Banyaknya tanah-tanah masam di Indonesia yang dipergunakan untuk area perkebunan sawit membuat produktivitas buah sawit atau TBS yang dihasilkan tidak maksimal. Tanah-tanah masam dengan pH rendah tersebut membuat penyerapan unsur hara ke tanaman rendah dan begitu pula aktivitas mikroba tanah yang banyak berperan untuk kesuburan tanah. Kondisi ini seharusnya tidak boleh dibiarkan karena selain membuat budidaya perkebunan sawit tidak optimal juga pupuk yang digunakan juga akan banyak. Hal tersebut membuat biaya operasional budidaya perkebunan sawit menjadi tinggi. Biochar adalah produk pirolisis biomasa yang efektif dan efisien mengatasi masalah tersebut. Dengan jumlah limbah biomasa yang dihasilkan pabrik sawit atau pabrik CPO yang berlimpah sebagai bahan baku biochar seharusnya upaya perbaikan kualitas tanah perkebunan tersebut mudah dilakukan dan bahkan telah menjadi standar operasional perkebunan tersebut. Tetapi faktanya tidak demikian.
Mengapa biochar belum digunakan untuk perbaikan kualitas tanah sehingga meningkatkan produksi buah sawit atau TBS tersebut ? Masih kurangnya informasi dan edukasi tentang manfaat dan penggunaan biochar adalah faktor utamanya. Hal tersebut tentu saja membuat aplikasi biochar di perkebunan sawit belum dilakukan walaupun pabrik sawit mempunyai limbah biomasa berlimpah seperti tandan kosong sawit dan fiber yang umumnya belum dimanfaatkan dan menimbulkan masalah lingkungan. Prioritas untuk mengolah tandan kosong sawit dibanding produk lainnya seperti pellet tankos (EFB pellet) atau kompos juga perlu pertimbangan tersendiri. Pilihan terbaik tentu saja berdasarkan kajian yang komprehensif sesuai karakteristik bisnis atau usaha yang ingin dibangun. Mempertimbangkan tidak hanya manfaat ekonomi yang jangka pendek, tetapi juga manfaat lingkungan dan jangka panjangnya.
Secara kuantitatif peningkatan produksi buah sawit atau TBS meningkat minimal 20% dengan aplikasi biochar adalah sesuatu yang wajar. Dan peningkatan produksi buah 20% juga akan menghasilkan keuntungan yang besar. Sejumlah komoditas pertanian lain bisa ditingkatkan produktivitasnya 30%, 40% bahkan lebih dari 100%. Masih rendahnya produktivitas buah sawit di Indonesia, bisa ditingkatkan dengan aplikasi biochar tersebut yang terutama sangat efektif perbaikan kualitas tanah perkebunan sawit tersebut. Apalagi sekitar 80% komponen biaya produksi minyak sawit (CPO) adalah berasal di perkebunannya, dan 20% di sektor pengolahannya (pabrik sawit). Biaya operasional perkebunan pabrik sawit terutama pupuk juga bisa dikurangi dengan penggunaan biochar tersebut. Prioritas pengembangan BBN (bahan bakar nabati) juga semakin baik jika volume bahan baku BBN meningkat seperti CPO. Hal ini semakin terlihat strategisnya peran biochar tersebut. Selain itu dari aspek perubahan iklim, biochar juga akan menyerap konsentrasi CO2 di atmosfer atau mengurangi konsentrasi gas rumah kaca, sebagai solusi masalah dunia saat ini.Sedangkan dari sisi pabrik sawit, keuntungan lain yang didapat dari produksi biochar tersebut adalah penggunaan excess energy dari proses pyrolysis atau produksi biochar bisa sebagai sumber energi bagi boiler. Boiler feed water (BFW) juga akan mengalami preheating dua kali ketika digunakan untuk pendingin pada kondenser pyrolysis dan selanjutnya economizer pada boiler. Dengan cara tersebut energi yang dibutuhkan boiler semakin berkurang. Ketika sumber energi boiler menggunakan sumber energi dari pyrolysis tersebut, ini berarti cangkang sawit (PKS/palm kernel shell) bisa diambil dan digunakan untuk hal lain bahkan bisa langsung dijual untuk pasar lokal maupun export. Kendala utama pengembangan usaha pada industri sawit terutama ketersediaan sumber energi. Jika sumber energi tersedia pengembangan usaha berbasis kelapa sawit sangat terbuka dan bervariasi, seperti produksi turunan CPO, pengolahan lanjut cangkang sawit, produksi PKO, produksi turunan PKO, pembangkit listrik biomasa dan sebagainya.