Senin, 05 Februari 2018

Kondisi Pasar Bahan Bakar Biomasa

Indonesia memiliki potensi produksi biomasa yang sangat besar karena posisinya beriklim tropis,dan tanah yang luas. Bahan bakar biomasa dari Indonesia yang saat ini sudah menjadi komoditas export yakni wood pellet dan cangkang sawit (pks = palm kernel shell). Produksi wood pellet masih tergolong rendah yakni dikisaran 80 ribu ton/tahun, sedangkan cangkang sawit cukup tinggi yakni sekitar 10 juta ton/tahun. Kedua jenis bahan bakar biomasa tersebut sebagian besar untuk export sedangkan di dalam negeri belum banyak digunakan. Mengapa pasar di dalam negeri sendiri belum banyak menggunakan kedua jenis bahan bakar biomasa tersebut? Hal ini karena masyarakat masih menggantungkan energi terutama masih dari bahan bakar fosil, yakni gas LPG untuk memasak rumah tangga dan batubara pada sektor industri.Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan alternatif perlu lebih digalakkan sehingga energi biomasa semakin besar penggunaannya.
PKS Loading
Sementara untuk pasar export kebutuhan bahan bakar biomasa kebutuhannya semakin besar dan diproyeksi mulai tahun 2020 akan meningkat tajam. Untuk cangkang sawit (pks) pembelinya adalah Korea dan Jepang. Saat ini penjual cangkang sawit banyak jumlahnya, sedangkan jumlah pembelinya masih terbatas. Hal ini memunculkan kondisi bisnis yang kurang sehat karena harga komoditas tersebut akan lebih banyak ditentukan oleh pembeli (oligopsoni). Praktek tersebut seharusnya bisa dihindari dan diatasi apabila jumlah pembeli dan penjual relatif seimbang. Bagaimana supaya jumlah pembeli bahan bakar biomasa dari Indonesia semakin banyak?Untuk pasar export selain dua negara yakni Korea dan Jepang yang telah banyak mengimport terutama cangkang sawit dari Indonesia untuk pembangkit listrik, maka promosi untuk mencari pasar yang lain, seperti China, dan Eropa juga mungkin dilakukan. Saat ini juga telah muncul pembeli-pembeli cangkang sawit dari Taiwan dan Thailand walaupun kebutuhannya masih relatif kecil yang penggunaannya untuk pemanas pada boiler sejumlah industri.

Kondisi pasar cangkang sawit (pks) berbeda dengan wood pellet. Letak perbedaannya adalah produsen wood pellet menyebar hampir di seluruh wilayah dunia, karena bahan baku biomasa kayu berada hampir di seluruh permukaan bumi. Sedangkan penjualan cangkang sawit dalam jumlah besar hanya dilakukan di Indonesia dan Malaysia yang memang menjadi produsen CPO terbesar di dunia sekaligus pemilik perkebunan sawit terluas di dunia. Selain itu sejumlah negara besar mempromosikan wood pelletnya secara besar-besaran sehingga akibatnya wood pellet menjadi sangat populer, sehingga permintaannya semakin meningkat tajam berikut sejumlah negara mulai terjun untuk produksi wood pellet. Wood pellet lebih terkenal dan mendunia daripada cangkang sawit walaupun properties atau karakteristik keduanya sebagai bahan bakar biomasa hampir sama. Kondisi ini seharusnya lebih mendorong pemerintah Indonesia untuk mempromosikan cangkang sawit tersebut. Pada kondisi pasar global dengan jumlah produsen dan pengguna wood pellet yang juga cukup seimbang banyaknya, kondisi pasar lebih baik, walaupun sejumlah negara menjadi produsen utama dan menguasai sebagian besar pasar. Sedangkan pasar wood pellet dalam negeri masih kecil sehingga masih perlu didorong penggunaannya demikian juga produksinya. Seiring keresahan masyarakat akibat kelangkaan gas LPG, maka motivasi untuk menggunakan wood pellet juga semakin besar.  
Sambil juga menunggu tahun 2020, pasar atau pengguna di dalam negeri juga perlu dibuat sehingga akan menambah jumlah pembeli dan keterserapan bahan bakar biomasa tersebut. Penggunaan bahan bakar biomasa terbukti memberi manfaat secara ekonomi dan lingkungan apabila pengelolaannya baik dan berkelanjutan (sustainable). Ketika pasar bahan bakar biomasa besar, maka produksi juga seharusnya ditambah. Kalau cangkang sawit (pks) adalah limbah pabrik sawit yang jumlahnya tergantung produksi CPO, sebaliknya wood pellet bisa diuasahakan tersendiri terutama dengan bahan baku dari kebun energi sehingga kapasitasnya bisa sangat besar. Saat ini produksi CPO Indonesia sekitar 35 juta ton dengan luas kebun sawit 12 juta hektar. Kebun energi tersebut bisa dioptimalkan dengan peternakan domba dan peternakan lebah madu (baca 5F project for the world!), demikian juga untuk perkebunan sawitnya (baca Transmigrasi Untuk Menggembala Domba Di Kebun Sawit, Mungkinkah ?). Tandan kosong sawit dan juga batang sawit tua yang sudah tidak produktif juga bisa dibuat pellet. Dan khususnya untuk pellet batang sawit (OPT pellet) saat ini kami ada permintaan untuk volume 1.000 ton/bulan, bagi yang berminat menjadi produsennya, silahkan membaca lebih lanjut disini.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...