Walaupun skenario carbon neutral
tidak mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, tetapi dengan skenario
ini tidak menambah lagi gas rumah kaca di atmosfer. Penggunaan bahan bakar
carbon neutral dari biomasa adalah langkah konkritnya. Secara bertahap peran
bahan bakar biomasa ini ditingkatkan penggunaannya dan dikuatkan dengan
dukungan oleh regulasi negara. Sejumlah negara telah berani mengambil policy
yang ambisius untuk pemanfaatan biomasa dalam skala yang massif. Faktor
keyakinan sebagai solusi bagi masalah lingkungan berupa perubahan iklim dan
pemanasan global, menipisnya cadangan bahan bakar fossil, citra sebagai negara
yang ramah lingkungan, dan ekonomi adalah beberapa pendorong negara-negara
tersebut menerapkan policy tersebut.
Untuk Asia, Korea Selatan telah
memulai menggunakan biomasa secara massif dengan resmi dikeluarkannya RenewablePortofolio Standard (RPS) di Korea pada 2012. RPS itu menyatakan bahwa 2% listrik harus
berasal dari energi terbarukan. Prosentase dari energi terbarukan yang
dibutuhkan akan meningkat secara incremental mencapai 10% pada 2022. Pendorong
lainnya adalah skema perdagangan emisi yang akan dikeluarkan pada Januari 2015.
Sedangkan di Jepang strategi energinya menjadi terlantar sejak meledaknya
reaktor nuklir beberapa waktu lalu. Strategi aktual termasuk pembuatan
pembangkit listrik dengan komposisi dari nuklir dan energi terbarukan dari 30%
ke 70% sampai 2030. Jepang dengan jumlah penduduk sekitar setengah penduduk
Indonesia tetapi konsumsi energinya 5 kali Indonesia. Jepang juga mentargetkan
pembuatan pembangkit listrik dari energi biomasa dengan kapasitas 1100 MW
sampai 2020. Sedangkan untuk pemakaian energi terbarukan Jepang memiliki target
untuk mengurangi emisi CO2 dengan level seperti tahun 1990 pada tahun 2030. Sedangkan China memiliki goal untuk
menggunakan 11,4% dari non-fossil fuels dari konsumsi energi primernya pada
2015. Emisi CO2-nya akan dikurangi sebanyak 17%. Target pengurangan emisi CO2
sebanyak 40-45% pada tahun 2020 untuk mencapai level seperti tahun 2005. Di
Eropa dengan target 20-20-20 telah mendorong permintaan bahan bakar biomasa
terutama pellet. Target 20-20-20 adalah pengurangan gas rumah kaca 20%,
penggunaan energi terbarukan 20% dan efisiensi energi 20%. Alat efektif di
Eropa untuk mencapai target tersebut adalah skema perdagangan emisi (emission
trading scheme / EU ETS).
Indonesia juga telah mencanangkan
untuk mengurangi energi fossil, yakni pada tahun 2025 dengan porsi bahan bakar
fossil 83% & renewable energy sekitar 17% secara khusus biomasa mendapat porsi kurang dari 5%. Potensi energi biomasa di Indonesia sangat besar yakni setara 49.810 MW listrik
tetapi yang termanfaatkan masih kurang dari 4% atau kurang lebih setara 1.680,4 MW. Lahan kritis dan lahan tidur yang luasnya
mencapai jutaan hektar, juga potensi luar biasa untuk dijadikan kebun energi
sebagai sumber energi biomasa tersebut. Optimalisasi potensi tersebut akan
mendukung tercapainya target yang dicanangkan pemakaian energi biomasa sebagai
energi terbarukan dalam bauran energi total. Akhirnya terciptanya ekonomi yang rendah karbon bisa sebagai solusi bagi kesejahteraan masyarakat dan
meningkatkan kualitas lingkungan, dengan komoditas yang paling populer yakni
wood pellet. Global pasar pellet ini diprediksi akan meningkat dari 16 juta
tons (2010) menjadi 46 juta ton pada 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar