Senin, 13 November 2017

Migrasi Dari Fossil Based Economy ke Bioeconomy

Melengkapi tulisan tentang bioeconomy di Go Biomass, Go Bioeconomy!, tulisan singkat dibawah ini mencoba mempertajam dan memberi berbagai kaidah atau guideline serta motivasi untuk bersama-sama menangkap peluang bioeconomy secara syar'i dengan menggunakan petunjuk Al Qur'an dan Hadist. Bila pada era fossil based economy, negeri-negeri yang kaya minyak (petro dollar) menjadi negeri-negeri makmur dengan kekayaan yang melimpah, maka di era bioeconomy mendatang kesempatan beralih ke negeri-negeri yang memiliki kekayaan biomasa terbanyak. Biomasa dari tumbuh-tumbuhan dan hewan akan hidup dan berkembang dengan baik di negeri-negeri yang banyak air dan matahari, sehingga negeri-negeri itulah yang berpeluang besar unggul di era bioeconomy nantinya. Hal-hal kunci yang perlu untuk diperhatikan, dipahami dan dikelola dengan baik antara lain bisnis, ekonomi, pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan, pangan, energi, industri, biochemical dan biomaterial.

Eropa mencanangkan bioeconomy pada 2030. Di sektor energi penggunaan energi terbarukan dalam RED I ( Renewable Energy Directive) dengan target 20-20-20 yakni efisiensi energi dinaikkan 20%, lalu pemakaian energi terbarukan mencapai porsi 20% pada 2020, akan segera berakhir dan sedang disiapkan RED II yang diusulkan pemakaian energi terbarukan menjadi 27% pada tahun 2030. Porsi energi terbarukan di Eropa baik di RED I maupun RED II biomasa memegang porsi sekitar 70%-nya. Negara-negara di Amerika Utara yakni Amerika Serikat dan Kanada juga mencanangkan energi terbarukan secara masif, misalnya US Department Energy and Agriculture mencanangkan produksi biomasa kering sebanyak minimal 1 milyar ton pada tahun 2040. Sedangkan di Kanada sejumlah negara bagian bahkan telah banyak menutup PLTU dengan batubara dan gas, serta selanjutnya menggunakan energi terbarukan khususnya biomasa. Kota Alberta di Kanada mencanangkan penghentian semua pembakaran batubara dan gas alam pada tahun 2030. Sedangkan di Asia, dua negara di Asia Utara yakni Jepang dan Korea Selatan telah mencanangkan penggunaan energi terbarukan secara masif sejak tahun 2012.  Negara-negara di Asia lainnya juga mencanangkan program penggunaan energi terbarukan, seperti Indonesia pada Kebijakan Energi Nasionalnya, Malaysia dengan National Renewable Energy Policy and Action Plan , Thailand dengan Alternative Energy Development Plan. 
Bioeconomy seperti apa yang akan kita usung? Apa bedanya dengan bioeconomy yang diterapkan di barat dan belahan dunia lain? Mengapa kita memilih bioeconomy tersebut? Bioeconomy dengan berlandaskan Al Qur'an dan Hadist itulah, bioeconomy yang akan kita usung. Bukan seperti di barat yang bingung masih mana tanaman pangan dan mana untuk energi? Bingung mana tanaman biji-bijian untuk pangan manusia dan mana untuk pakan ternak?  Rerumputan misalnya jelas untuk pakan ternak, tetapi biji-bijian bisa untuk pakan ternak dan lebih banyaknya untuk pangan manusia. Buah-buahan umumnya untuk pangan manusia, tetapi bisa juga dalam jumlah lebih sedikit untuk energi. Kayu-kayuan sebagian besar untuk energi. Dengan pembagian yang jelas masalah pangan, pakan, dan energi jangan sampai kita mengalami krisis pangan akibat bahan pangan dipakai untuk energi seperti huru-hara tortilla di Meksiko, maupun terjadi kelangkaan kedelai akibat China menyedot habis produksi kedelai dunia untuk pakan ternaknya. Berdasarkan penyebutan ayat-ayat Al Qur'an tentang pakan, pangan dan energi, maka akan dihasilkan porsi seperti illustrasi grafik dibawah ini. Setidaknya ada 7 ayat di Al Qur'an yang membicarakan tentang pangan, 6 ayat tentang pakan dan 2 ayat tentang energi. Mayoritasnya tanaman untuk pangan manusia, kemudian dalam jumlah hampir sama untuk pakan ternak dan dalam jumlah yang lebih kecil untuk energi. Aplikasi dan penjelasan bisa lebih rinci disini dan disini

Ketahanan pangan, energi dan air, harus dilakukan bersamaan. Dan yang penting adalah ini tugas kita sebagai muslim. Apabila peran ini tidak kita ambil, sudah pasti peran tersebut akan diambil oleh orang lain. Apabila hal itu terjadi kepentingan ekonomi, politik maupun kepentingan lainnya yang lebih kuat daripada untuk menjaga kehidupan itu sendiri. Terlebih lagi Allah SWT mengingatkan kita untuk tidak meninggalkan generasi lemah (QS 4:9), tugas untuk memakmurkan bumi (QS 11:61) dan untuk menjaga keseimbangan di alam (QS 55 : 8-9). Sedangkan untuk melaksanakan tugas itu Allah SWT memberi kita petunjuk beserta penjelasannya (QS 2:185), agar bisa menjawab seluruh persoalan dan tantangan jaman kita ini (QS 16:89)-bahkan Allah juga akan mengajari ilmu yang kita belum tahu, bila kita terus meningkatkan ketakwaan kita (QS 2:282).
Dengan serangkaian panduan yang amat detail tersebut, maka bisa dibayangkan bila urusan menjaga keamanan pangan, energi dan air ini dikelola oleh orang yang tidak menggunakan petunjuk-Nya. Dengan mudah mereka akan mengeksploitasi kebutuhan pangan manusia, mengkooptasi mata-mata air yang seharusnya untuk kepentingan bersama dan mengendalikan supplai energi dunia untuk kepentingan ekonomi segelintir manusia saja. Inilah masalah besar dan berat, tetapi bila kita menyerahkan ke orang lain seperti yang kita alami hari-hari ini, kita mengalami krisis tiga dimensi sekaligus, yaitu pangan, air dan energi. Maka seberat apapun, kita harus mulai belajar memikulnya.

Dengan demikian menjadi mudah dipahami, mengapa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengingatkan umat ini untuk bersyirkah (kerjasama ekonomi) dalam tiga hal :"Orang-orang muslim itu bersyirkah dalam tiga hal, dalam hal padang rumput (lahan), air dan api (energi)". (HR. Sunan Abu Daud). Tiga hal yang diluar sana disebut FEW (Food, Energy, Water), dan menjadi perebutan bahkan menjadi alasan perang, sedangkan dalam dunia Islam malah bisa menjadi titik awal pemersatunya. 

Photo diambil dari sini 
Jauh sebelum dunia modern mengenalkan konsep bioeconomy, muslim sudah selama 1000 tahun lebih berjaya memakmurkan bumi di sebagian besar wilayah dunia, yaitu pada dari masa di Andalusia kemudian dilanjutkan oleh Turki Usmani - Dan baru berakhir ketika penjajah Napoleon memasuki Mesir di awal abad 19. Beberapa waktu lalu Chinese Academy of Science mengadakan workshop di Beijing, judulnya Workshop on Agriculture Culture and Sustainable Development in Asia dengan pembicara Andrew M Watson, professor Sejarah Ekonomi dari University of Toronto -Canada. Professor tersebut sangat menguasai sejarah pertanian Islam, karena lebih dari 30 tahun sebelumnya menerbitkan buku "Agricultural Innovation in the Early Islamic World, The Diffusion of Crops and Farming Techniques, 700-1100" (Cambridge University Press, New York 1983). 
Sang professor-pun mengakui bahwa di rentang waktu sangat panjang tersebut, memang pertanian Islam-lah yang maju. Dia mencatat misalnya, di masa sebelum Islam, pertanian bangsa Romawi, Byzantium dan sebagainya, masih sangatlah sederhana. Paling banter lahan hanya di pakai sekali dalam setahun, dan lebih seringnya hanya sekali dalam dua tahun. Pajak tanah yang tinggi di wilayah Romawi kala itu juga semakin mempersulit aktivitas pertanian. Bahkan semua istilah keren yang kini digandrungi oleh banyak petani modern seperti permaculture, organic farming, natural farming, sustainable agriculture dan lain sebagainya sesungguhnya hanyalah baru sebagian kecil dari Islamic Agriculture yang meliputi aspek yang sangat luas dari dunia pertanian. Maka di pergantian jaman dari fossil-based economy ke arah bio-based economy atau bioeconomy inilah muslim kembali kembali berjaya. InsyaAllah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...