Minggu, 19 Desember 2021

Briquette Untuk Industri Tekstil 

Seiring tuntutan untuk menjadi industri yang ramah lingkungan memasuki era dekarbonisasi ini maka sejumlah industri mulai beralih menggunakan energi terbarukan pada proses produksinya dan tidak terkecuali pabrik atau industri tekstil. Tentang urgensi boiler biomasa bisa dibaca disini. Sejumlah boiler digunakan pada industri tekstil tersebut dengan jenis boiler yang menggunakan tungku statis (static grate) dan dinamis (moving grate).  Ditinjau dari sisi operasional tungku yang dinamis (moving grate) lebih mudah dan efisien karena proses pembakaran bisa lebih sempurna. Selain spesifikasi bahan bakar pada umumnya seperti nilai kalor, kadar air, kadar abu dan sebagainya, ukuran dan bentuk bahan bakar juga menjadi faktor penting pada efisiensi pembakaran tersebut. Wood pellet dengan ukuran diameter pada umumnya 6 mm dan 8 mm serta cangkang sawit dengan ukuran sekitar 1 cm sampai 5 cm kadang kurang pas untuk jenis boiler tersebut. Untuk kondisi tersebut briquette bisa sebagai solusinya. Ukuran briquette selain lebih besar juga lebih beragam termasuk juga teknologi pembriketan yang digunakan, untuk lebih detail pada teknologi pembriketan bisa baca disini.

Limbah biomasa baik industri pengolahan kayu maupun limbah pertanian seperti sekam padi bisa digunakan untuk bahan baku briket tersebut. Bentuk briquette seperti kepingan (puck) atau silinder maupun oktagonal pendek-pendek bisa sebagai solusi untuk boiler jenis tertentu. Saat ini masih banyak limbah-limbah kayu tersebut yang belum dimanfaatkan bahkan sampai mencemari perairan seperti sungai yang bisa dimanfaatkan untuk produksi briket tersebut, lebih detail bisa dibaca disini. Sedangkan padi sebagai sumber makanan pokok penduduk Indonesia juga menghasilkan limbah berupa sekam padi yang banyak. Produksi padi Indonesia tahun 2008 diperkirakan mencapai 59,9 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan komposisi sekam 25% berarti potensi sekam mencapai 15 juta ton/tahun. Walaupun jumlahnya berlimpah tetapi umumnya pemanfaatannya masih belum optimal, hal itu karena sekam padi memiliki bulk density rendah dan nilai kalornya relatif kecil karena tingginya kandungan abu. Memang dengan teknologi pemadatan biomasa seperti pembriketan ini limbah biomasa tersebut menjadi mudah dimanfaatkan, hemat untuk transportasi jarak jauh dan mengatasi masalah pencemaran lingkungan. 

Sedangkan di Indonesia hampir semua briket yang diproduksi adalah tipe screw extrude yang sebenarnya tidak terlalu cocok untuk solusi boiler tersebut. Hal tersebut karena tipe briket ini selain bentuknya panjang dan juga perlu energi atau daya listrik yang besar untuk proses produksinya. Memotongnya menjadi ukuran kecil-kecil akan menjadi tambahan pekerjaan tersendiri. Sedangkan pada tipe mechanical press untuk mendapatkan potongan-potongan kecil hingga bentuk kepingan (puck) mudah dilakukan dan juga dengan kebutuhan daya listrik lebih kecil. Sebagai perbandingan pada briket tipe screw extrude untuk menghasilkan 1 ton briket dibutuhkan listrik sekitar 100 kW sedangkan pada mechanical press untuk menghasilkan 1 ton briket dibutuhkan listrik hanya 50 kW atau setengahnya. Selain itu apabila menggunakan bahan baku abrasif seperti sekam padi yang memiliki kandungan silika tinggi untuk mesin briket tipe screw extrude hanya akan berumur pendek, sedangkan mechanical press jauh lebih panjang umur pakainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...