Sejumlah perkebunan sawit rakyat yang menghasilkan tandan
buah segar (TBS) ternyata tidak mampu ditampung oleh pabrik kelapa sawit (PKS),
artinya rasio jumlah pabrik tidak sebanding dengan banyaknya kebun sawit.
Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia dengan luas kebun sawit
mencapai 10 juta hektar pada tahun 2013. Produktivitas tanaman sawit mencapai 27
ton/ha/tahun dengan yield minyak sawit sekitar 3,7 ton/ha/tahun, dengan mulai
panen setelah berumur 4 tahun dan masa produktif sekitar 25 tahun. Dengan harga
TBS rata-rata Rp 1800/kg untuk setiap hektarnya akan dihasilkan sekitar Rp 48
juta/tahun, sebuah pendapatan yang menjanjikan dari usaha perkebunan tentunya. Tetapi
dengan tidak terolahnya buah sawit tersebut akibat tidak adanya pabrik tentu
hal tersebut tidak akan memberikan keuntungan yang diinginkan.
Kebun energi dengan tanaman trubusan atau SRC adalah alternatif
bagi yang ingin mengembangkan usaha perkebunan dengan investasi yang tidak
begitu besar. Tanaman trubusan seperti kaliandra dan gliricidae sangat mudah
tumbuh, mudah perawatan, cepat panen, terus produktif selama sekitar 25 tahun dan menyuburkan tanah. Peningkatan nilai
tambah bisa dilakukan dengan tumpang sari misalnya dengan palawija. Lahan tidur
maupun lahan marginal bisa diupayakan untuk kebun energi tanaman ini. Dengan
produktivitas kayu rata-rata 20 ton/ha/tahun, dengan harga katakan Rp 400/kg maka akan
didapat Rp 8 juta/tahun untuk setiap hektarnya, memang
secara keekonomian jauh dibawah sawit, tetapi dengan usia 1 tahun sudah bisa
panen, biaya bibit dan perawatan yang juga sangat murah, maka hal tersebut bisa
menjadi pertimbangan.
Harga pabrik kelapa sawit modern dengan harga rata-rata Rp 4
M untuk tiap ton TBS/jamnya. Dengan
kapasitas pabrik sawit mengolah 45 ton TBS/jam maka dibutuhkan investasi Rp 180
M, jumlah investasi yang besar. Sedangkan untuk harga pabrik pellet kayu (woodpellet) kapasitas 3 ton/jam berkisar Rp 5 M sehingga menjadi lebih terjangkau. Analisa
ekonomi pabrik kelapa sawit dan pabrik
wood pellet hampir sama, dengan rata-rata RoI (Return on Investment) 3,5 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar