Kamis, 04 April 2024

Meng-upgrade Industri Sawit di Indonesia

Dengan luas perkebunan sawit Indonesia yang mencapai sekitar 15 juta hektar dan pabrik sawitnya mencapai 1000 unit, maka upaya meng-upgrade industri sawit menjadi penting dan strategis. Produksi minyak sawit atau CPO Indonesia per tahun sekitar 46 juta ton (sedangkan Malaysia di urutan kedua sekitar 19 juta ton/tahun).  Upaya meng-upgrade industri sawit tersebut akan meningkatkan produktivitas / efisiensi, sustainability dan mendorong penciptaan produk/pasar baru serta nilai tambah kelapa sawit. Hal-hal yang bisa diupgrade meliputi sejumlah bidang kunci antara lain bioenergi, biomaterial dan oleokimia, pangan dan pakan, kesuburan tanah (lahan, tanah dan budidaya), pasca panen dan pengolahan, pengolahan limbah dan lingkungan serta  sosial ekonomi, manajemen dan bisnisnya. 

Salah satu hal konkrit yang bisa dilakukan adalah produksi biochar dari limbah pabrik sawit khususnya tandan kosong sawit (empty fruit bunch) dan sabut sawit (mesocarp fiber). Produksi biochar dengan pirolisis akan menghasilkan excess energy (syngas & biooil) yang bisa digunakan sebagai bahan bakar boiler pada pabrik sawit. Selanjutnya aplikasi biochar dengan pupuk pada perkebunan sawit akan menjadi slow release fertilizer (SRF) sehingga  meningkatkan efisiensi penggunaan nutrisi (NUE/nutrient use efficiency). Kondisi banyaknya perkebunan sawit yang berada pada tanah masam juga akan menjadi meningkat pH -nya ketika ada aplikasi biochar tersebut. 

Pada operasional perkebunan sawit, pupuk adalah komponen biaya tertinggi sehingga apabila bisa meningkatkan efisiensi pupuk akan memberi keuntungan signifikan. Penggunaan biochar menjadi solusinya, yakni dengan SRF tersebut. SRF juga meminimalisir pencemaran lingkungan akibat pemakaian pupuk. Sedangkan pada operasional pabrik sawit energi adalah komponen vitalnya, dan apabila ini bisa memaksimalkan penggunaan limbah yang tidak punya nilai ekonomis tentu akan sangat ekonomis selain tentu saja mengatasi masalah lingkungan akibat limbah tersebut. Saat ini untuk bahan boiler pabrik sawit menggunakan sabut sawit dan sebagian cangkang sawit (PKS/palm kernel shell) sedangkan umumnya tandan kosongnya belum dimanfaatkan, padahal cangkang sawit ini bisa langsung dijual dan laku keras. Hal ini sehingga apabila sumber energi hanya berasal dari sabut sawit dan tandan kosong maka 100% cangkang sawit bisa dijual. Hal tersebut bisa dilakukan dengan pirolisis.

Biochar di dalam tanah mampu bertahan ratusan bahkan ribuan tahun. Biochar yang berasal dari limbah pertanian seperti tandan kosong dan sabut sawit tersebut akan menjadi carbon sink melalui simpanan karbon (carbon sequestration), sehingga konsentrasi CO2 di atmosfer berkurang sepanjang biochar tidak terdekomposisi. Dari perspektif iklim hal ini sangat bermanfaat dan nantinya bisa mendapatkan kompensasi berupa carbon credit. Sejumlah standar dan metode verifikasi-nya untuk memudahkan monetisasinya sedang dikembangkan saat ini.

Tandan kosong dan sabut sawit adalah limbah dari pabrik sawit sedangkan aplikasi biochar di perkebunan sawit. Manajemen pada industri sawit pada umumnya memisahkan antara divisi pabrik dan divisi kebunnya sehingga perlu cara pengelolaan baru apabila produksi biochar dengan pirolisis ini dilakukan. Selain penggunaan biochar tersebut untuk kebun inti, penggunaannya juga bisa untuk kebun plasma. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...