Disinilah kembali biomasa menjadi solusi. Ketika peningkatan kualitas air dan udara menjadi perhatian penting, maka arang aktif (activated carbon) menjadi pilihan. Walaupun saat ini sebagian besar atau sekitar 80% activated carbon masih berasal dari batubara, tetapi seiring meningkatnya kesadaran lingkungan maka bahan baku terbarukan semakin meningkat porsi penggunaannya. Tempurung kelapa adalah bahan yang sangat populer untuk produksi activated carbon dan Indonesia juga sebagai pemilik perkebunan kelapa terbesar di dunia. Cangkang sawit maupun berbagai biomasa yang lain juga merupakan bahan baku potensial activated carbon. Untuk mengurangi emisi mercuri dan udara tercemar dari pembangkit listrik batubara sebagai contoh US EPA (Enviromental Protection Agency) telah membuat peraturan untuk ambang batas merkuri dan udara tercemar untuk pembangkit tersebut. Pada kendaraan bermotor pemakaian canister (catalytic converter) juga akan meningkatkan kualitas emisi gas buangnya. Sedangkan untuk kualitas air minum sebagai contoh Disinfectants and Disinfection Byproducts di Amerika juga telah mengatur konsentrasi sejumlah bahan kimia yang diperbolehkan dalam air minum. Hal-hal di atas mendorong penggunaan activated carbon sebagai solusi.
Sedangkan untuk mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer serta untuk menyerap gas CO2 dari atmosfer kembali biomasa sebagai solusi. Biomasa adalah bahan bakar carbon neutral sehingga tidak menambah konsentrasi CO2 di atmosfer karena produksi biomasa tersebut merupakan hasil photosintesis. Wood pellet dan PKS adalah bahan bakar dari biomasa yang sangat populer saat ini karena bisa mengurangi bahkan menggantikan pemakaian batubara pada pembangkit listrik maupun boiler di industri. Penyerapan CO2 dari atmosfer dilakukan oleh tumbuh-tumbuhan yang juga merupakan sumber biomasa. Biochar atau arang dari tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk pertanian juga bisa menyerap CO2 dari atmosfer. Produksi wood pellet dari kebun energi juga akan memperbaiki kualitas tanah. Lahan-lahan yang gersang dan tandus pun akan menghijau subur dan bisa menyimpan air dan terhindar dari erosi akibat pengelolaan kebun energi tersebut. Integrasi dengan peternakan domba, kambing maupun sapi dengan kebun energi tersebut akan mengoptimalkan hasil kebun energi tersebut. Perkebunan besar akan peternakan besar semestinya bisa diintegrasikan, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Dengan integrasi tersebut sektor pangan dan konservasi lahan juga menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan.
Kebutuhan wood pellet dunia diprediksi akan mencapai 50 juta ton pada 2024 sedangkan PKS juga mencapai 10 juta ton pada 2022 Pasar terbesar untuk bahan bakar biomasa terutama Eropa mengacu pada program Renewable Energy Directive (RED) dengan komposisi mencapai 30% pemakaian energi terbarukan pada tahun 2030 dan biomasa mendapat porsi mayoritas yakni 80% dari energi terbarukan. Dua negara yakni Jepang dan Korea adalah pengguna bahan bakar biomasa terbesar di Asia. PKS yang memiliki banyak kemiripan dengan wood pellet dan hanya diproduksi pada daerah penghasil kelapa sawit terutama Indonesia dan Malaysia adalah kompetitor utama wood pellet dan banyak digunakan di Jepang dan Korea. Beberapa waktu lalu sejumlah negara di Eropa juga telah menggunakan PKS dari Indonesia dan potensi juga sangat besar bagi Indonesia yang berada di kawasan tropis untuk produksi wood pellet dari kebun energi. Sedangkan untuk activated carbon pasar atau pengguna terbesarnya adalah kawasan Asia Pasifik dengan China sebagai exporter terbesarnya. Proyeksi produksi activated carbon mencapai hampir 3 juta ton pada 2020 dengan senilai 4.46 juta US dollar. Jepang dan Korea juga sebagai pengguna activated carbon terbesar. Urutan kedua pasar atau pengguna activated carbon adalah kawasan Amerika Utara, terutama didorong peraturan penurunan merkuri dan peningkatan kualitas air minum. Tumbuhnya industrialisasi di Indonesia serta melimpahnya bahan baku biomasa seharusnya juga meningkatkan produksi activated carbonnya bahkan dengan target memenuhi pasar export terutama di kawasan Asia Pasifik.