akan membuat proses produksi activated carbon menjadi sangat efisien. Hal tersebut karena salah satu komponen biaya tertinggi untuk proses produksi activated carbon bisa dicukupi dari produks samping pirolisis kontinyu yakni syngas dan biooil. Untuk lebih detail bisa dibaca disini

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...