Jumat, 20 Oktober 2017

Kontainer Masih Menjadi Pilihan Utama Export Wood Pellet Indonesia?

Kepuasan pembeli karena mendapatkan barang sesuai pesanannya, tidak rusak dan cacat, adalah faktor penting keberlangsungan suatu bisnis sehingga pembeli terus kembali dan membeli lagi (repeat order), yakni dengan membuat atau memperpanjang kontrak yang ada, bahkan dengan menambah kapasitas pembeliannya. Hal tersebut juga berlaku pada bisnis wood pellet. Upaya mendapatkan barang yang sesuai pesanan bagi pembeli salah satunya dengan menjaga barang tersebut sepanjang perjalanan dari berbagai kerusakan adalah hal penting salah satunya dengan memilih kemasan atau sarana atau jenis pengiriman wood pellet yang sesuai. Hampir semua export wood pellet Indonesia saat ini menggunakan kontainer atau peti kemas dengan wood pelletnya berada dalam jumbo bag lalu ditata atau disusun didalam kontainer tersebut. Beberapa menggunakan kemasan karung lalu menempatkannya dalam kontainer juga. Ada juga  dengan cara curah atau tidak dikemas dalam jumbo bag atau karung tetapi masih dalam kontainer. Penggunaan kontainer dipilih karena, pertama volume export wood pellet belum besar, kedua belum tersedia sarana penunjang yang memadai untuk export wood pellet jumlah besar secara curah. 
Wood pellet adalah produk yang sangat sensitif dengan air, sehingga proteksi atau menjaganya supaya terhindar dari air harus dilakukan untuk menjaga kualitas wood pellet tersebut. Dengan menempatkan wood pellet tersebut dalam kontainer maka proteksi dari air seperti air hujan bisa dilakukan, sehingga saat ini masih dijadikan pilihan utama. Lalu bagaimana untuk export wood pellet dalam jumlah besar apalagi rutin dilakukan setiap bulan? Perlu upaya extra saat ini apabila hendak menggunakan pengapalan curah ( bulk shipment), terutama untuk proteksi dari air tersebut. Apalagi pada musim penghujan. Curah hujan di Indonesia cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain pada umumnya, yakni rata-rata 2700 mm/tahun atau tiga kali lebih tinggi dari rata-rata dunia yang hanya 900 mm/tahun. Curah hujan Indonesia lebih Indonesia lebih tinggi pula dibanding India (1.080 mm), Amerika (715 mm), China (645 mm), Brasil (1.750 mm), Argentina (591 mm) dan bahkan Thailand (1.625 mm). Hanya dua negara tetangga kita yang mampu melampaui curah hujan Indonesia yakni Malaysia (2.875 mm) dan Papua Nugini (3.140). Sedangkan negara-negara di kawasan Timur Tengah pada umumnya hanya memiliki curah hujan yang kecil seperti Yordania (111 mm), Qatar (74 mm), Arab Saudi (59 mm) dan Mesir yang hanya mendapatkan curah hujan 51 mm pertahun. Sehingga apabila pengapalan wood pellet curah akan dilakukan maka pada musim kemarau akan lebih mudah karena proteksi air lebih mudah dilakukan. Sebagai perbandingan kita akan melihat pengapalan cangkang sawit atau palm kernel shell (pks) yang juga bahan bakar biomasa telah banyak di export ke luar negeri terutama dengan pengapalan curah (bulk shipment).

Cangkang sawit tidak sesensitif wood pellet atau pellet fuel terhadap air, sehingga handlingnya juga tidak sesulit wood pellet. Ada tiga hal utama yang menjadi parameter utama cangkang sawit yakni kadar air, nilai kalor dan kadar pengotor (impurities). Terkait kadar air ini karena cangkang sawit tidak rusak karena air tetapi hanya menjaganya supaya tidak terlalu basah, sedangkan wood pellet yang merupakan produk industri dari pemadatan biomasa kayu-kayuan (biomass densification) akan rusak bahkan hancur akibat keberadaan air dalam jumlah tertentu. Mechanical interlocking yang terjadi sewaktu pemadatan tersebut akan terurai dan lepas karena keberadaan air yang banyak tersebut sehingga wood pelletnya hancur. Pada pengiriman cangkang sawit dari lokasi stockpile hingga pelabuhan export penggunaan kapal, penggunaan truck atau tongkang biasa dilakukan dan kadang-kadang hanya ditutup (sealed) dengan plastik yang tidak terlalu rapat. Pada wood pellet penutupan dengan plastik sewaktu menuju kapal pengangkut juga bisa dilakukan tetapi apabila tidak rapat akan rawan terhadap air terutama pada musim penghujan, ditambah lagi apabila pemuatan (loading) ke kapal dilakukan di tengah laut (transhipment) karena kapal tidak bisa bersandar di pelabuhan seperti biasa dilakukan di Kalimantan. 
Perbedaan tingkat toleransi terhadap keberadaan air antara cangkang sawit dan wood pellet tersebut, berimplikasi pada handling bahkan peralatan yang digunakan. Faktor cuaca (seperti badai) dan padatnya lalu lintas pelabuhan muat menambah kesulitan pemuatan (loading) wood pellet ke kapal tersebut. Hal tersebut membuat pengapalan wood pellet dalam jumlah besar dengan pengapalan curah (bulk shipment) masih sulit dilakukan, sehingga pengapalan dengan kontainer masih menjadi pilihan utama. 

Terminal wood pellet di Kanada, dengan silo-silo penampung wood pellet sementara sebelum pengapalan
Loading wood pellet dari silo ke kapal pengangkut
Terminal semen di pelabuhan 
Loading semen dari silo ke kapal pengangkut
Sebuah referensi lain yang bisa kita jadikan acuan adalah pengapalan curah semen. Semen adalah produk yang juga sangat sensitif dengan air, dengan adanya air maka semen akan menggumpal sehingga menjadi tidak bisa digunakan, sehingga proteksi terhadap air mutlak diperlukan. Jalur distribusi semen hingga pengapalan curahnya semua terlindungi dari masuknya air. Di jalan-jalan raya mudah kita jumpai truck-truck besar pengangkut semen curah melintas, lalu di sejumlah pelabuhan juga dibangun terminal-terminal semen berupa silo atau bin seperti menara-menara tinggi.  Ketika produksi wood pellet sudah massif maka infrastruktur atau peralatan pendukungnya juga hampir sama seperti semen dan hal tersebut saat ini juga sudah bisa kita saksikan di negara-negara produsen wood pellet seperti Amerika dan Kanada. Pada sisi pelabuhan penerima atau pelabuhan tujuan pengapalan tersebut peralatan yang memadai juga dibutuhkan untuk menangani bongkar muat (unloading) wood pellet tersebut. Untuk perbandingan, pada produk pellet pakan (feed pellet) dalam jumlah besar juga akan membutuhkan hal yang hampir sama untuk export pengapalan curahnya (bulk shipment). Lantas apakah bisa bahan bakar biomasa seperti wood pellet menjadi tahan air (hidropobik) seperti batubara? Jawabnya bisa yakni dengan teknologi torrefaction  sehingga produknys menjadi torrefied wood pellet. Torrefaction akan kita bahas lebih detail lain tulisan mendatang. InsyaAllah.   

1 komentar:

  1. kami adalah trader yang beraliansi dengan beberapa pabrik wood pellet.saat ini kami ingin mencari market dan buyer yang ordernya kisaran 5000 ton.agar pasokan barang aman dan tercover full

    BalasHapus

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...