Rabu, 20 Maret 2019

Surplus Kok Import, Ada-Ada Saja!!!

Sudah menjadi hal lazim bahwa suatu negara selalu melindungi produk-produk dalam negerinya. Mengembangkan sekaligus meningkatkan kualitas serta kuantitas produk-produk dalam negeri menjadi salah satu tanggungjawab negara dalam bidang ekonomi. Suatu hal yang aneh dan tidak masuk akal apabila ketika negara terjadi surplus terhadap produk tertentu, tetapi di lain sisi mengimport produk serupa. Hal ini tentu selain merusak perekonomiannya juga secara langsung berdampak pada produsennya. Contoh yang paling mudah yakni pada produk-produk pangan atau pertanian. Sebagai negara agraris produksi beras ketika surplus maka jelas tidak perlu lagi import. Padi produksi petani menjadi tidak terbeli demikian juga untuk tebu dan sebagainya, apabila pada saat surplus seperti panen raya dilakukan import produk serupa. Hal ini suatu pembunuhan ekonomi bagi para petani tersebut.
Ketika pasar berjalan semakin liberal maka peluang kecurangan juga semakin besar. Bisa saja suatu negara membuat berita bohong yang mendiskreditkan produk negara tertentu untuk melindungi produk negara tersebut. Apalagi jika hal tersebut dilakukan oleh negara besar yang berpengaruh. Tentu hal ini berdampak negatif bagi produk negara targetnya sehingga produknya tidak laku di pasar atau minimal harganya jatuh. Politik dagang jahat tersebut banyak dilakukan untuk menjatuhkan lawan bisnisnya. Seharusnya upaya tersebut tidak perlu dilakukan, tetapi bisa menggunakan cara lain yang lebih baik misalnya memberi insentif bagi produsen atau pengguna produk dalam negeri tersebut. Hal tersebut semakin mendorong pemakaian produk dalam negeri dan menghidupkan ekonomi negara tersebut tanpa merugikan negara lain.
Baru-baru ini Korea melakukan sedikit revisi terhadap pemakaian bahan bakar wood pellet. Wood pellet yang diproduksi dari dalam negeri lebih diprioritaskan daripada produk import. Hal tersebut mendorong tumbuhnya industri wood pellet di negara tersebut. Dengan besarnya kebutuhan wood pellet maka besar kemungkinan negara tersebut tetap tidak mampu memenuhi kebutuhannya disebabkan kurangnya bahan baku terkait faktor alamnya. Hal ini bagaimana pun membuat mereka tetap import. Tetapi dengan kebijakan tersebut, Korea telah melakukan keberpihakan terhadap industri dalam negerinya. Ketika negara-negara di dunia semakin banyak menggunakan wood pellet maka produsen-produsen wood pellet juga bisa memilih pembeli dengan harga terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...