Minggu, 25 November 2018

Ketika Industri Wood Pellet 100% Dikuasai Asing

Wood pellet memiliki prospek cerah di masa depan dan sangat pas dikembangkan di Indonesia. Wood pellet yang aplikasinya untuk energi sangat strategis bagi pengembangan bangsa. Bahkan Eropa dalam program Renewable Energy Directive (RED) yang merupakan bagian dari program besar bioeconomy mereka. Dalam RED (Renewable Energy Directive) telah mentargetkan penggunaan energi terbarukan mencapai minimal 20% pada 2020 dengan konsumsi biomasa mencapai 70% dari keseluruhan energi terbarukannya dan pada 2030 menjadi minimal 27%. Untuk energi biomasa, Eropa merupakan produsen wood pellet terbesar yakni diperkirakan saat ini 13,5 juta ton/tahun sementara konsumsinya 18,8 juta ton/tahun, artinya masih terjadi kekurangan sebesar 5,3 juta ton/tahun. Amerika dan Kanada adalah pemasok utama kebutuhan wood pellet negara-negara Eropa tersebut dengan sebagian besar penggunaan wood pellet untuk pembangkit listrik. Indonesia sebagai negara tropis dan kaya akan berbagai biomasa khususnya biomasa kayu-kayuan sangat potensial menjadi produsen wood pellet utama dunia. 

Pada tahun 2024 kebutuhan wood pellet diproyeksikan akan mencapai 50 juta ton sedangkan produksi saat ini 20 juta ton dan produksi wood pellet Indonesia juga masih kecil yakni sekitar 80 ribu ton/tahun saja. Semakin meningkatnya kebutuhan wood pellet terutama didorong oleh sejumlah kebijakan untuk menurunkan penggunaan bahan bakar fossil dan pengganti dengan energi terbarukan salah satu dengan biomasa dan khususnya wood pellet. Bahan bakar fossil menghasilkan gas CO2 yang semakin memanaskan suhu bumi (global warming) dan perubahan iklim (climate change) yang berdampak buruk bagi kehidupan di bumi. Terhitung sudah 23 konferensi bumi yang diadakan hampir setiap tahun dan dihadiri ratusan kepala negara di dunia untuk mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim tersebut. Konferensi bumi pertama kali dilaksanakan di Rio de Janeiro pada 1992, terakhir tahun lalu (2017) di Bonn, Jerman dan tahun ini (2018) direncanakan di Katowice, Polandia. Sedangkan di kawasan Asia setidaknya ada 2 negara yang membutuhkan wood pellet hingga puluhan juta ton, yakni Korea Selatan dan Jepang, untuk lebih detail bisa dibaca disini.
Indonesia memiliki potensi besar untuk produksi wood pellet bahkan menjadi pemain utama dunia karena iklim tropis dan tanah yang luas dan subur. Dengan iklim tropisnya hanya butuh 1 tahun untuk menghasilkan biomasa setara 4 tahun di negara sub tropis seperti Eropa dan Amerika yakni dengan tanaman rotasi cepat (Short Rotation Coppice/SRC) seperti kaliandra. Tetapi ketika industri wood pellet dikuasai 100% asing sesuai yang diumumkan pemerintah beberapa waktu lalu, tentu teramat sangat disayangkan, hal ini karena juga akan sangat mungkin luas tanah Indonesia tersebut akan dikuasai asing juga sebagai penghasil kayu untuk produksi wood pelletnya, warga negara hanya memiliki peran sangat minimal bahkan hanya sebagai penonton saja. Selain itu kontribusi yang didapat negara juga sangat minimal serta tidak akan memberi kesejahteraan bagi  warga negara. Hal yang tidak kalah penting yakni karena diproyeksikan sekitar 10 tahun lagi minyak bumi Indonesia habis, maka wood pellet bisa sebagai sumber energi pengganti yang sangat potensial. Pengembangan wood pellet dengan bahan baku kayu dari kebun energi dan diintegrasikan dengan peternakan maka diharapkan membuat Indonesia swasembada energi bahkan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan swasembada daging. Integrasi perkebunan besar seperti kebun energi dan peternakan besar untuk lebih detail bisa dibaca disini
Energi jelas sektor strategis bahkan sangat erat kaitannya dengan kedaulatan negara. Apabila suatu negara tidak berdaulat dalam sektor energinya maka sangat mudah untuk membuat kegoncangan dalam negara tersebut. Hal ini semestinya harus disadari bersama sehingga tidak dengan mudah memberikan penguasaan sektor bisnis strategis kepada asing. Indonesia juga sudah seharusnya mengembangkan bioeconomy-nya dengan potensi biomasanya, lebih detail bisa dibaca disini. Walaupun negeri tropis dan kaya dengan lautan ternyata membuat Indonesia banyak hujan dan mendung, bahkan curah hujan Indonesia lebih tinggi dari rata-rata dunia, sehingga pengembangan energi terbarukan dengan panas matahari (solar photovoltaic) menjadi mahal dan tidak menjadi pilihan, dan kembali lagi biomasa menjadi pilihan dan solusi jitu untuk kondisi Indonesia, lebih detail dibaca disini

"Orang-orang muslim itu bersyirkah dalam tiga hal, dalam hal padang rumput (lahan), air dan api (energi)". (HR. Sunan Abu Daud).

Syirkah adalah upaya menangkap peluang besar wood pellet tersebut. Sesama muslim khususnya harus saling bekerjasama untuk memakmurkan bumi dengan membuat tanah-tanah yang tidak atau kurang termanfaatkan menjadi lahan yang produktif seperti petunjuk hadist diatas. Apabila tidak bersyirkah akan sangat sulit untuk menangkap peluang besar tersebut. Pemilik lahan, pemilik modal dan pengelola bisa bekerjasama untuk menangkap peluang ini dan tidak menjadi milik asing. Tentu saja kebijakan yang pro rakyat akan semakin mendukung bisnis wood pellet yang melakukan syirkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...