Memang
sebelum dipadatkan menjadi pellet atau briket tersebut, biomasa padat tersebut
harus memiliki tingkat kekeringan 5-10% sehingga bisa dipadatkan. Ketika
biomasa itu basah atau memiliki kadar air yang tinggi, maka pengeringan
tersebut akan meningkatkan nilai kalor. Sedangkan bula biomasa tersebut awalnya
sangat kering katakan dengan kadar air kurang dari 5% maka untuk mencapai
tingkat kekeringan yang dikehendaki (5-10%) maka perlu tambahan air atau
dibasahi tentu hal ini bukannya menambah nilai kalor tetapi malah mengurangi
nilai kalor. Jadi peningkatan nilai kalor biomasa tersebut dapat dilakukan
dengan mengurangi kadar airnya atau mengeringkannya bahkan hingga mengurangi
seminimal mungkin kadar volatile matternya serta meningkatkan kandungan karbon
terikatnya (fix carbon). Proses pirolisis baik torrefaction / torefaksi (mild pyrolysis) dan karbonisasi
/pengarangan (slow pyrolysis) adalah proses untuk meningkatkan nilai kalor biomasa padat
tersebut.
Contoh berbagai jenis pellet fuel, dari wood pellet, bark pellet hingga charcoal pellet; photo diambil dari sini |
Nah
setelah ditingkatkan nilai kalornya melalui pengeringan hingga pirolisis
tersebut maka dengan diikuti proses pemadatan akan semakin bagus kualitas bahan
bakar tersebut yakni dalam hal nilai kalor dan volume. Sebagai contoh ketika
arang kayu yang memiliki fix carbon 85% dengan nilai kalor 7500 kcal/kg dengan
kepadatan 400 kg/m3 lalu dibuat pellet dengan kepadatan 650 kg/m3 maka dalam
volume 1 m3 memiliki kandungan panas lebih tinggi yakni 3.000.000 kcal pada arang
kayu dan 4.875.000 kcal pada pellet atau karena kepadatannya (densitas) lebih tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar