Jumat, 26 April 2024

Beli Wood Pellet atau PKS (Palm Kernel Shell) ?

Kebutuhan bahan bakar biomasa sebagai upaya dekarbonisasi karena merupakan bahan bakar terbarukan yang netral karbon semakin meningkat. Dua bahan bakar biomasa yang populer di dunia dan bersaing ketat yakni wood pellet dan cangkang sawit (PKS / palm kernel shell). Pada kondisi biasa atau tidak terjadi lonjakan permintaan harga wood pellet biasanya lebih mahal dibandingkan PKS. Hal ini bisa dimaklumi karena produksi wood pellet membutuhkan upaya lebih dibandingkan PKS. Produksi wood pellet membutuhkan sejumlah peralatan dengan investasi yang mahal, sedangkan PKS hanya membutuhkan minim peralatan yakni hanya mesin screening / ayakan saja.  

Tetapi bagaimana jika harga wood pellet dan PKS hampir sama atau bahkan PKS malah lebih mahal ? Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor yakni pertama, pengaruh permintaan pasar. Tingginya permintaan pasar khususnya PKS dari Indonesia dan Malaysia membuat suplai berkurang atau tidak memadai.  Produksi PKS di Indonesia dan Malaysia memang jauh lebih besar dibandingkan produksi wood pellet dari kedua negara tersebut. Selain volume produksinya lebih besar, faktor berupa ketersediaan dan kontinuitasnya (keamanan suplai jangka panjang) lebih bisa dijamin dibanding wood pellets. Hal ini karena diperkirakan ada 1500 pabrik sawit di Indonesia dan Malaysia yang menghasilkan PKS tersebut yang merupakan produk samping atau limbah pabrik sawit tersebut. Hal ini memungkinan terjadinya kontrak panjang antara penjual atau suplier (exporter) dengan pembeli yang biasanya bukan end user tetapi perusahaan dagang (trading company) di Jepang dan Korea. 

Loading PKS untuk export dengan transhipment (ship to ship)

Faktor kedua adalah pungutan dan pajak (tax & levy). Export PKS di Indonesia dikenakan pungutan dan pajak yang nilainya berkorelasi dengan harga minyak mentah sawit. Hal ini karena PKS di Indonesia dimasukkan dalam kategori produk turunan sawit sedangkan di Malaysia tidak dikenakan pungutan dan pajak tersebut, karena PKS di Malaysia dimasukkan ke dalam kategori limbah sawit. Ketika pungutan dan pajak tersebut sedang tinggi, maka otomatis harga PKS juga akan menjadi mahal. Faktor pungutan dan pajak ini adalah hal yang tidak bisa dikontrol oleh para exporter PKS. Melalui organisasi APCASI (Assosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia) mereka memperjuangkan supaya pungutan dan pajak lebih terukur atau lebih murah bahkan kalau bisa ditiadakan seperti di Malaysia. 

Pada dasarnya pembeli akan membeli barang sebagus mungkin dengan harga semurah mungkin, atau barang berkualitas lebih baik tetapi harga lebih murah. Kualitas wood pellet lebih baik dibandingkan PKS yakni dalam hal nilai kalor, kadar abu, keseragaman bentuk serta kadar air. Tetapi  karena faktor volume dan kontinuitasnya (keamanan suplai jangka panjang) yang sering atau masih banyak diragukan sehingga pilihan ke PKS tetap dilakukan. Untuk mengatasi hal tersebut maka produksi wood pellets harus memenuhi kapasitas produksi dengan sumber pasokan bahan baku yang bisa diandalkan. Produksi wood pellet dari kebun energi adalah solusinya. 

Dengan bahan baku kayu dari kebun energi sehingga pasokan bahan baku akan lebih stabil, tidak seperti halnya yang mengandalkan dari mengumpulkan limbah-limbah kayu dari penggergajian kayu (sawmill) atau industri-industri pengolahan kayu. Dengan luas hutan produksi Indonesia mencapai puluhan juta hektar tentu lahan bukan menjadi persoalan dalam produksi wood pellet tersebut. Sentra-sentra produksi wood pellet tersebut bisa dibuat di lahan-lahan hutan produksi tersebut, untuk lebih detail bisa baca disini.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...