Rabu, 10 Juli 2019

Startup Business Berbasis Kebun Energi

Startup business menjadi trend hari ini dan tidak sedikit khususnya kalangan muda yang sangat tertarik dengan pola bisnis ini. Teknologi informasi berupa internet telah memudahkan menjalankan bisnis startup tersebut. Hari ini kita bisa saksikan bahwa dengan pola startup tersebut sejumlah perusahaan besar telah exist dan berdiri dengan menjual produk dan layanannya. Produk inovatif yang bisa memberi solusi jitu dari berbagai permasalahan yang ada akan perusahaan tersebut terus exist dan berkembang. Tetapi ternyata menjalankan dan mengembangkan startup business ini juga bukan hal mudah dan tanpa kendala. Faktanya sampai saat ini kemungkinan startup muncul dan mampu bertahan hanya 8% artinya dari 100 startup muncul hanya 8 startup saja yang bisa bertahan sampai tahun kedua. Bahkan kalau dihitung hingga tahun kelima, hanya 2 startup saja yang bisa bertahan. Tetapi fakta diatas bukan halangan sehingga menurunkan semangat untuk terus menekuni startup business tersebut justru sebaliknya menjadi penyemangat tentang perlunya ilmu dan bekal yang cukup sehingga bahkan memperbaiki kondisi tersebut.

Sama halnya dengan bisnis pada umumnya, bisnis startup juga akan senantiasa bisa bertahan dan berkembang bila memang terus dibutuhkan oleh konsumen. Ada sejumlah komoditas mendasar yang akan selalu terus dibutuhkan diantaranya yaitu pangan dan energi. Kebutuhan pangan dan energi selalu berbanding lurus dengan populasi manusia. Energi terbarukan khususnya berbasis biomasa yang juga menjadi salah satu fokus dari blog ini, memiliki prospek cerah dimasa mendatang. Kebun energi bisa menjadi basis untuk sebuah startup business. Kebun energi selain memiliki manfaat yang besar bagi lingkungan, juga memiliki manfaat ekonomi dan sosial. Selain itu pada faktanya implementasi kebun energi juga saat ini belum ada yang menggarap secara profesinal, sehingga perlu akselerasi. Pada tahap awal startup bisa fokus pada komoditas yang mudah dan dibutuhkan pasarnya, seperti skema dibawah ini.
Startup Business Berbasis Kebun Energi Tahap 1
Kebun energi memiliki sejumlah output yang bisa dikomersialkan atau dijual, yakni kayu  untuk bahan baku wood pellet, daun untuk pakan ternak dan bunga untuk produksi madu. Sejumlah output atau hasil panen tersebut jelas akan memaksimalkan keuntungan kebun energi tersebut. Luasnya lahan tidur, lahan kritis dan sejumlah lahan tidak produktif yang mencapai puluhan juta hektar adalah tantangan tersendiri untuk implementasi kebun energi tersebut. Semakin banyak lahan dimanfaatkan dan semakin tinggi tingkat keuntungan yang didapat maka tentunya akan semakin banyak para investor berinventasi pada sektor ini. Program swasembada daging dari produksi dalam negeri juga semakin terbantu dan bisa diakselerasi dengan hijauan pakan ternak dari daun kebun energi tersebut. Kebun energi dengan menggunakan tanaman kelompok leguminoceae (polong-polongan) seperti kaliandra dan gamal/gliricidae, dengan akar yang bersimbiosis dengan azetobacter sehingga bisa mengikat nitrogen dari atmosfer membuat daun-daunnya kaya protein sehingga menjadi pakan bergizi bagi ternak.
Startup Business Berbasis Kebun Energi Tahap 2
Pada tahap 2 seperti skema diatas keuntungan yang didapat bisa lebih ditingkatkan lagi. Hal tersebut karena perusahaan tidak hanya memproduksi bahan mentah yang digunakan industri lain tetapi lebih jauh lagi, yakni menghasilkan produk jadi yang siap dikonsumsi. Walaupun demikian panjangnya mata rantai proses produksi memang menjadikan tanggungjawab produsen semakin besar dan kompleks. Startup business yang sudah berpengalaman atau sudah melampaui skema tahap 1 biasanya akan lebih mudah untuk menjalankan tahap 2. Pasar untuk tahap ini juga sebagian besar untuk eksport karena sampai saat ini pasar dalam negeri belum siap, misalnya wood pellet untuk bahan bakar pembangkit listrik berteknologi fulidized bed combustion. PKS (palm kernel shell) atau cangkang sawit saat ini telah banyak digunakan untuk untuk pembangkit listrik tersebut, dan karena ketersediaan juga terbatas akan sangat mungkin pada era mendatang wood pellet dari kebun energi sebagai penggantinya.

Pasar bahan bakar biomasa khususnya PKS dan wood pellet sangat terbuka khususnya pasar export. Jepang dan Korea adalah konsumen bahan bakar biomasa terbesar saat ini untuk kawasan Asia, untuk lebih detail tentang karakteristik pasar Jepang dan Korea bisa dibaca disini. Sedangkan Eropa dengan program RED (Renewable Energy Directive) II pada tahun 2030 mentargetkan bahwa hampir 1/3 konsumsi energi berasal dari energi terbarukan dengan bahan bakar biomasa mendapat porsi 80%. Jumlah tersebut tentu sangat besar, dengan kondisi saat ini saja Eropa masih membutuhkan sekitar 5 juta ton wood pellet padahal RED I yang berlaku sampai 2020 hanya mentargetkan 20% konsumsi energi dari energi terbarukan dan biomasa mendapat porsi 80%.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...