Sabtu, 21 Maret 2015

Wood Pellet dan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)

Integrasi ekonomi diantara anggota ASEAN dalam MEA  (atau AEC = ASEAN Economic Community) yang rencananya akhir tahun ini akan dimulai, merupakan bentuk hubungan lanjut dari AFTA yang sifatnya lebih menyeluruh daripada sekedar perdagangan (trade). Integrasi paling tinggi pada aspek ekonomi seperti halnya di negara-negara yang tergabung dalam masyarakat ekonomi Eropa (MEE) adalah penyatuan mata uang, tetapi ini kelihatanya belum akan dilakukan dalam waktu dekat pada MEA. MEA ini membuat berbagai negara-negara ASEAN membuat suatu regulasi atau aturan bersama dalam wilayah kawasan ekonominya. Blok-blok perdagangan dan ekonomi memang banyak dibuat saat ini berdasarkan kawasan atau regional tertentu yang jelas juga memiliki tujuan tertentu juga. Integrasi atau penyatuan ekonomi dalam MEA tersebut membuat berbagai negara-negara ASEAN saling berlomba untuk meningkatkan daya saing untuk tetap bisa memimpin percaturan dalam regional tersebut. Indonesia dengan luas wilayah dan penduduk terbesar (sekitar 250 juta) ditambah melimpahnya sumberdaya alam adalah potensi ekonomi yang luar biasa atau negri zamrud katulistiwa ini akan menjadi fokus atau perhatian utama pada MEA.

Bonus demografi berupa jumlah penduduk usia produktif melebihi usia non-produktif juga akan faktor lain yang akan menambah daya tarik Indonesia, yang kondisi ini berkebalikan dengan kondisi negara-negara Eropa, Jepang dan negara-negara ekonomi kuat lainnya. Tentu dengan kondisi tersebut Indonesia seharusnya tidak hanya menjadi pasar berbagai produk luar negeri dan ekonomi kuat yang membuat neraca perdagangan tidak seimbang dan akan selalu membuat kondisi Indonesia semakin terpuruk. Peluang sekaligus tantangan akan dihadapi sehingga seharusnya perlu persiapan serius dan matang. Sejumlah negara ASEAN telah menyiapkan jauh-jauh hari untuk menghadapi MEA ini, tetapi Indonesia terlihat belum secara serius mempersiapkan untuk menghadapi MEA ini.



Wood pellet memiliki peran strategis dalam menghadapi MEA karena banyaknya permintaan seiring tingginya kesadaran pada mitigasi bencana, perubahan iklim dan pemanasan global. Luasnya lahan, suburnya tanah dan iklim tropis membuat bahan baku wood pellet yang bisa dibilang salah satu faktor kunci kesuksesan bisnis wood pellet, tidak sulit untuk diusahakan. Sejumlah kesatuan pengelolaan hutan (KPH) yang memang dipersiapkan untuk hutan tanaman industri (HTI) dan bisa dikerjasamakan dengan pihak swasta puluhan hingga ratusan ribu hektar tersedia. Selain itu jutaan hektar lahan marjinal dan lahan tidur juga sangat potensial, mengingat tanaman untuk bahan baku wood pellet ini juga sangat mudah tumbuh dan dibudidayakan. Pembuatan kebun energi atau istilah yang dipakai untuk kebun untuk produksi bahan baku wood pellet memiliki banyak keunggulan. Ekonomi yang dikembangkan pada usaha wood pellet adalah ekonomi yang rendah karbon. Pada prinsipnya membuat suatu usaha yang saling menguntungkan antara berbagai pihak dan tidak merusak alam sehingga bisa terus berkesinambungan harus dipegang kuat apapun yang akan dihadapi termasuk MEA ini.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...