Kamis, 24 Desember 2015

Sukses Pengapalan Wood Pellet Dengan Panamax Vessel Akan Mengakselerasi Export Wood Pellet Dunia?

Aspek logistik merupakan aspek penting dalam usaha wood pellet, baik logistik bahan baku ke pabrik wood pellet maupun logistik produk wood pellet hingga sampai ke pasar atau diterima oleh konsumen. Pada logistik produk wood pellet, saat ini kapal masih menjadi andalan utama untuk export jumlah besar antar negara atau antar benua. Untuk pengapalan produk wood pellet dengan volume 10.000 ton ke atas hampir semua menggunakan pengapalan curah (bulk shipment) atau kemasan kontainer menjadi tidak efektif untuk volume tersebut. Semakin besar volume atau kapasitas wood pellet yang bisa diangkut biasanya harganya akan menjadi semakin murah per-unitnya. 


Baru-baru ini sebuah kapal cargo tipe Panamax-class vessel, The Popi S yang berkapasitas angkut 60.000 ton telah berhasil mengangkut wood pellet dari pelabuhan Prince Rupert, British Columbia, Kanada produksi Pinnacle Renewable Energy ke pelabuhan Immingham di Inggris yang memakan waktu kurang lebih sebulan, dan tercatat sebagai pengapalan pertama Panamax-class vessel yang sukses. Drax pembangkit listrik di Inggris dengan biomasa yakni wood pellet adalah konsumen  wood pellet terbesar saat ini, dengan konsumsi sekitar 6 juta ton/tahun. Pengapalan ke pelabuhan-pelabuhan di Inggris hampir semua menggunakan pengapalan curah (bulk shipment) dengan kapasitas 25.000 ton vessel , sehingga untuk mencapai volume 6 juta ton/tahun dibutuhkan 240 kali pengapalan. Apabila dibandingkan dengan kapasitas Panamax-class vessel yakni 60.000 ton maka hanya dibutuhkan 100 kali pengapalan. 


Saat ini penggunaan Panamax-class vessel sebagai standar angkut wood pellet untuk kapasitas besar sedang banyak dikaji. Kelengkapan kapal berupa alat pemadam kebakaran (fire protection system) seperti gas CO2 atau gas inert menjadi wajib bagi Panamax-class vessel nantinya karena wood pellet dikategorikan bahan yang berbahaya dalam bentuk curah (bulk) pada kapasitas besar. Ketika  telah diratifikasi sepenuhnya maka semua Panamax-vessel akan bisa digunakan sebagai pengangkut wood pellet. Tentu hal ini akan bagus bagi semua produsen wood pellet di seluruh dunia. Aspek teknis seperti kedalaman laut di pelabuhan dan kecepatan memuat (loading) wood pellet ke kapal dengan standard  2.000 ton/jam menjadi faktor penting lainnya untuk menggunakan Panamax vessel.

Walaupun terlihat masih jauh dibandingkan kondisi di Indonesia, yang saat ini hampir semua wood pellet di export dengan kontainer, tetapi besar kemungkinan dalam waktu yang tidak begitu lama Indonesia akan menyusul mengingat potensi besar yang dimilikinya untuk menyuplai bahan bakar biomasa dalam jumlah besar dan berkesinambungan. Penggalakan kebun energi sebagai sumber bahan baku menjadi salah satu keunggulan penting bagi Indonesia. Apalagi kebun energi tersebut diintegrasikan dengan sektor peternakan dan/atau pertanian maka hal tersebut juga menjadi solusi kekurangan pangan (daging, susu, karbohidrat, madu, dsb).  Sebagai estimasi jarak pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dengan dengan pelabuhan Immingham, Inggris adalah  6.300 mil laut atau diperkirakan akan menempuh perjalanan kurang dari 1 bulan, sedangkan jarak dari pelabuhan Prince Rupert, Kanada ke Immingham adalah lebih dari 11.000 mil laut dan menempuh waktu perjalanan sekitar 1 bulan. Dengan perhitungan biaya transportasi bisa lebih murah, maka peluang Indonesia menyuplai wood pellet ke Eropa juga lebih besar.

Selasa, 15 Desember 2015

Produksi BBM Seramah Mungkin Dengan Lingkungan

Bagaimana mungkin menghasilkan BBM yang ramah lingkungan? Bukankah BBM itu sendiri adalah bahan bakar yang tidak ramah lingkungan karena emisi terutama CO2 yang merupakan Carbon Positive membuat bumi semakin panas? Tetapi juga bukankah saat ini sebagian besar bahan bakar yang kita gunakan juga sebagian besar masih berupa fossil fuel? Dan kita sedang bersiap-siap untuk kembali menggunakan energi terbarukan sebesar mungkin porsinya bahkan kalau mungkin 100%, tetapi untuk mencapai ke sana tentu perlu waktu dan perlu proses. Semakin hari, semakin tahun, semakin banyak pula porsi energi terbarukan dicanangkan dalam penggunaan sehari-hari, tetapi proyeksi antara 10 sampai 20 tahun ke depan, memang energi fossil masih mendominasi yakni sekitar 80%.

Jadi untuk bisa produksi BBM seramah mungkin dengan lingkungan berarti proses produksi BBM ramah lingkungan dan produk BBM itu sendiri juga ramah lingkungan. Dalam pemberlakuan standard Euro di Eropa yakni standard emisi kendaran yang diperbolehkan, ada tiga aspek  yang ditinjau yakni : kualitas bahan bakar, kualitas mesin (kendaraan) dan perilaku manusia sebagai pengguna kendaraan tersebut. Pola Standard Euro kini telah diadopsi oleh banyak negara sebagai sarana untuk menurunkan tingkat emisi seramah mungkin dengan lingkungan.  Hampir semua negara ASEAN paling tidak telah menerapkan Standard Euro 2. Srilanka menerapkan Euro 2 tahun 2004 dan Euro 3 tahun 2007, India menerapkan Euro 2 tahun 2001 dan Euro 3 tahun 2005. Standard Euro tertinggi saat ini adalah Standard Euro 6. Saat ini, standar Euro telah menjadi acuan umum diikuti, bukan semata-mata isu lingkungan, tetapi juga semata-mata kepentingan persaingan bisnis otomotif. Jika suatu negara tidak menerapkan standar Euro, maka produksi industri otomotifnya bakal kalah bersaing di pasar internasional.

Suatu pabrik BBM (kilang minyak) yang mampu atau bisa diupgrade hingga menghasilkan kualitas BBM (bahan bakar diesel dan bensin) hingga standard Euro 4 atau 5, akan menjadi kebutuhan dalam beberapa waktu ke depan.  Salah satu konfigurasi pabrik BBM yang bisa digunakan yakni integrasi Full Conversion Hydrocracker (FCHC) dan Diesel Hydrotreater (DHT). FCHC akan memaksimalkan produksi minyak diesel yang memenuhi kualitas seperti sulphur rendah, tinggi angka cetane dan sebagainya. DHT untuk menurunkan kadar sulphur kandungan minyak diesel yang tinggi kandungan sulphur yang berasal dari Crude and Vacuum Distillation Unit ( CDU/VDU) dan Delayed Cooker Unit (DCU). DHT juga meningkatkan angka cetane (cetane number) yang mampu mencapai target Euro 3 dan 4.
DCU dengan proses thermal cracking akan memproduksi distillate product diantaranya naphta dan petcoke. Petcoke dapat digunakan sebagai bahan bakar padat pada pembangkit listrik dalam kilang (refinery) tersebut. Circulated Fluidised Bed Combustion (CFBC) boiler selanjutnya digunakan untuk pembangkit listrik melalui Steam Turbine Generators (STG) dengan menggunakan bahan bakar padat. Di sinilah bahan bakar terbarukan seperti wood pellet juga dapat digunakan sebagai sumber energi. Pada teknologi CFBC mendasarkan pada kumpulan padat (zat padat) yang diubah sifatnya seakan-akan seperti zat cair (fluida). Ketika udara dihembuskan secara tegak lurus ke dalam wadah dari arah bawah, kumpulan partikel bahan bakar akan terangkat ke atas. Karena hembusan udara tadi, maka secara fisik kumpulan partikel itu mengalami perubahan volume yang dapat dilihat dengan bertambah tingginya permukaan lapisan partikel. Semakin tinggi kecepatan udara yang dihembuskan, campuran bahan bakar bergerak secara acak dengan kecepatan tinggi, sehingga proses pembakaran terjadi secara merata dan berlangsung secara cepat. Dalam hal ini cofiring biomasa dari wood pellet dengan petcoke sangat dimungkinkan. Saat ini pada umumnya pembangkit listrik untuk kilang minyak menggunakan bahan bakar naptha atau gas, sehingga konfigurasi petcoke dengan CFBC boiler untuk pembangkit listrik akan menjadi pilihan pada masa mendatang.

Proses Naptha Hydrotreating Unit (NHT) termasuk menggunakan catalytic treatment pada naptha untuk memisahkan sulphur dan sejumlah pengotor (kontaminan) dan akan mampu menghasilkan produk naptha fraksi ringan hingga berat untuk umpan Naptha Splitter Unit (NSU). Pada blok produksi bensin, hal kritis lainnya adalah pada Continous Catalyst Regeneration & Reforming Unit (CCR) yang memproduksi angka oktan tinggi dari fraksi berat naptha hingga akhirnya menjadi bensin tanpa timbal. Kompromi antara faktor lingkungan, teknologi dan keekonomian akan menjadi  pertimbangan utama untuk menghasilkan produk BBM seramah mungkin dengan lingkungan.  

Senin, 14 Desember 2015

Pemanfaatan Tekanan Udara Untuk Pengeringan Biomasa

Pada proses produksi wood pellet maupun wood briquette, pengering atau dryer memiliki peran yang penting karena untuk mengatur kadar air sebelum dipadatkan (densification). Hampir semua pabrik wood pellet dan wood briquette juga menggunakan pengering untuk menjaga kualitas dan kuantitas produksinya. Saat ini sebagian besar pengeringan biomasa menggunakan panas flue gas dari pembakaran secara langsung (direct heating) dan sebagian kecil menggunakan panas pembakaran tersebut secara tidak langsung (indirect heating). Tentu pertimbangan utamanya adalah masalah efektifitas dan keekonomiannya. Drum dryer atau rotary dryer adalah jenis pengering yang paling umum dan populer karena terbukti mampu untuk pengeringan skala besar secara ekonomis. Sejumlah type dryer (pengering) juga banyak tersedia dan dikembangkan saat ini dengan berbagai karakteristiknya. Tersedianya sejumlah pilihan juga memungkinkan pengguna atau kalangan industri untuk menentukan pilihannya sesuai keinginannya sehingga menarik dan tidak terpaku pada satu pilihan saja.
Salah satu tipe dryer yang mulai muncul di pasaran adalah  pengering (dryer) yang memanfaatkan panas kompresi (heat of compression type dryer).  Sewaktu kompresi udara banyak energy yang dikonversi menjadi panas yang kemudian disimpan dalam udara bertekanan (compressed air) tersebut dan biasanya panas tersebut hanya dibuang pada  pendingin (cooler). Pada pengering yang memanfaatkan panas kompresi, energi tersebut digunakan untuk meregenerasi dessicant, sehingga menghilangkan kebutuhan pemanas atau panas tersebut dimanfaatkan langsung pada pengeringan. Jenis pengering ini juga hemat konsumsi energi dibandingkan refrigerated type air dryer sementara dew point juga jauh lebih baik daripada refrigerated type air dryer.

Minggu, 06 Desember 2015

Menjadi Pemain Utama Wood Pellet di Asia dan Dunia

Produksi wood pellet dunia pada tahun 2013 sebesar 22 juta ton, dan pada tahun 2024 diproyeksi menjadi sebesar 50 juta ton. Pasar Eropa untuk tahun tersebut diproyeksi lebih dari 30 juta ton dan pasar Asia diproyeksi lebih dari 15 juta ton. Ditinjau dari bauran energi global, energi fossil masih memegang porsi terbesar sekitar 80 % pada 15-20 tahun mendatang, begitu juga dalam bauran energi nasional berdasar Peraturan Presiden no 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Walaupun belum memegang porsi terbesar energi terbarukan khususnya biomasa menunjukkan peningkataan yang signifikan dari waktu ke waktu. Faktor-faktor berupa krisis lingkungan dan krisis energi-lah yang menjadi daya dorong utama peningkatan energi terbarukan khususnya biomasa, yang perlahan-lahan membuat sejarah terulang


Untuk menjadi pemimpin atau pemain utama wood pellet di level regional Asia hingga global dunia, bukan hal yang mustahil bagi Indonesia. Anugerah dari Allah SWT berupa rata-rata 11 jam tiap hari matahari di Indonesia membuat tumbuhan mampu berfotosintesis secara optimal, kesuburan tanah karena pelapukan batu-batuan dari banyaknya gunung berapi, dan luasnya teritorial yang membentang dari Sabang sampai Merauke tidak diragukan lagi merupakan kekuatan besar yang sangat potensial. Dengan kondisi tersebut sebuah kebun energi dari kaliandra bisa panen dalam kurun waktu sangat cepat yakni kurang dari 1 tahun, selanjutnya bisa terus panen tiap tahunnya dari trubusan yang dihasilkan.

Swedia sejak tahun 1970an telah menggunakan kebun energi untuk menyuplai biomasa dalam jumlah besar secara konsisten. Era tahun 1970an adalah era krisis energi akibat embargo OAPEC pada perang Yom Kippur, sehinggga negara-negara produsen minyak Arab tidak mau mengeksport minyaknya. Hal ini mengakibatkan harga minyak dunia meroket, sehingga negara-negara barat harus berinovasi untuk mencukupi kebutuhan energinya termasuk penggunaan biomasa secara massal.  Sejumlah negara di Eropa lalu mengikuti untuk membuat kebun energi tersebut termasuk di tempat lain seperti Amerika Serikat, Selandia Baru dan Kanada. Tanaman rotasi cepat yakni poplar & willow dibudidayakan dalam kebun energi tersebut dan panen rata-rata setiap 4 tahun sekali, atau 4 kali lebih lama dibandingkan Indonesia karena iklim sub-tropisnya. Hal inilah kita di Indonesia dengan kondisi iklim diatas perlu banyak bersyukur kepada Allah SWT.


Ketika dunia sebagian besar masih mengandalkan limbah-limbah kayu sebagai bahan baku wood pellet, dengan kondisi iklim di Indonesia seperti diatas maka dengan kebun energi akan efektif dan berkesinambungan (sustainibility). Dan ketika misalnya Indonesia akan menargetkan menjadi pemain utama wood pellet dunia dengan 50% produksi dunia pada tahun 2024  (25 juta ton/tahun) berarti dibutuhkan lahan kurang lebih hanya 170 ribu ha, masih jauh lebih kecil dibandingkan lahan yang digunakan untuk perkebunan sawit saat ini, yang sekitar 11 juta ha. Kualitas lahan yang dibutuhkkan juga tidak perlu sebaik perkebunan sawit, bahkan lahan-lahan miring atau berupa lereng akan sangat bagus bagi tanaman kaliandra. Hal ini karena kaliandra sangat anti terhadap genangan air. Apabila kapasitas pabrik wood pellet dibuat 100.000 ton/tahun (20 ton/jam) berarti dibutuhkan 250 unit pabrik wood pellet atau apabila kapasitas pabrik yang dibuat 50.000 ton/tahun (10 ton/jam) berarti dibutuhkan 500 unit pabrik wood pellet dan seterusnya.

Keuntungan lainnya adalah kaliandra mampu mengendalikan pertumbuhan tanaman pengganggu atau gulma seperti kirinyuh. Keuntungan akan bisa dioptimalkan dengan melakukan integrasi dengan peternakan kambing atau sapi, sehingga import daging juga bisa dikurangi. Daun dari tanaman kaliandra sebagai pakan ternak tersebut, sedangkan kotorannya sebagai pupuk bagi kaliandra. Apabila jumlah ternak banyak maka pabrik biogas sangat mungkin dibuat dan bisa sebagai sumber energi tambahan pada pabrik wood pellet.
Kaliandra trubus setelah ditebang dengan hasil 4 kali lebih banyak


Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui begitulah pepatah mengatakan.  Perusakan hutan tropis di berbagai wilayah ternyata terus berlangsung tanpa dapat dikendalikan. Diduga setiap detiknya terjadi penebangan hutan tropis seluas lapangan bola, sehingga setiap tahunnya terjadi pembukaan hutan tropis sekitar 150.000 kilometer persegi (15 juta ha). Bencana akibat keserakahan manusia berupa banjir, longsor, meluasnya gurun pasir  dan sebagainya akibat kerusakan hutan diatas. Rehabilitasi sekaligus reklamasi lahan sangat dibutuhkan untuk perbaikan kondisi lingkungan sehingga sejumlah bencana bisa dihindari, sekaligus produksi wood pellet sebagai sumber energi terbarukan dari biomasa yang paling banyak diproduksi saat ini. Dengan perbaikan kesuburan tanah menggunakan tanaman kaliandra tersebut maka dalam waktu kurang dari 5 tahun, tanah yang semula tandus bisa digunakan untuk berbagai aktivitas pertanian. Dalam kurun waktu rata-rata 10 tahun mata air-mata air juga sangat mungkin muncul pada area-area yang dihutankan dan penataan ekosistem tersebut. Ketika mata air muncul maka sektor pertanian dan kehutanan bisa semakin berkembang, termasuk industri pengolahannya.      



Tentu bukan upaya yang ringan untuk mewujudkan hal tersebut. Penataan kelembagaan, penanaman pemahaman tentang keberlangsungan (sustainiblity) perkebunan/kehutanan kepada pelaku-pelaku usaha dan pemerintah, keahlian berupa skill untuk produksi dan penyediaan infrastruktur yang memadai adalah sejumlah tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai target diatas. Target tersebut akan tercapai apabila semua pihak bisa sinkron untuk mencapai tujuan tersebut. Sekali lagi belum terlambat, hanya kemauan untuk segera memulai.

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...