Kamis, 20 Desember 2018

Ketika Perkebunan Sawit Diintegrasikan Dengan Peternakan Domba

Ketika konsumsi pupuk untuk perkebunan sawit bisa dikurangi bahkan dieliminasi dan digantikan dengan pupuk organik yang murah maka otomatis biaya produksi kelapa sawit bisa ditekan. Hal ini karena biaya pupuk adalah salah satu komponen biaya tertinggi produksi kelapa sawit. Selain pupuk untuk perkebunan kelapa sawit tidak di subsidi juga hampir semua menggunakan pupuk kimia. Hal inilah yang menjadi faktor biaya tinggi tersebut selain juga pupuk kimia juga merusak lingkungan khususnya untuk jangka panjang. 
Ketika biaya produksi kelapa sawit tinggi sedangkan harga jual produk minyak mentahnya atau CPO (crude palm oil) rendah tentu membuat usaha perkelapa sawitan kurang menarik atau kurang menguntungkan. Tercatat dalam 10 tahun belakangan terjadi fluktuasi harga jual kelapa sawit yang tinggi. Faktor harga jual CPO sebagai produk akhir sebagian besar pabrik kelapa sawit Indonesia yang rendah juga turut menekan harga jual kelapa sawit tersebut. Info terbaru seperti kawasan Uni Eropa yang menolak CPO Indonesia adalah kondisi mempersulit penjualan atau export CPO. 

Grafik harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, diambil dari sini

Grafik harga CPO, diambil dari sini 
Dari sisi produksi untuk menekan biaya produksi adalah peningkatan efisiensi khususnya mengurangi komponen biaya tinggi khususnya pupuk kimia non subsidi tersebut. Integrasi perkebunan kelapa sawit dan peternakan domba menjadi solusinya. Kotoran-kotoran domba digunakan untuk pupuk perkebunan kelapa sawit. Dengan area perkebunan sawit yang mencapai ribuan hektar bisa mengalokasikan 5-10% luas lahan tersebut untuk peternakan domba tersebut. Semakin banyak pupuk kimia non subsidi bisa direduksi semakin berkurang biaya produksi tetapi selain itu sebenarnya peternakan domba itu sendiri bisa mendatangkan keuntungan lebih menarik. Indonesia yang masih defisit daging serta konsumsi rendah perkapita terhadap daging juga bisa diatasi dengan peternakan ini. Beberapa waktu lalu ada rencana pemerintah untuk mengimport daging kerbau 100 ribu ton dari India untuk menutup defisit tersebut, sehingga seharusnya hal ini bisa diatasi juga dengan peternakan tersebut. Pasar export domba juga menjanjikan yakni seperti Arab Saudi yang membutuhkan sekitar 2 juta ekor setiap tahunnya dan seperempatnya (500 ribu ekor) pada musim haji. Domba ini juga bisa menjadi harta terbaik muslim, lebih detail baca disini.

Dengan luas perkebunan sawit Indonesia yang mencapai 12 juta hektar tentu sangat mungkin mencapai swasembada daging dengan mengintegrasikanya dengan peternakan domba. Selain itu tentu pemerintah seharusnya mengupayakan kemajuan industri sawit sebagai bagian mensejahterakan rakyatnya. Tentu saja dengan solusi jitu yang bisa dilakukan seperti atase-atase perdagangan di luar negeri bisa di instruksikan untuk promosi sawit Indonesia. Dan pada akhirnya semakin efisien produksi dan semakin besar permintaan produk sawit maka harga kelapa sawit berikut produk sawitnya juga meningkat serta memberi keuntungan yang lebih menarik bagi para petani dan pengusahanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...