Senin, 14 Agustus 2017

Selalu Ada Pasar Untuk Setiap Jenis Pellet Fuel

Aspek pemasaran selalu menjadi momok bagi calon produsen. Ketika aktivitas produksi telah dilakukan termasuk biaya yang besar telah dikeluarkan untuk membeli peralatan atau mesin produksi, tanah untuk pabrik, bangunan pabrik dan sebagainya, sebagai contoh misalnya dengan produksi wood pellet kapasitas besar dari kebun energi, tetapi belum menguasai aspek pasar tersebut, tentu akan menjadi masalah besar. Mengkaji, menganalisis dan mendalami aspek pasar dengan karakteristiknya sebelum aktivitas produksi adalah hal yang sangat penting, terlebih lagi untuk produksi kapasitas besar yang juga membutuhkan biaya besar tersebut. Hal tersebut juga berlaku untuk pellet fuel dari biomasa sebagai bahan bakar padat yang mendapat banyak perhatian saat ini dan juga mulai banyak dikembangkan oleh sejumlah pihak. Dan tentu saja ketakutan calon produsen tersebut bisa dihindari apabila mereka telah menguasai seluk-beluk bisnis yang akan ditekuninya tersebut.

Biomass pellet atau pellet fuel dan lebih khususnya pada wood pellet bisa dibuat dari berbagai macam bahan baku biomasa, baik biomasa kayu-kayuan, limbah-limbah pertanian maupun rumput-rumputan. Secara lebih spesifik wood pellet adalah pellet fuel yang dibuat khusus dari biomasa kayu-kayuan (woody biomass) tersebut. Sedangkan biomass pellet adalah pellet fuel yang dibuat dari segala macam biomasa termasuk kayu-kayuan, limbah pertanian maupun rerumputan tersebut. Pellet fuel yang khusus dibuat dari limbah pertanian disebut agro-waste pellet. Kelompok wood pellet memiliki karakteristik memiliki nilai kalor tinggi dan kadar abu rendah sedangkan agro-waste pellet memiliki karakteristik nilai kalor lebih rendah dan kadar abu lebih tinggi. Wood pellet juga bisa dibuat dari jenis kayu keras dan kayu lunak yang masing-masing-masing ada sedikit perbedaan pada sifat-sifatnya (properties). Begitu juga kelompok pellet fuel dari limbah-limbah pertanian yang bahan bakunya juga bisa beragam seperti sekam padi, kulit kopi, kulit kacang, tandan kosong sawit (EFB) dan sebagainya. Sifat-sifat pellet fuel dari berbagai macam limbah pertanian tersebut juga berbeda-beda walaupun perbedaannya juga tidak tajam.

Kadar abu dan kimia abu adalah dua variabel penting terkait penggunaan atau pemanfaatan pellet fuel tersebut. Secara umum semakin tinggi kadar abu maka semakin kecil nilai kalor dari pellet fuel tersebut. Sedangkan kimia abu dari berbagai kelompok pellet fuel secara umum juga bisa dibedakan sebagai berikut :
1. Kandungan abu silica (Si) dan potassium / kalium (K) yang rendah dengan kalsium (Ca) yang tinggi, dengan high fusion temperature berasal dari kelompok hampir semua biomasa kayu (woody biomass). Dan inilah spesifikasi terbaik untuk pembakaran (combustion) dan gasifikasi.
2. Kandungan abu silica (Si) dan potassium/kalium (K) yang tinggi dengan kalsium (Ca) yang rendah berasal dari kelompok limbah-limbah biomasa pertanian.

Lebih jauh lagi karena unsur-unsur kimia penyusun biomasa dalam pellet fuel jumlahnya banyak maka hal tersebut menentukan sifat-sifat pellet fuel tersebut secara spesifik. Sebagai contoh : wood pellet dari kayu keras seperti meranti, merbau, ulin, halaban dan sebagainya berbeda sejumlah kandungan unsur kimianya dengan wood pellet dari kayu lunak seperti sengon/albasia. Begitu pula dengan agro-waste pellet seperti pellet sekam padi (ricehusk pellet) dengan pellet tandan kosong sawit (EFB Pellet). Bahkan sama-sama kelompok kayu keras maupun kayu lunak pun perbedaan-perbedaan jumlah kandungan unsur kimia abu antar berbagai species kayu-kayu tersebut juga terjadi dan hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat toleransi teknologi yang digunakan. Secara ilmiah (scientific) analisa ultimate di laboratorium bisa digunakan untuk mengetahui kandungan abu dan unsur-unsur kimianya secara terperinci/detail. Hal ini penting diketahui untuk penggunaan atau pemanfaatan pellet fuel tersebut secara spesifik.

Pada dasarnya pemanfaatan pellet tersebut adalah sebagai bahan bakar atau sumber energi. Teknologi pembakaran, gasifikasi dan pirolisis adalah route thermal yang bisa menggunakan pellet sebagai bahan bakar. Teknologi pembakaran paling banyak digunakan, selanjutnya gasifikasi dan terakhir pirolisis. Teknologi pembakaran (combustion) dengan suhu sedang hingga suhu tinggi bisa dilakukan. Sektor industri pada umumnya menggunakan suhu sedang dan pembangkit listrik menggunakan suhu tinggi. Pembakaran di sektor industri menggunakan alat-alat pembakar (combustor), yakni grate stoker (chain grate) dan stoker (static grate). Sedangkan pada pembangkit listrik menggunakan pulverized system, tambahan penjelasan juga bisa dibaca di sini.


Untuk bisa menggunakan pellet fuel dari berbagai bahan baku karena tidak bermasalah dengan sejumlah kimia abu pellet tersebut maka teknologi gasifikasi banyak digunakan. Dengan gasifikasi suhu operasionalnya juga relatif rendah (800 C) dibandingkan pulverized pada pembakaran, sehingga sejumlah unsur kimia abu juga tidak menimbulkan masalah. Penggunaan teknologi gasifikasi juga sudah mulai banyak pada pembangkit listrik. Teknologi gasifikasi dengan memaksimalkan produk gas memiliki tingkat efisiensi lebih tinggi dari pembakaran, tetapi harga atau investasi untuk kapasitas besar mahal sehingga pada pembangkit listrik kapasitas besar pada umumnya masih menggunakan teknologi pembakaran (pulverized) tersebut di atas. Dengan teknologi gasifikasi ini maka tidak hanya jenis wood pellet saja yang bisa digunakan tetapi agro-waste pellet juga bisa digunakansebagai bahan bakar.


Bagaimana dengan pirolisis? Berbeda dengan pembakaran dan gasifikasi yang menghasilkan abu sebagai residue, sedangkan di pirolisis tidak dihasilkan abu karena kondisi operasi rendah dibandingkan pembakaran dan gasifikasi yakni 400-600 C. Wood pellet atau biomass pellet jarang digunakan untuk bahan bakar atau bahan baku pada pirolisis. Pirolisis yang banyak digunakan saat ini adalah slow pyrolysis atau karbonisasi untuk produksi arang, sedangkan fast pyrolysis untuk produksi bahan bakar cair (bio-oil) juga masih jarang digunakan. Pada produksi arang dengan (slow) pyrolysis atau karbonisasi tersebut biasanya menggunakan kayu-kayuan atau pun briquette (sawdust briquette/wood briquette) sebagai bahan bakunya untuk menghasilkan produk arang kayu (lump charcoal) dan sawdust charcoal briquette, untuk mempertajam informasinya bisa dibaca di sini.

Torefaksi (torrefaction) atau mild pyrolysis bisa menghasilkan produk setengah arang (half carbonization) yang selanjutkan bisa dipadatkan menjadi torrified pellet fuel. Bahan baku proses torefaksi (torrefaction) tersebut yakni wood chip lalu setelah melalui proses torefaksi selanjutnya dihancurkan (crushing) dengan hammer mill yang sehingga berukuran menjadi serbuk yang selanjutnya dipadatkan menjadi torrified pellet fuel. Dengan proses torrefaction tersebut kandungan energi dari biomasa menjadi lebih tinggi sekitar 20% sehingga setelah dipadatkan kandungan energi torrified pellet fuel juga otomatis lebih tinggi dari wood pellet. Torrefaction dengan produk akhir torrified pellet fuel tersebut diprediksi akan menjadi tren bahan bakar padat biomasa masa depan. Pabrik wood pellet atau biomass pellet bisa meng-upgrade produknya menjadi torrefied pellet fuel dengan menambahkan torrefier atau alat torrefaction dalam produksinya. Tidak banyak modifikasi pabrik jika akan menambah torrifier atau alat torrefaction tersebut untuk menjadi produk akhir torrified pellet fuel nantinya. Jadi disini penggunaan teknologi torrefaction (mild-pyrolysis) untuk proses produksi bahan bakar biomasanya yakni torrified fuel, sedangkan teknologi gasifikasi dan pembakaran digunakan untuk mengekstrak energi dari bahan bakar biomasa berupa pellet fuel menjadi panas maupun listrik.


Dengan mengkaji secara mendetail karakteristik pellet fuel dan teknologi pemanfaatannya maka tidak ada pellet fuel yang tidak berguna atau tidak ada pasarnya. Kebutuhan energi juga terus meningkat seiring pertambahan penduduk. Karakteristik atau sifat-sifat khusus pellet fuel juga akan menentukan harga jual pellet tersebut. Wood pellet pada umumnya memiliki harga lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok agro-waste pellet. Dalam banyak hal wood pellet memiliki banyak keunggulan dibandingkan batubara terutama di sektor industri, tentu juga masalah keekonomiannya. Hal itu juga yang mendorong sejumlah industri beralih menggunakan wood pellet. Performance atau kinerja boiler di industri juga bisa bersaing dengan penggunaan wood pellet tersebut. Bagi industri-industri yang ingin melakukan ujicoba (testing) dan ingin beralih menggunakan wood pellet untuk boiler bisa menghubungi kami di eko.sbs@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...