Senin, 11 Maret 2019

Efisiensi Pembangkit Listrik Lebih Tinggi Menuntut Kualitas Bahan Bakar Lebih Tinggi

 
Saat kita hendak mengisi bahan bakar kendaraan kita di SPBU tentu kita memilih bahan bakar apa yang paling cocok dengan kendaraan kita. Kendaraan kita akan bisa berjalan dengan optimal jika menggunakan bahan bakar yang sesuai. Kualitas bahan bakar terlalu tinggi (over spec) ataupun terlalu rendah (under spec) hanya akan memberikan kinerja yang kurang optimal. Secara teknis kendaraan tersebut telah dirancang dengan rasio tekanan tertentu pada sistem pembakarannya, apabila bahan bakar dengan kualitas terlalu tinggi maka pada kompresi rendah menjadi sulit terbakar sempurna, dan demikian juga sebaliknya. Pada operasional kendaraan bahkan bahan bakar yang terbakar sebelum waktunya atau setelah waktunya akan menghasilkan performa yang tidak optimal. Bahan bakar dengan kualitas tinggi juga memiliki harga lebih tinggi sehingga secara ekonomi juga tidak menguntungkan, demikian juga dengan bahan bakar kualitas rendah, walaupun lebih murah tetapi performa juga dibawah standar.
Analogi diatas juga kurang lebih sama untuk pembangkit listrik. Semakin tinggi tingkat efisiensi semakin tinggi kualitas bahan bakar yang dipersyaratkan karena kondisi operasi juga di atas rata-rata biasanya, misalnya kompresi, temperatur dan sebagainya. Kalau pada bensin kualitas dinyatakan dengan angka oktan, atau pada solar atau minyak diesel kualitas dinyatakan dengan angka cetan, maka pada bahan bakar padat seperti wood pellet ukuran kualitas dinyatakan dengan nilai kalori. Unsur-unsur lain yang juga diperhatikan pada bahan bakar yakni unsur-unsur yang bisa merusak alat atau mesin yang digunakan. Khusus pada wood pellet kandungan potassium dan klorin yang tinggi bisa berefek buruk pada pembangkit listrik tersebut. Potassium akan menjadi deposit/fouling pada pipa boiler sehingga menurunkan efisiensinya, sedangkan khlorin yang bersifat korosif akan memperpendek umur pakai pembangkit listrik tersebut.


Pada tahun 2030 Jepang akan menerapkan penggunaan pembangkit listrik dengan efisiensi yang lebih tinggi yakni minimum 41% sedangkan sebagian besar efisiensi pembangkit listrik batubara saat ini berkisar 30-35%. Untuk mencapai tingkat efisiensi lebih dari 41% teknologi yang digunakan adalah ultra supercritical pulverized coal. Teknologi ultra supercritical pulverized coal pada dasarnya adalah pengembangan lanjut teknologi pulverized coal yang paling banyak digunakan oleh pembangkit listrik batubara atau lebih dari 95% di seluruh dunia. Perbedaan teknologi ultra supercritical pulverized dengan pulverized adalah pada penggunaan tekanan dan temperature lebih tinggi sehingga efisiensinya juga lebih tinggi. Modifikasi pembangkit listrik juga bisa dilakukan untuk peningkatan efisiensi tersebut. Penggunaan bahan bakar biomasa seperti wood pellet bisa dengan cara cofiring maupun full firing (100% wood pellet). Karakteristik bahan bakar yang digunakan juga akan berpengaruh pada teknologi boiler yang digunakan.
Kadar abu wood pellet yang dipersyaratkan untuk industri seperti pembangkit listrik bisa sampai 6% menurut pellet fuel institute (PFI) Amerika. Tetapi kimia abu menjadi pertimbangan penting pada pemakaian pembangkit listrik tersebut. Korea Selatan misalnya saat ini mensyaratkan kadar klorin maksimal 500 ppm (500 mg/kg) atau Jepang mensyaratkan kadar potassium maksimal 1000 ppm (1000 mg/kg). Hal ini membuat produksi wood pellet mengikuti spesifikasi tersebut apabila spesifikasi belum sesuai. Sejumlah pretreatment khusus perlu dilakukan untuk mencapai spesifikasi tersebut. Potensi wood pellet dari kebun energi di Indonesia sangat besar, demikian juga pellet fuel dari limbah pertanian atau perkebunan seperti tandan kosong sawit yang diperkirakan jumlahnya mencapai kurang lebih 38 juta ton per tahun. Tetapi sekali lagi spesifikasi pellet (wood pellet atau agro waste pellet) yang diproduksi perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangkit listrik di Jepang atau Korea Selatan - dua negara yang sangat tergantung dengan energi - tentunya apabila produsen pellet tersebut berorientasi export. pertanyaan selanjutnya pretreatment seperti apa yang perlu dilakukan pada produksi pellet tersebut? InsyaAllah kita bahas pada kesempatan yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...