Minggu, 01 November 2020

Pembriketan Limbah Industri Perkebunan Pisang

Pisang telah menjadi buah yang umum dikonsumsi dan digemari sejak lama. Seiring meningkatnya kebutuhan buah pisang yang semakin besar sejumlah perkebunan pisang dibuat dan tidak sedikit perkebunan pisang tersebut yang berskala besar hingga puluhan ribu hektar. Limbah biomasa dari perkebunan pisang ini juga akan sangat besar, seperti batang pisang, janjang dan daun. Volume limbah yang sangat banyak tersebut seharusnya diolah sehingga selain tidak mencemari lingkungan bahkan menimbulkan berpotensi menimbulkan penyakit pada pohon pisang itu sendiri, pengolahan limbah biomasa tersebut juga bisa memberi keuntungan secara ekonomi. Pembriketan adalah solusi efektif untuk mengatasi limbah tersebut. Produk briket batang pisang, janjang dan pelepah pisang tersebut digunakan untuk bahan bakar atau sumber  energi.


Untuk bisa dibriket limbah biomasa tersebut dikecilkan ukurannya (down sizing / size reduction) hingga sekitar 1 cm. Limbah biomasa dengan ukuran partikel kecil tersebut selanjutnya dioperas (squeeze) airnya dengan screw press. Setelah air bisa dipisahkan dari limbah tersebut hingga kadar air sekitar 10%  selanjutnya bisa dibriketkan. Jika kadar air belum mencapai kadar air tersebut pengeringan dengan alat pengering (dryer) bisa dilakukan. Cairan yang dipisahkan dari limbah tersebut kaya akan kalium/potassium sehingga bisa digunakan kembali sebagai pupuk cair untuk perkebunan pisang tersebut. Pembriketan dengan mechanical press adalah opsi terbaik untuk pilihan teknologi pembriketan. Berbeda dengan pemelletan yang hanya dengan satu teknologi yakni roller press, pembriketan ada 3 variasi teknologi yang bisa digunakan, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Pembriketan tersebut juga secara teknis juga lebih mudah dan secara ekonomi juga lebih murah biaya produksinya. 

Batang pisang memiliki banyak kemiripan dengan batang enceng gondok. Enceng gondok merupakan gulma perairan sehingga jumlahnya harus dikurangi atau dihilangkan.Keduanya material biomasa yang tidak berkayu seperti pepohonan. Upaya pemadatan enceng gondok menjadi pellet sudah ada yang melakukan beberapa waktu lalu. Pembriketan enceng gondok tersebut juga sangat memungkinkan, bahkan kaidahnya semua material yang bisa dipellet pasti bisa dibriketkan tetapi tidak sebaliknya artinya semua material yang bisa dibriket belum tentu bisa dipellet. Hal tersebut karena selain teknologi pembriketan yang variatif juga tingkat toleransi terhadap sifat-sifat material juga lebih longgar, seperti ukuran partikel dan kadar air. Ukuran partikel terlalu halus yang tidak bisa dipellet seperti limbah pellet bahkan bisa dibriket demikian juga untuk ukuran partikel lebih besar. Sedangkan kadar air hingga 16% juga masih bisa bekerja dengan baik pada pembriketan tetapi tidak bisa dilakukan pada produksi pellet. Tingkat kepadatan (density) briket juga bisa disesuaikan dan umumnya briket juga lebih padat daripada pellet, bahkan hingga 1,4 ton/m3.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...