Rabu, 19 Maret 2025

Entry Point Tercepat Industri Biochar

Ketika di barat khususnya di Eropa melihat biochar terutama untuk mitigasi iklim yakni sebagai carbon sequestration / carbon sink dan membandingkan dengan berbagai upaya serupa di carbon negative / negative emission technologies dengan kompensasi berupa carbon credits atau BCR (biochar carbon removal) credits maka hal tersebut banyak berbeda dengan khususnya di Asia dan Afrika. Biochar di kedua benua itu terutama untuk meningkatkan kesuburan tanah atau memperbaiki tanah-tanah rusak / terdegradasi sehingga bisa lebih produktif untuk menghasilkan produk pertanian pangan.. Pendekatan yang berbeda itu terutama dilatar belakangi oleh faktor yang mempengaruhinya, yakni khususnya di Eropa ketika masalah perubahan iklim, lingkungan, keberlanjutan dan pemanasan global lebih menjadi konsern mereka maka berbagai upaya yang sejalan dengan itu menjadi penting dan relevan sehingga biochar sebagai salah satu solusi. Sedangkan di Asia dan Afrika, faktor tercukupinya kebutuhan pangan menjadi konsern yang lebih utama. 

Saat ini ada 6 NET (negative emission technologies) atau carbon negative action yang bisa menyerap CO2 dari atomosfer seperti diagram diatas. Pada dasarnya diperlukan skala atau kapasitas yang memadai sehingga upaya mitigasi perubahan iklim bisa berjalan secara efektif dan efisien. Faktor kemudahan, biaya dan manfaat tambahan dari aplikasi-aplikasi teknologi di atas akan mempengaruhi implementasinya. Dari keenam NET tersebut biochar memiliki perkembangan tercepat, hal ini karena biochar bisa memenuhi faktor-faktor di atas. Minat ilmiah dan publik pada Biochar mulai tumbuh pada awal tahun 2010 -an dan telah berkembang pesat sejak itu. Fokus awal penelitian biochar adalah pada terra preta (black earth) dan perbaikan tanah. Dan sekarang telah berkembang ke berbagai bidang, termasuk dalam konteks industri dan konstruksi.

Luasnya lahan terdegradasi yang mencapai puluhan bahkan ratusan juta hektar di Indonesia bisa diperbaiki dengan menggunakan biochar. Apalagi potensi limbah biomasa yang bisa dimanfaatkan juta sangat besar, puluhan juta ton bahkan lebih lebih serta kebutuhan pangan (bahkan bioenergi) juga terus meningkat. Upaya yang bertahap dan berkelanjutan untuk perbaikan lahan tersebut perlu segera dimulai. Perbaikan tanah, sekaligus upaya pengelolaan limbah biomasa, produksi energi sekaligus menjadi solusi iklim dengan NET adalah upaya simultan yang efektif. Hal inilah daya tarik biochar sehingga semestinya menjadi program unggulan bagi berbagai industri yang concern dengan ketahanan pangan dan energi, lingkungan, dekarbonisasi, iklim dan keberlanjutan. Hal ini juga sehingga pembukaan hutan untuk food estate bisa dihindari apabila biochar ini dipilih sebagai solusi. 

Pertanyaannya adalah bagaimana biochar ini bisa segera menjadi solusi dan terimplementasi secara massif ? Peningkatan kesadaran tentang manfaat biochar menjadi pintu masuknya. Selanjutnya perbaikan tanah sebagai aksi riil-nya diikuti carbon credit atau bisa dilakukan secara simultan menjadi entry point tercepat industri biochar di Indonesia. Hal ini selain carbon credits dengan biochar atau biochar carbon removal (BCR) credit telah berlaku secara global juga carbon credits menjadi salah satu daya dorong utama pertumbuhan industri biochar secara global. Bahkan secara global BCR credit menempati peringkat pertama atau lebih dari 90% dalam Carbon Dioxide Removal (CDR) yang terdata di cdr.fyi

Selasa, 18 Maret 2025

Export Domba dan Pellet Pakan Ternak ke Aljazair

Aljazair mencanangkan import domba hingga 1 juta ekor untuk memenuhi kebutuhan Idul Adha. Hal ini karena kebutuhan dalam negeri yang besar sedangkan tidak cukup pasokan dari dalam negeri itu sendiri. Hal tersebut disebabkan karena dalam beberapa tahun terakhir terjadi kekeringan, yang mengakibatkan kekurangan pakan ternak dan kenaikan biaya pakan. Dan karena pakan ternak adalah komponen utama dalam sektor peternakan maka kekurangan pakan dan kenaikan biaya pakan akan sangat berakibat pada produk domba penghasil daging tersebut. Harga domba dan daging domba menjadi sangat tinggi. Dengan memilih impor dalam jumlah besar, pemerintah bertujuan untuk mengatasi kekurangan pasokan di pasar dan menekan kenaikan tajam harga ternak.

Indonesia berpeluang untuk menjadi exportir domba tersebut. Selama pakan tersedia maka peternakan domba tidak akan mengalami kendala berarti. Pakan-pakan domba tersebut bisa diupayakan di banyak tempat di Indonesia, bahkan dengan iklim tropis semestinya memproduksi pakan ternak domba bukan hal yang sulit. Apalagi saat ini juga sejumlah kebun energi telah dibuat dengan tanaman kebun energi tersebut juga sekaligus menghasilkan pakan ternak dari daunnya seperti kaliandra dan gamal. Luasnya kebun energi tersebut yang mencapai puluhan ribu hektar juga akan menghasilkan pakan ternak domba tersebut sangat banyak. Hal ini juga dimungkinkan untuk mengeksport pellet pakan berupa pellet daun tersebut, dan sementara kayu dari kebun energi tersebut digunakan untuk produksi wood pellet.  

Sumber berita : Hidayatullah

Kamis, 06 Maret 2025

Biochar untuk Kebun-Kebun Energi

Rendahnya produktivitas kayu dari kebun-kebun energi menjadi salah satu penghambat berkembangnya kebun energi. Walaupun tanaman kebun energi seperti kaliandra bisa tumbuh pada lahan-lahan marjinal atau lahan-lahan kritis, tetapi kualitas tanah tersebut berpengaruh pada produktivitas kayu yang dihasilkan. Hal tersebut sehingga menjadi penting untuk meningkatkan kualitas tanah kebun-kebun energi tersebut sehingga bisa menghasilkan produktivitas tanaman yang optimal. Biochar bisa menjadi solusi efektif untuk hal tersebut. Limbah-limbah biomasa yang banyak mencemari lingkungan bisa dimanfaatkan untuk produksi biochar ataupun produk-produk kayu dari kebun energi tersebut bisa sebagian untuk produksi biochar.

Kebun-kebun energi dan biochar adalah dua hal yang positif bagi solusi iklim. Kebun-kebun energi untuk produksi bahan bakar biomasa yang carbon neutral seperti wood pellet, sedangkan biochar untuk meningkatkan kualitas tanah, menghemat pemakaian pupuk dan sebagainya serta sebagai carbon sequestration / carbon sink yang carbon negative. Solusi biochar untuk kebun-kebun energi akan memaksimalkan upaya CO2 reduction dan sustainibility. Luasnya kebun-kebun energi karena mengejar target produksi kuantitas bahan bakar biomasa yang berarti sebanding dengan penggunaan lahan dan juga sebanding dengan penggunaan biocharnya. Hal ini sehingga produksi biochar skala industri dibutuhkan untuk mendukung hal tersebut, lebih detail baca disini. Semakin rusak tanah-tanah atau lahan-lahan kritis tersebut maka kebutuhan biochar akan semakin besar. Dan produksi biochar kapasitas besar tersebut berpeluang mendapat carbon credit atau BCR (Biochar Carbon Removal) credit yang bisa menjadi daya dorong tumbuhnya industri-industri biochar.  

Lahan-lahan kritis dan lahan marjinal semestinya diprioritaskan sebagai lahan-lahan kebun energi. Hal ini selain akan memulihkan kualitas lahan dan akan memberi nilai tambah penggunaan lahan serta upaya mencegah terjadinya bencana. Legalitas lahan juga menjadi perhatian penting. Lahan harus clear and clean artinya bebas dari sengketa sehingga tidak menimubulkan masalah di kemudian hari. Selanjutnya lahan hutan tanaman industri (HTI) yang memang sesuai peruntukannya hutan produksi juga bisa digunakan untuk lahan kebun energi tersebut. Seberapa rusak atau terdegradasinya lahan-lahan tersebut akan menentukan seberapa banyak atau dosis penggunaan biochar. Sedangkan pembuatan kebun energi dari alih fungsi lahan dari hutan lindung / hutan konservasi ke hutan produksi seharusnya dilarang, karena alih-alih akan menyelamatkan lingkungan tetapi malah dampak buruk terhadap lingkungan semakin besar. Jadi membuka lahan hutan (deforestasi) untuk kebun energi sama sekali tidak dianjurkan.  

Minggu, 02 Maret 2025

Taiwan, Pasar Baru Wood Pellet Asia

Setelah Jepang dan Korea menjadi pasar utama wood pellets di Asia selama bertahun-tahun, selanjutnya Taiwan diprediksi akan muncul sebagai tujuan baru pasar wood pellet di Asia. Hal ini karena kebijakan energi Taiwan mentargetkan 20% penggunaan energi terbarukan pada tahun 2025. Yakni dengan berfokus pada transisi energi dari batubara dan bahan bakar fosil lainnya ke sumber energi terbarukan termasuk biomasa, matahari dan angin untuk meningkatkan energi terbarukan dari 10% ke 20% pada 2025. Undang-undang penurunan dan pengelolaan gas rumah kaca (Greenhouse Gas Reduction and Management Act) mensyaratkan penurunan emisi karbon tahunan sebesar 20% pada 2030 dan 50% pada 2050, dibawah 2005 atau penurunan 53 juta ton ekuivalen CO2 pada 2030 dan 133 juta ton pada 2050. Hal tersebut juga bagian dari visi Taiwan bebas nuklir dan mendukung tujuan nasional untuk mencapai net-zero carbon emission pada 2050. Pengembangan energi terbarukan adalah implementasi terpenting untuk mencapai tujuan tersebut dan wood pellet menjadi prioritas utama. Taiwan akan mengimport wood pellet dalam jumlah cukup besar untuk mencapai sasaran produksi baru energi hijaunya. 

Kebutuhan wood pellet di Taiwan mencapai jutaan ton atau lebih detail perkiraannya adalah 1.7 juta ton per tahun khusus untuk Taiwan Power Company, yang segera akan dilaksanakan ketika kebijakannya diterapkan. Dan ada juga sejumlah pembangkit listrik independent yang menggunakan boiler batubara untuk menghasilkan listrik khususnya industri plastik, kilang minyak bumi dan pembuatan kertas. Saat ini energi terbarukan terhitung kurang dari 10% dari total output energi di Taiwan. Sedangkan pemerintah bertujuan memiliki 778 megawatts (MW) pembangkit listrik berbasis biomasa pada 2025, memungkinkan produksi sebanyak 4.1 milyar kWh.

Negara-negara produsen-produsen besar wood pellets dunia mengarahkan pandangannya ke Taiwan seperti Amerika Serikat, Vietnam dan Kanada. Vietnam bahkan telah menjadi produsen wood pellet terbesar kedua di dunia, dengan menggeser Kanada.  Dan secara nasional, eksport produk-produk kayu Vietnam lebih dari 70% merupakan adalah furniture dan  interior application, 7% untuk panel berbahan dasar kayu, 17% wood chip dan 5% untuk wood pellets. Dan untuk menghasilkan produk-produk tersebut, Vietnam juga mengimport kayu dalam jumlah besar dari lebih 114 negara dan 700 spesies / subspesies, sebesar $3.1 milyar dalam bentuk kayu gelondongan, kayu gergajian dan kayu lapis serta mengimport hampir 2 juta meter kubik kayu keras tropis.   

Pada dasarnya negara-negara produsen besar wood pellet berlomba-lomba ingin meyakinkan Taiwan sebagai pengguna atau pembeli wood pellets tentang kemampuan suplai, termasuk kuantitas dan kualitas, kehandalan logistik dan keberlanjutan pasokannya. Walaupun pasar Jepang dan Korea terus bertumbuh tetapi penetrasi ke pasar baru akan menambah para produsen tersebut. Bahkan di Jepang pembangkit listrik baru juga banyak dibangun sehingga kebutuhan wood pellet juga semakin besar. Selain itu peningkatan rasio cofiring pada pembangkit-pembangkit listrik di Jepang juga akan meningkatakan permintaan wood pellet. 

Dan secara global menurut Hawkin Wright, penjualan wood pellet mencapai adalah tertinggi diantara bahan bakar biomasa lainnya, yakni lebih dari 27 juta ton/tahun pada 2025. Sedangkan FutureMetric bahwa pasar untuk wood pellet untuk industri (industrial pellet fuel) dapat mencapai 55 juta ton pada 2030. Dengan demikian kebutuhan wood pellets akan terus meningkat dengan rata-rata lebih dari 5,5 juta ton per tahunnya sehingga demikian juga untuk produksi wood pelletnya. Indonesia tetap memiliki potensi yang besar untuk menjadi produsen wood pellet dunia karena potensi bahan baku yang bisa diupayakan, baik dari limbah-limbah industri kayu dan kehutanan maupun dari kebun energi. Dengan lokasi yang tidak terlalu jauh dengan Taiwan (dibanding negara produsen wood pellet seperti Amerika Serikat dan Kanada) sehingga biaya logistik atau transportasi lebih murah, maka peluang untuk bersaing juga cukup besar. Selain itu PKS (palm kernel shell) atau cangkang sawit juga menjadi alternatif bahan bakar biomasa selain wood pellet dan sebagai produsen minyak sawit / CPO atau pemilik kebun sawit terbesar di dunia maka Indonesia nomer satu untuk itu. 

Senin, 24 Februari 2025

Cogeneration pada Pabrik Sawit dengan Pirolisis, Langkah Awal Produksi dan Implentasi Biochar

Analoginya seperti halnya cofiring yang dilakukan pada pembangkit pembangkit listrik batubara dengan mencampur bahan bakar biomasa dengan rasio tertentu sebagai upaya dekarbonisasi sektor energi di pembangkit listrik. Sedangkan di pabrik sawit, cogeneration dengan pirolisis sebagai langkah awal inovatif memasuki era carbon negative dengan aplikasi biochar, produk utama pirolisis tersebut. Dan karena semua pabrik sawit memang menggunakan bahan bakar biomasa untuk operasional pabriknya maka sudah merupakan berbasis bahan bakar carbon neutral, tidak seperti pembangkit listrik batubara berbasis bahan bakar carbon positive karena berasal dari fossil.

Berbeda dengan cofiring yang mencampur bahan bakar batubara dan biomasa dengan rasio tertentu lalu dibakar bersama dalam tungku pembakaran seperti pulverized combustion, maka cogeneration dilakukan dengan menghasilkan energi secara terpisah tetapi output energinya untuk penggunaan atau khususnya boiler yang sama. Ini dilakukan karena bisa jadi jenis bahan bakarnya berbeda seperti bahan bakar padat dengan bahan bakar cair ataupun teknologi menghasilkan energi tersebut berbeda. Dengan cogeneration tersebut berarti tidak semua energi dihasilkan dari satu sumber energi atau energi dari cogeneration adalah sumber energi sekunder untuk memenuhi kebutuhan energi total, dan dalam hal cogeneration di pabrik sawit ini, energi dari pembakaran (combustion) masih menjadi energi primer-nya. 

Lalu kenapa kok tidak langsung full pyrolysis saja ? Lebih mudah, secara bertahap bagi pabrik sawit mengadopsi teknologi pirolisis dan karakteristiknya. Karena (slow) pyrolysis tujuannya untuk maximize solid / biochar maka produk samping berupa excess energy (syngas dan biooil) sebagai sumber bahan bakar boiler, nilai kalornya tidak sebanyak pembakaran (combustion) yang memang tujuannya untuk maximize heat. Hanya sekitar 1/3 excess energy tersebut berkontribusi (cogeneration) sebagai bahan bakar boiler. Dengan kata lain apabila langsung full pyrolysis maka jumlah biomasa sebagai bahan baku pyrolysis menjadi 3 kali lipat atau unit pyrolysis menjadi sangat besar sehingga semua limbah biomasa pabrik sawit terpakai, dan pabrik tidak bisa menjual cangkang sawitnya.

Keuntungan apa yang didapat oleh pabrik sawit apabila melakukan cogeneration dengan pyrolysis untuk produksi biochar antara produk biocharnya bisa untuk menghemat pemakaian pupuk di perkebunan sawit, mengatasi masalah limbah tandan kosong sawit sehingga pabrik sawit bisa zero waste, cangkang sawit yang selama ini digunakan untuk bahan bakar boiler bisa dijual sehingga menambah pendapatan, produktivitas tandan buah segar (TBS) kelapa sawit meningkat, aplikasi biochar di kebun sawit juga sebagai solusi iklim (carbon sequestration / carbon sink) sehingga bisa mendapat kompensasi carbon credit dan dengan pengelolaan limbah yang baik bahkan zero waste dan aplikasi biochar di kebun-kebun sawit maka perusahaan sawit akan mendapat citra yang baik pada aspek lingkungan dan keberlanjutan (sustainibility).

Sabtu, 15 Februari 2025

Urgensi Produksi Biochar Kapasitas Industri

Pemberian atau aplikasi biochar ke lahan pertanian mengikuti kaidah 4Rs  yakni yakni right source (bahan baku biochar yang sesuai), right place (area aplikasi yan tepat), right rate (takaran atau dosis yang tepat) dan right timing (waktu yang tepat). Sifat-sifat fisika dan kimia biochar berbeda tergantung pada bahan baku dan proses produksinya. Dengan mengikuti aturan 4R tersebut maka performa biochar bisa dimaksimalkan. Efek biochar pada tanaman akan terlihat nyata (signifikan) ketika kaidah 4R tersebut dipenuhi. Dengan dosis / rate mencapai 20 ton/ha (tergantung faktor-faktor kondisi yang mempengaruhi), maka kebutuhan biochar juga besar. Hal inilah mengapa produk biochar jarang dijual secara online, yakni karena volume besar tersebut.

Berbeda dengan pembenah tanah seperti kompos, efek biochar bisa dirasakan cukup lama atau untuk beberapa jenis tanaman pertanian yakni tidak hanya satu musim tanam saja, tetapi hingga berulang kali. Hal ini juga membuat pemberian atau aplikasi biochar ini tidak sesering kompos. Dan pada akhirnya tentu saja aspek ekonomi menjadi parameter penentu apakah biochar membuat usaha pertanian lebih menguntungkan atau tidak. Harga biochar di pasaran menjadi perhatian penting bagi pengguna atau para petani. 

Minimnya produksi biochar di Indonesia saat ini menjadi penghalang bagi aplikasi biochar di lahan-lahan pertanian yang luas, bahkan ketika kesadaran petani akan biochar juga meningkat. Hal ini menjadi daya dorong pentingnya produksi biochar yang memadai khususnya kapasitas industri. Hanya dengan jumlah produksi biochar yang memadai maka aplikasi biochar di lahan-lahan pertanian ataupun tanah-tanah terdegrasi akan bisa dilakukan secara optimal. Urgensi produksi biochar kapasitas industri semakin besar apalagi ketika produksi biochar tersebut juga mendapatkan carbon credit, tentu ini akan semakin menarik.  

Kamis, 13 Februari 2025

Biochar dan Ketahanan Pangan & Energi

Seiring pertambahan jumlah penduduk semakin bertambah juga kebutuhan pangan dan energi. Hal ini sehingga produksi pangan dan energi juga harus ditingkatkan. Peningkatan produksi pangan sangat terkait pada kualitas dan kuantitas lahan. Tetapi walaupun kuantitas lahan sangat besar tetapi kualitasnya cenderung menurun sehingga otomatis produktivitas tanamannya juga menurun. Penurunan kualitas lahan atau kerusakan lahan ini terjadi pada lahan yang sangat luas hingga jutaan hektar. Dengan luasnya lahan-lahan sub-optimal dan terdegradasi mencapai ratusan juta hektar yang terdiri dari lahan kering 122,1 juta ha; lahan pasca tambang 8 juta ha; lahan kristis 24,3 juta hektar; total sekitar 154,4 juta ha, bisa dikatakan potensi kehilangan produk-produk pangan juga mencapai jutaan ton juga. Sementara lahan yang rusak maka akan semakin rusak apabila tidak dilakukan upaya perbaikan. Upaya upgrading atau meningkatkan kualitas lahan ini semestinya menjadi prioritas penting dalam upaya mencapai ketahanan pangan dan energi. 

Aplikasi biochar adalah solusi untuk perbaikan lahan-lahan tersebut. Bahan baku untuk produksi biochar juga sangat berlimpah antara lain seperti tankos sawit kering sekitar 30 juta ton/tahun, baggase 2 juta ton/tahun, tongkol jagung 5 juta ton/tahun, batang singkong 3 juta ton/tahun, kayu limbah 50 juta ton/tahun, sekam padi 15 juta ton/tahun, kulit kakao dan seterusnya. Dengan aplikasi biochar tersebut maka produktivitas pertanian bisa meningkat rata-rata 20% bahkan hingga 100%. Jika diaplikasikan pada skala makro atau nasional dengan katakan dengan peningkatan produksi 20% saja maka misalnya produksi beras akan meningkat menjadi 36 juta ton/tahun dari sebelumnya 30 juta ton/tahun, jagung meningkat menjadi 18 juta ton/tahun dari sebelumnya 15 juta ton/tahun, minyak sawit atau CPO menjadi 60 juta ton/tahun dari sebelumnya 50 juta ton/tahun. Hal ini akan menghemat pemakaian lahan sehingga pembukaan lahan hutan untuk tanaman pangan dan (bio)energi seperti food estate bisa tidak diperlukan atau setidaknya memperlambat hal tersebut.  Tetapi mengapa sampai saat ini biochar belum menjadi perhatian dan dijadikan solusi ? 

Selain itu produksi biochar dengan pirolisis juga akan menghasilkan sejumlah produk samping yang bisa digunakan untuk aplikasi energi atau yang lainnya, seperti pada diagram di atas. Banyak agroindustri yang membutuhkan pengeringan dalam proses produksinya, Sehingga hal ini menjadi tambahan keuntungan dari penggunaan teknologi pirolisis untuk produksi biochar tersebut. Sedangkan dari aspek lingkungan demikian juga yakni biochar sebagai carbon sequestration sehingga sebagai solusi iklim dan bisa mendapatkan carbon credit. Demikian juga pada pengelolaan limbah (waste management), karena bahan baku biochar adalah limbah biomasa baik dari pertanian, perkebunan dan kehutanan bahkan juga dari limbah-limbah organik maka bisnis pirolisis dan biochar juga menjadi solusi masalah tersebut.  

Senin, 10 Februari 2025

Mengoptimalkan Pirolisis dan Biochar pada Industri Sawit

Produksi CPO Indonesia saat ini mencapai sekitar 50 juta ton per tahun dengan luas lahan mencapai sekitar 17,3 juta hektar. Ini berarti rata-rata produksi CPO per hektar adalah 2,9 ton saja atau per satu juta hektar menghasilkan 2,9 juta ton. Apabila biochar digunakan dan terjadi kenaikan 20% berarti terjadi kenaikan 10 juta ton CPO per tahun dan ini setara menghemat lahan sekitar 3,5 juta hektar, atau penggunaan biochar akan memperlambat pembukaan hutan untuk perkebunan sawit. 

Rata-rata kecepatan luas perkebunan sawit Indonesia adalah 6,5% per tahun atau ekuivalen sekitar 1 juta hektar per tahun untuk 5 tahun terakhir, sedangkan peningkatan produksi buah kelapa sawit atau TBS (tandan buah segar) rata-rata hanya 11%.  Bahkan perluasan lahan sawit terbesar terjadi pada tahun 2017 yakni bertambah seluas 2,8 juta hektar.  Dengan membuka hutan 1 juta hektar produksi CPO nasional hanya naik 11% sedangkan tanpa perlu membuka hutan yakni dengan aplikasi biochar bisa terjadi kenaikan produktivitas 20%. Dan kenaikan 20% yield tbs (tandan buah segar) penggunaan biochar adalah estimasi rendah.

Target ideal

Dengan jumlah pabrik sawit di Indonesia yang mencapai lebih dari 1000 unit dan puluhan juta ton limbah biomasa khususnya tandan kosong (tankos) sawit tentu volume produksi biochar yang dihasilkan juga sangat besar. Selain itu teknologi pirolisis bisa menggantikan teknologi pembakaran yang umumnya digunakan di pabrik-pabrik sawit untuk menghasilkan kukus / steam untuk produksi listrik dan sterilisasi tandan buah segar pada produksi CPO. Dengan bahan baku pirolisis menggunakan tankos sawit dan bisa menggantikan cangkang sawit, maka 100% cangkang sawit bisa dijual atau di eksport. Penjualan cangkang sawit atau PKS (palm kernel shell) tersebut tentu akan memberi tambahan keuntungan yang menarik bagi perusahaan sawit tersebut. Cangkang sawit atau PKS adalah kompetitor utama wood pellet di pasar biomasa global. 

Selain itu penggunaan biochar juga menghemat pemakaian pupuk dan biaya operasional tertinggi pada perkebunan sawit adalah pupuk sehingga ini sangat relevan. Puluhan milyar biaya yang dikeluarkan untuk pupuk bisa dikurangi dengan penggunaan biochar, apalagi biocharnya berasal dari limbah sendiri sehingga otomatis juga akan menjadi solusi pengelolaan limbah biomasa. Termasuk juga biopestisida dan pupuk organik cair juga bisa dihasilkan dari proses pirolisis tersebut. Carbon credit adalah potensi bisnis berikutnya. Hal ini karena aplikasi biochar ke tanah untuk pertanian atau perkebunan tersebut sebagai upaya carbon sequestration / carbon sink. 

Keuntungan yang bisa didapat dari carbon credit biochar ini juga besar bahkan secara global biochar carbon credit menempati peringkat pertama atau lebih dari 90% dalam Carbon Dioxide Removal (CDR) yang terdata di cdr.fyi. Tetapi memang banyak produsen besar biochar yang tidak menjual carbon creditnya karena adanya persyaratan metodologi oleh perusahaan-perusahaan carbon standar seperti Puro Earth dan Verra, dan produsen-produsen biochar itu telah nyaman dengan bisnis penjualan biocharnya, apalagi produsen-produsen tersebut telah ada (established) sejak sebelum carbon credit tersedia untuk biochar.  

Masalah Pemanenan Kayu dari Kebun Energi Kaliandra dan Kandungan Kalium Tinggi Pada Abu Wood Pelletnya : Dua Hal yang Perlu Mendapat Perhatian

Faktor efisisensi produksi dan kualitas produk yang standar dan stabil menjadi mindset industri, tidak terkecuali untuk industri wood pellet dari kebun energi kaliandra. Operasional pemanenan kayu yang dilakukan secara manual membuat efisiensi produksi rendah. Kebutuhan harian yang tinggi untuk bahan baku wood pellet dari kebun energi membutuhkan alat mekanisasi untuk pemanenan kebun kaliandra tersebut. Sedangkan produk wood pellet kaliandra yang kadar abunya mengandung kalium yang tinggi juga membutuhkan treatment tertentu sehingga produk wood pelletnya memenuhi standar untuk pembangkit listrik pada umumnya. Stabilitas kualitas dan kuantitas produksi sangat terkait kualitas peralatan produksi yang digunakan. Dua hal tersebut harus menjadi perhatian penting bagi produsen wood pellet dari kebun energi kaliandra yang berkapasitas besar dan berorientasi export. 

Industri wood pellet dari kebun energi kaliandra adalah hal baru, sehingga belum banyak referensi sebagai rujukan. Sejarahnya atau cikal bakal industri ini berasal dari proyek Kementrian Kehutanan Republik Indonesia saat itu yang membuat industri skala inkubator sebagai percontohan untuk produksi wood pellet dari kebun energi kaliandra yang berlokasi di sekitar bukit Geger, Bangkalan, Madura, Jawa Timur sekitar 12 tahun lalu. Pada saat itu sebenarnya sudah ada beberapa industri wood pellet yang beroperasi tetapi semua pabrik atau industri wood pellet tersebut menggunakan bahan baku dari limbah-limbah industri perkayuan, seperti limbah industri penggergajian, limbah industri barecore, limbah industri kayu lapis dan sebagainya. 

Pohon kaliandra juga bukan tanaman yang baru dikenal oleh masyarakat. Pohon ini sudah banyak ditanam tetapi sebelumnya dengan tujuan berbeda yakni untuk penghijauan, untuk pakan ternak ataupun untuk peternakan lebah madu. Sedangkan untuk tujuan bioenergi atau produksi wood pellet, penanaman pohon kaliandra dalam bentuk kebun energi adalah sesuatu yang baru. Hal itulah mengapa pada tahap awal tersebut pemanenan kayu kaliandra masih dilakukan secara manual dan hal ini menjadi tidak efektif dan efisien pada perkebunan kapasitas besar. Selain itu produk wood pelletnya juga belum dianalisa atau diperiksa secara lengkap / komprehensif sehingga tingginya kandungan kalium / potassium (ash chemistry) pada abunya juga belum terdeteksi. Ketika persyaratan tentang kandungan maksimal dari kalium / potassium harus dipenuhi maka treatment khusus perlu dilakukan. 

Selain itu hal penting yang perlu diperhatikan adalah target jenis-jenis produk yang dihasilkan. Apabila kebun kaliandra tersebut tidak hanya menghasilkan kayu sebagai bahan baku produk wood pellet, tetapi juga mengolah daun untuk pakan ternak maka mekanisme pemanenan sangat berpengaruh. Daun dari kebun kaliandra tersebut juga harus bisa dipanen secara efektif dan efisien atau sama dengan produk kayunya. Hal ini bisa saja misalnya pohon dan daun dipanen bersamaan lalu dibawa ke suatu tempat dan dipisahkan untuk diolah masing-masing. Atau bisa juga produk kayu dan daun tersebut sudah dipisahkan pada saat pemanenan, selanjutnya masing-masing menuju ke unit pengolahan masing-masing. Peralatan yang digunakan juga pasti berbeda sesuai pilihan mekanisme pemanenan tersebut. Sedangkan untuk produk madu dari peternakan lebah yang memanfaatkan nektar kaliandra tidak terpengaruh dalam mekanisme ini, hal ini proses prduksi madu terpisah dan terkait dengan musim perbungaan pohon kaliandra itu sendiri.  

Seiring dengan trend dekarbonisasi dunia, maka prospek kebun kaliandra semakin cerah. Diprediksi akan banyak kebun kaliandra dibuat yang dimaksudkan terutama untuk produksi bioenergi seperti produksi wood pellet tersebut.dan ini sejalan dengan scenario carbon neutral yang mendukung program nett zero emission. Penggunaan wood pellet tersebut terutama untuk bahan bakar di pembangkit listrik batubara melalui mekanisme cofiring. Pada tahap selanjutnya bisa dimungkinkan penggunaan 100% bahan bakar pembangkit listrik tersebut menggunakan wood pellet tersebut (fulfiring). Kandungan kalium / potassium yang tinggi pada umumnya menjadi masalah pada aplikasi untuk pembangkit listrik ini, walaupun memang ada tipe pembangkit listrik yang secara teknis tidak mempermasalahkan kandungan kalium tersebut, tetapi produksi wood pellet dari kaliandra yang rendah kandungan kalium tentu lebih disukai.   

Minggu, 02 Februari 2025

Optimalisasi Kebun Energi Kaliandra untuk Energi, Pangan dan Pakan, Mungkinkah ?

Kebun-kebun energi kaliandra sesuai namanya memang diprioritaskan atau untuk maksud utama yakni produksi energi dari biomasa baik wood pellet atau hanya wood chip. Hal ini karena kayu adalah produk utama dari kebun energi tersebut,sedangkan daun dan nektar bunga sebagai produk samping atau dianggap limbah usaha wood pellet atau wood chip tersebut. Tetapi apabila pemanfaatan daun untuk pakan ternak dan nektar bunga untuk produksi madu memiliki nilai keekonomian yang mendekati atau bahkan melampaui produk wood pelletnya, maka akan lain cerita. Daun kaliandra seperti halnya daun indigofera dan daun gamal memiliki kandungan protein tinggi, sementara unsur protein inilah yang merupakan sumber nutrisi dengan biaya termahal dari semua unsur dalam produk pakan ternak, sedangkan madu kaliandra adalah salah satu madu dengan kualitas terbaik dibandingkan produk-produk madu lain seperti madu akasia,madu randu, madu karet dan sebagainya. 

Sinkronisasai antara produksi madu dan kayu sangat penting dalam kebun energi tersebut untuk memaksimalkan profit. Pada produksi madu sangat diperhatikan yakni waktu pertama kali kaliandra berbunga dan siklus bunga berikutnya. Jangan sampai hanya karena ketidaktahuan siklus bunga tersebut maka banyak keuntungan yang seharusnya bisa didapat tetapi melayang begitu saja. Selain itu untuk produksi madu yang berkelanjutan dan optimal maka tidak hanya nekar kaliandra saja yang dibutuhkan, tetapi sejumlah tanaman tertentu sebagai pendukung, baik untuk tambahan pakan lebah, maupun untuk pembuatan sarang lebahnya. Ketika yang ada hanyalah nektar kaliandra maka produksi madu akan maksimal tetapi tidak akan berkelanjutan karena koloni lebah semakin mengecil dan selanjutnya lenyap. Hal inilah pentingnya rekayasa kebun dengan sejumlah spesies atau jenis tanaman tertentu apabila memang produksi madu juga menjadi produk penting dalam usaha berbasis kebun kaliandra tersebut. 

Daun kaliandra yang jumlahnya berlimpah otomatis akan didapat ketika pohon-pohon kaliandra tersebut ditebang atau dipanen. Daun kaliandra tersebut perlu dipisahkan dari kayu dan ranting untuk bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak. Produk pakan ternak dari daun kaliandra tersebut bisa berupa daun segar maupun daun olahan berupa pellet, ataupun hay. Hal tersebut sehingga dimungkinkan adanya pabrik pellet daun (leaf pellet) selain pabrik wood pelletnya. Dengan estimasi volume daun 1/4 dari kayu tetapi harga pellet daun sekitar 3 kali harga pellet kayu (wood pellet)-nya. Maka keuntungan dari pemanfaatan daun menjadi pellet (leaf pellet) sangat besar, perkiraan 1/2 s.d 3/4 dari omset wood pellet.  Hal ini tentu menjadi pertimbangan serius dan tidak bisa diabaikan begitu saja. 

Pemahaman yang komprehensif tentang kebun kaliandra untuk energi, pangan dan pakan memang sangat penting untuk memaksimalkan  profit dari usaha berbasis kebun kaliandra tersebut. Hal ini akan mendorong kebun energi kaliandra ini akan semakin berkembang. Selain itu aspek legalitas dan pemilihan lahan untuk lokasi kebun kaliandra tersebut. Hal ini karena terutama karena untuk produk wood pellet pada umumnya adalah untuk orientasi export dan khususnya untuk Jepang dan Eropa sertifikasi terkait lingkungan atau keberlanjutan (sustainibility) sangat penting bahkan diwajibkan sehingga aspek legalitas (yang clear and clean) dan selektivitas lahan yang sesuai peruntukannya termasuk riwayat lahan tersebut menjadi hal yang sangat penting juga. Jadi optimalisasi kebun energi kaliandra untuk energi, pangan dan pakan, mungkin dilakukan apabila syarat dan ketentuannya dipenuhi.  

Minggu, 12 Januari 2025

Tidak Seperti Lebah Madu, Kenapa Perkembangan Kebun Energi Sepi Perhatian dari Industri Peternakan Kambing/Domba dan Sapi ?

Seiring trend dekarbonisasi global, kebun energi semakin berkembang di Indonesia. Pembuatan kebun energi tersebut memiliki tujuan utama untuk produksi bahan bakar biomasa seperti wood chip dan wood pellet. Produksi wood chip karena lebih mudah dan peralatan produksi lebih mudah dan murah biasanya akan dilakukan terlebih dahulu sebelum produksi wood pellet dan untuk lebih detail bisa dibaca disini. Selain pemanfaatan kayu sebagai produk utama dari kebun energi, produk samping yang bisa dihasilkan dari kebun energi yakni pakan ternak dari pemanfaatan daun dan madu dari peternakan lebah madu. Dan dengan pemanfaatan seluruh bagian pohon (whole tree utilization) tersebut maka usaha berbasis kebun energi tersebut tidak hanya semakin menguntungkan, tetapi bisa tetap berkelanjutan (sustainable). 

Produksi madu yang bisa dihasilkan dari perkembangan kebun energi juga akan sangat besar yakni berton-ton bahkan ratusan hingga ribuan ton sebanding dengan luas area kebun energi tersebut. Apalagi tanaman yang dibudidayakan adalah kaliandra merah yang dari nektarnya akan dihasilkan salah satu kualitas madu terbaik. Terkait perkembangan kebun energi tersebut bahkan API (Asosiasi Perlebahan Indonesia) merespon optimis perkembangan kebun energi tersebut, karena dalam 5 tahun ke depan ditargetkan produksi madu akan meningkat 300% sehingga import madu yang puluhan ribu ton dari China bisa dikurangi bahkan bisa dicukupi sendiri, lebih detail baca disini. Selain madu, dari peternakan lebah madu juga akan dihasilkan beberapa produk turunan yakni royal jelly, bee pollen, bee wax dan bee venom yang juga memiliki banyak manfaat. Moto “Gertakanlah” yakni Gerakan Tanam Pakan Lebah sangat sejalan dengan perkembangan kebun energi ini.

Tetapi kondisi ini berbeda dengan dunia peternakan khususnya peternakan ruminansia yakni kambing/domba dan sapi. Padahal kebutuhan daging Indonesia juga sangat besar yang sebagian besar masih dicukupi dari import. Berbeda dengan perlebahan yang responsif dengan perkembangan trend global dekarbonisasi yakni lebih spesifik dengan kebuin energi tersebut, dunia atau pelaku industri peternakan tidak ada respon terkait ini, padahal produksi pakan dari kebun energi ini juga akan sangat besar. Bahkan unsur utama dari pakan ternak dari daun kaliandra merah adalah protein dan protein adalah unsur paling mahal dari nutrisi pakan ternak. Selain itu juga dengan peternakan tersebut juga dimungkinkan untuk terjadi integrasi seperti diagram di atas. Integrasi akan memberi manfaat optimal dan produksi menjadi efisien, sehingga memberi keuntungan lebih besar lagi. 

Jumat, 10 Januari 2025

Stationary Auger : Industrial Pyrolysis for Indonesia and SE Asia

Produksi biochar global pada tahun 2023 diperkirakan mencapai 350 ribu ton atau ekuivalen dengan 600.000 carbon credit dan diperkirakan akan terus meningkat. Dari perspektif ekonomi pendapatan dari produsen biochar, distributor, produsen pengolahan lanjut biochar (value-added producers) dan pembuat peralatan melampaui $600 juta pada 2023, dengan CAGR 97% antara 2021 dan 2023. Pendapatan diproyeksikan akan tumbuh mendekati $3,3 milyar pada tahun 2025 ini. Adanya carbon credit menjadi motivasi terbesar kedua untuk produksi biochar tersebut. Dengan adanya carbon credit tersebut terjadi lonjakan produksi biochar secara signifikan dari sebelumnya.  Pada tahun 2023 dari carbon credit biochar ini memberi kontribusi terbesar pada yakni 90% carbon removal di pasar karbon sukarela (voluntary carbon market) menurut data dari CDR.fyi

Dan bahkan produksi biochar dimana pendapatan dari penjualan langsung biochar tidak begitu besar atau dengan kata lain mereka mengandalkan pendapatan dari produksi biochar maka hal tersebut juga tetap menjadi bisnis yang menguntungkan. Sebagai negeri tropis maka Indonesia bisa dikatakan sebagai surga biomasa baik dari biomasa pertanian / perkebunan ataupun kehutanan. Apabila biomasa tersebut dikonversi menjadi biochar maka produksinya akan sangat besar begitu juga carbon creditnya. Penjualan biochar secara langsung (physical biochar) juga bisa dilakukan dengan baik karena sangat banyak lahan sub-optimal yang bisa diperbaiki ata diupgrade dengan menggunakan biochar, seperti lahan-ahan kering,lahan-lahan kritis, lahan pasca tambang dan sebagainya, yang jumlahnya mencapai puluhan bahkan ratusan juta hektar.

Hampir 80% produsen biochar tahun 2023 masuk kategori sedang, besar, sangat besar

Pemilihan alat produksi yang bisa menghasilkan biochar bersertifikat sehingga bisa mendapatkan carbon credit adalah hal yang penting selain itu juga memaksimalkan kapasitas produksi maka perlu peralatan produksi yang memadai. Alat pirolisis stationary auger adalah pilihan tepat untuk memenuhi persyaratan di atas. Selain menghasilkan biochar sebagai produk utama, produk-produk samping seperti excess heat, biooil dan syngas adalah keuntungan tambahan dari proses pirolisis dengan stationary auger tersebut. Pemanfaatan dan monetisasi produk-produk samping tersebut menjadi daya dorong semakin besar untuk produksi biochar dengan stationary auger. Saat ini juga masih banyak produsen biochar yang tidak memiliki sertifikasi atau standar untuk carbon credit  tersebut hal ini juga membuat mereka tidak bisa mendapatkan pendapatan dari carbon credit atau hanya business as usual dengan penjualan biochar saja. Tentu hal ini tidak menarik bagi perusahaan-perusahaan yang akan produksi biochar kapasitas besar.

Tapi mengapa produksi biochar di Indonesia dan Asia Tenggara masih sangat kecil dan bahkan belum banyak orang belum tahu tentang biochar ? Hal ini terkait kesadaran akan iklim, keberlanjutan dan lingkungan yang rendah dan lebih spesifik lagi pada biochar. Biochar sebagai solusi perbaikan kesuburan tanah sehingga produktivitasnya meningkat (baik tanaman pertanian/perkebunan maupun kehutanan) juga sebagai solusi iklim dengan carbon sequestration. Tetapi dengan tingginya masalah kesadaran iklim, keberlanjutan dan lingkungan apalagi dengan daya dorong ekonomi berupa carbon credit, sepertinya untuk tahun-tahun mendatang akan berbeda ceritanya. Tetapi memang ada alasan terkait rendahnya partisipasi produsen biochar di pasar karbon yakni terkait biaya dan kesulitan untuk mendapatkan sertifikat untuk menjual carbon credit tersebut, selain juga biaya untuk berpartisipasi pada carbon marketplaces. Tetapi dengan besarnya kapasitas produksi kapasitas industri dengan peralatan stationary auger tersebut, biaya dan kesulitan untuk mendapatkan carbon credit akan sepadan dengan keuntungan yang didapat.  

Kamis, 09 Januari 2025

If We Don’t Cut Emissions, Creating Carbon Sinks is Irrelevant

Konsentrasi CO2 di atmosfer sudah tinggi sehingga harus dikurangi untuk menyelamatkan bumi. Upaya mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer ternyata tidak bisa serta merta menyerap CO2 dari atmosfer (carbon capture and storage) saja. Memaksimalkan penyerapan CO2 atmosfer tetapi di lain sisi juga emisi CO2 terus ditambah maka akan sangat berat sekali (baca : mustahil) untuk menurunkan konsentrasi CO2 di atmosfer apalagi sampai target tertentu yang disepakati oleh masyarakat global. Jadi hal yang masuk akal adalah emisi CO2 tidak ditambah lagi sehingga konsentrasi tidak semakin meningkat dan existing CO2 dikurangi hingga level tertentu sesuai yang ditargetkan.

Praktisnya produksi wood chip dan wood pellet sebagai bahan bakar terbarukan carbon neutral akan saling melengkapi dengan biochar. Wood chip dan wood pellet tidak menambah emisi CO2 dan biochar yang menyerap CO2 tersebut sebagai carbon sink (carbon sequestration) atau carbo negative. Aplikasi biochar tersebut sebagai bagian carbon capture dan storage (CCS) saat ini perkembangannya paling cepat dibandingkan upaya pengurangan CO2 (CDR / Carbon Dioxide Removal) lainnya. Biochar memimpin dalam CDR credits di voluntary carbon market (VCM), yakni dengan lebih dari 90% secara global pada tahun 2023 seperti tertera di database cdr.fyi . Dari data tersebut diperkirakan minimal 350 ribu ton biochar telah dihasilkan secara global pada tahun 2023 dengan estimasi 600.000 unit atau lebih CDR credit (Carbon Credit). 


Dan seperti di Eropa yakni pada tahun 2023 total ada 48 pabrik biochar baru, terpasang dan beroperasi, walaupun 7 pabrik tutup, tetapi total ada pertambahan 41 pabrik biochar atau total diperkirakan ada 171 pabrik biochar beroperasi. Dan pada tahun 2024 diperkirakan ada 51 pabrik biochar baru di Eropa atau pada tahun 2024 jumlah total pabrik biochar diperkirakan tumbuh menjadi lebih dari 220 unit. Secara volume biochar terjadi perkiraan pertambahan dari 75.000 ton pada tahun 2023 dan pada 2024 pertambahan produksi menjadi  115.000 ton. Produksi listrik dengan 100% bahan bakar biomasa dan dilengkapi perangkat carbon capture and storage (CCS) juga akan menyerap CO2 atau carbon negative, tetapi cara ini mahal dan lambat berkembang. Sedangkan cofiring biomasa dan batubara karena ratio cofiring kecil upaya pengurangan emisi CO2 tidak terlalu signifikan tetapi memang cofiring adalah pintu masuk penggunaan energi terbarukan yang paling mudah khususnya pada sektor energi atau pembangkit listrik. Dan pada akhirnya membuat carbon sink, tetapi sumber emisinya tidak dikurangi (dipotong) maka itu sama saja bohong atau upaya yang tidak relevant.    

Senin, 06 Januari 2025

Produksi Wood Chip dulu, Baru Wood Pellet Kemudian

Banyak pengusaha energi biomasa yang memulai bisnisnya dengan produksi wood chip. Hal ini cukup beralasan karena selain proses produksi yang mudah, investasi alat yang murah serta pasar yang mudah. Tetapi seiring waktu untuk meningkatkan keuntungan maka produksi wood pellet menjadi pilihan. Secara teknis poduksi wood pellet membutuhkan serangkaian peralatan lebih banyak dibandingkan produksi wood chip, bahkan produksi wood chip bisa sebagai salah satu tahapan proses dari produksi wood pellet secara keseluruhan yakni tahap pengecilan ukuran (size reduction) khususnya apabila bahan baku wood pellet dari batang kayu (log) maupun potongan-potongan kayu. Proses produksi wood pellet tersebut lebih kompleks, peralatan produksi lebih mahal tetapi juga memberikan harapan keuntungan yang lebih baik. Hal ini tentu menjadi daya dorong tersendiri dan dinilai sepadan antara biaya dikeluarkan dan keuntungan yang didapat. 

Produk wood chip dan wood pellet juga sama-sama penggunaannya yakni untuk bahan bakar atau sumber energi. Dengan pengalaman di bisnis wood chip tersebut juga akan memberi pengalaman dinamika bisnis energi terbarukan khususnya pada energi biomasa. Seiring tingginya kesadaran dan tuntutan akan energi terbarukan khususnya energi dari biomasa ini maka sejumlah perusahaan energi fossil yang mulai mengembangkan energi terbarukan sebagai upaya transisi energi. Dan transisi energi yang berkeadilan dengan penerapan secara bertahap merupakan rute terbaiknya, untuk lebih detail baca disini. Selain itu produksi wood chip yang mensyaratkan ukuran partikel tertentu juga akan menghasilkan limbah (undersize) yang bisa digunakan untuk produksi wood pellet, lebih detail baca disini.

Entry Point Tercepat Industri Biochar

Ketika di barat khususnya di Eropa melihat biochar terutama untuk mitigasi iklim yakni sebagai carbon sequestration / carbon sink dan memban...