Senin, 15 April 2024

Bisnis Protein Pakan Ternak dari Produk Samping Pabrik Sawit

Pakan ternak adalah mata rantai pangan bagi manusia. Kebutuhan pakan juga akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk atau populasi manusia. Bahkan sejumlah perusahaan pakan ternak memiliki pabrik-pabrik pakan ternak dengan kapasitas produksi sangat besar atau jutaan ton setiap tahunnya, untuk lebih detail baca disini. Diprediksi populasi manusia akan berjumlah 9 milyar jiwa pada 2050. Sembilan milyar orang yang diprediksi tinggal di planet bumi tahun 2050 tersebut, butuh tambahan protein 250 juta ton per tahun atau naik 50% dibandingkan hari ini. Kebutuhan protein tersebut akan bisa dipenuhi salah satunya dari sektor peternakan dan supaya industri peternakan bisa mencapai targetnya maka dibutuhkan industri pakan ternak.

Tidak hanya untuk manusia, protein juga merupakan salah satu unsur utama bagi pakan ternak dan diantara unsur-unsur pakan ternak protein paling mahal. Hal inilah mengapa produksi protein untuk pakan ternak merupakan hal penting bagi industri pakan pada khususnya atau industri peternakan pada umumnya. Dunia khususnya Eropa kekurangan unsur protein pakan ternak tersebut. Hal inilah mengapa ada organisasi di Eropa yang mendorong penggunaan serangga sebagai sumber protein pakan tersebut yakni IPIFF (International Platform of Insects for Food and Feed). Jenis serangga yang diijinkan untuk dikembangbiakkan oleh komisi Eropa untuk maksud tersebut meliputi hanya 7 spesies serangga yakni 3 jenis jangkrik, 2 jenis ulat dan 2 jenis lalat. Selain telah menentukan dan melegitimasi beberapa jenis serangga tersebut, ternyata protein dari serangga tersebut tidak 100% untuk pakan ternak, tetapi sekitar 30% untuk pangan yang dikonsumsi manusia. 

Bungkil sawit (PKE / Palm Kernel Expeller)  adalah produk samping atau limbah dari pabrik minyak kernel sawit atau PKO (palm kernel oil) dengan kandungan protein berkisar 15%. Dibandingkan pabrik CPO, pabrik PKO lebih sedikit. Hal ini karena tidak semua pabrik CPO juga memiliki pabrik PKO. Diperkirakan perbandingan pabrik CPO berbanding pabrik PKO adalah 10 : 1. Dengan jumlah pabrik CPO di Indonesia saat ini sekitar 1.000 unit maka jumlah pabrik PKO diperkirakan hanya 100 unit. Bungkil sawit ini sangat potensial digunakan sebagai pakan maggot. Budidaya maggot dari bungkil sawit akan menghasilkan maggot kualitas premium. Dengan kandungan utama protein (~ 45%) maka maggot akan menjadi sumber protein pakan berkualitas tinggi. Sedangkan apabila budidaya maggot tersebut menggunakan lumpur sawit (palm oil sludge) atau bagian dari limbah cair pabrik CPO maka kualitas maggot yang dihasilkan tidak sebaik apabila diberi pakan dari bungkil sawit. Akan tetapi dengan banyaknya pabrik CPO maka potensi produksi maggot dari lumpur sawit ini juga tidak kalah besar. 

Produk-produk yang bisa dihasilkan dari peternakan maggot ini antara lain maggot kering, tepung maggot, dan minyak maggot, serta produk samping berupa kotorannya. Produk-produk dari maggot berupa maggot kering,minyak maggot dan tepung maggot adalah bahan pakan untuk unggas, ikan dan hewan peliharaan. Produksi pakan dunia diperkirakan sekitar 1 milyar ton setiap tahunnya dengan komposisinya sebagai berikut yakni, produksi pakan unggas diperingkat pertama dengan porsi 45% atau hampir setengah produksi pakan dunia, disusul urutan kedua pakan babi 11%, ketiga ruminansia 10% dan sisanya lain-lain seperti pakan ikan, binatang peliharaan dan kuda. Negara-negara besar produsen pakan ternak dunia yakni China dengan porsi mencapai 19,6% disusul sejumlah negara yakni Amerika dengan 17,4%, Brazil 6,8% lalu negara-negara seperti Mexico, Spanyol, India, Russia, Jepang dan Jerman juga merupakan produsen-produsen besar pakan ternak. sisanya oleh negara-negara seluruh dunia. 

Kotoran maggot yang merupakan produk samping atau limbah dari peternakan maggot tersebut bisa digunakan sebagai pupuk organik yakni pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Penggunaan pupuk tersebut bisa digunakan pada berbagai perkebunan dan pertanian termasuk juga pada perkebunan sawit itu sendiri. Dan bahkan akan lebih baik lagi apabila pupuk organik tersebut ditambahkan atau diperkaya biochar sehingga menjadi pupuk lepas lambat (slow release fertilizer) dan meningkatkan efisiensi penggunaan haranya (NUE : Nutrient Use Efficiency). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...