Kamis, 20 Maret 2014

Berpacu Menurunkan Suhu Bumi

Walaupun skenario carbon neutral tidak mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, tetapi dengan skenario ini tidak menambah lagi gas rumah kaca di atmosfer. Penggunaan bahan bakar carbon neutral dari biomasa adalah langkah konkritnya. Secara bertahap peran bahan bakar biomasa ini ditingkatkan penggunaannya dan dikuatkan dengan dukungan oleh regulasi negara. Sejumlah negara telah berani mengambil policy yang ambisius untuk pemanfaatan biomasa dalam skala yang massif. Faktor keyakinan sebagai solusi bagi masalah lingkungan berupa perubahan iklim dan pemanasan global, menipisnya cadangan bahan bakar fossil, citra sebagai negara yang ramah lingkungan, dan ekonomi adalah beberapa pendorong negara-negara tersebut menerapkan policy tersebut.


Untuk Asia, Korea Selatan telah memulai menggunakan biomasa secara massif dengan resmi dikeluarkannya RenewablePortofolio Standard (RPS) di Korea pada 2012.  RPS itu menyatakan bahwa 2% listrik harus berasal dari energi terbarukan. Prosentase dari energi terbarukan yang dibutuhkan akan meningkat secara incremental mencapai 10% pada 2022. Pendorong lainnya adalah skema perdagangan emisi yang akan dikeluarkan pada Januari 2015. Sedangkan di Jepang strategi energinya menjadi terlantar sejak meledaknya reaktor nuklir beberapa waktu lalu. Strategi aktual termasuk pembuatan pembangkit listrik dengan komposisi dari nuklir dan energi terbarukan dari 30% ke 70% sampai 2030. Jepang dengan jumlah penduduk sekitar setengah penduduk Indonesia tetapi konsumsi energinya 5 kali Indonesia. Jepang juga mentargetkan pembuatan pembangkit listrik dari energi biomasa dengan kapasitas 1100 MW sampai 2020. Sedangkan untuk pemakaian energi terbarukan Jepang memiliki target untuk mengurangi emisi CO2 dengan level seperti tahun 1990 pada tahun 2030.   Sedangkan China memiliki goal untuk menggunakan 11,4% dari non-fossil fuels dari konsumsi energi primernya pada 2015. Emisi CO2-nya akan dikurangi sebanyak 17%. Target pengurangan emisi CO2 sebanyak 40-45% pada tahun 2020 untuk mencapai level seperti tahun 2005. Di Eropa dengan target 20-20-20 telah mendorong permintaan bahan bakar biomasa terutama pellet. Target 20-20-20 adalah pengurangan gas rumah kaca 20%, penggunaan energi terbarukan 20% dan efisiensi energi 20%. Alat efektif di Eropa untuk mencapai target tersebut adalah skema perdagangan emisi (emission trading scheme / EU ETS).

Indonesia juga telah mencanangkan untuk mengurangi energi fossil, yakni pada tahun 2025 dengan porsi bahan bakar fossil 83% & renewable energy sekitar 17% secara khusus biomasa mendapat porsi kurang dari 5%. Potensi energi biomasa di Indonesia sangat besar yakni setara 49.810 MW listrik tetapi yang termanfaatkan masih kurang dari 4% atau kurang lebih setara 1.680,4 MW. Lahan kritis dan lahan tidur yang luasnya mencapai jutaan hektar, juga potensi luar biasa untuk dijadikan kebun energi sebagai sumber energi biomasa tersebut. Optimalisasi potensi tersebut akan mendukung tercapainya target yang dicanangkan pemakaian energi biomasa sebagai energi terbarukan dalam bauran energi total. Akhirnya terciptanya ekonomi yang rendah karbon bisa sebagai solusi bagi kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kualitas lingkungan, dengan komoditas yang paling populer yakni wood pellet. Global pasar pellet ini diprediksi akan meningkat dari 16 juta tons (2010) menjadi 46 juta ton pada 2020.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...