Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia, memiliki peran strategis sebagai pemasok bahan bakar tersebut maupun membuat pembangkit listrik dengan bahan bakar CPO. Sejumlah negara telah menggunakan CPO sebagai bahan bakar pembangkit tersebut karena didukung kebijakan pemerintah negara yang bersangkutan berupa berbagai insentif. Selain CPO pada dasarnya hampir semua minyak tumbuh-tumbuhan bisa digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik dengan teknologi fleksibilitas bahan bakar tersebut.
Minggu, 28 Mei 2017
CPO Untuk Bahan Bakar Pembangkit Listrik
Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia, memiliki peran strategis sebagai pemasok bahan bakar tersebut maupun membuat pembangkit listrik dengan bahan bakar CPO. Sejumlah negara telah menggunakan CPO sebagai bahan bakar pembangkit tersebut karena didukung kebijakan pemerintah negara yang bersangkutan berupa berbagai insentif. Selain CPO pada dasarnya hampir semua minyak tumbuh-tumbuhan bisa digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik dengan teknologi fleksibilitas bahan bakar tersebut.
Senin, 22 Mei 2017
Kebun Energi Gamal Pilihan Korea?
Ketersediaan bahan organik pada berbagai tanaman perkebunan |
Minggu, 07 Mei 2017
Memasyarakatkan Wood Briquette Sebagai Bahan Bakar Terbarukan da Ramah Lingkungan Bagian 2
Supply wood briquette juga lebih mudah dilakukan karena proses produksi dan teknologi juga telah dikuasai. Semua peralatan bahkan telah bisa dibuat atau difabrikasi sendiri di dalam negeri termasuk extruder atau screw press yang merupakan alat ini dari pembriketan. Berbeda dengan wood pellet yang pelletisers masih harus import karena belum bisa dibuat didalam negeri. Investasi untuk mesin produksi atau peralatan wood briquette juga lebih murah dibandingkan wood pellet, bahkan bisa mendekati setengahnya.
Contoh kompor briket dari India, photo diambil dari sini |
Kompor untuk penghangat ruangan dan memasak di Eropa yang semula menggunakan bahan bakar potongan kayu,bisa digantikan dengan wood briquette |
Tandan kosong kelapa sawit |
Briket tankos sawit |
Jumat, 05 Mei 2017
HTI dan Wood Pellet
Potensi luasnya lahan dan kondisi iklim tropis harus senantiasa kita syukuri. Mensyukuri nikmat Allah SWT yang satu ini dengan cara tidak merusaknya dan memanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia serta menjaga kelestariannya atau istilah hari ini keberlanjutannya (sustainibility). Luasnya lahan hutan tanaman industri (HTI) yang belum dikelola secara optimal menjadikan manfaat dan kelestariannya juga kurang optimal. Padahal ada banyak manfaat apabila pengelolaannya maksimal dan bukan hanya manfaat ekonomi tetapi juga manfaat lingkungan yang tak ternilai harganya. Membiarkan tanah kosong tidak ditanami apa pun hanya membuat lahan tersebut terbengkalai, tandus dan bisa menyebabkan penggurunan (desertifikasi). Padahal kebutuhan manusia akan pangan, energi dan air senantiasa meningkat seiring meningkatnya jumlah manusia. Pangan, energi dan air inilah kebutuhan materi essential manusia sehingga ia bisa bertahan hidup dan melahirkan generasi penerusnya. Salah satu skenario untuk mendapatkan pangan, energi dan air tersebut adalah 5F project for the world. Produksi atau pengembangan energi pepohonan juga sesuai dengan petunjuk Al Qur'an.
Moratorium Sawit
Moratorium sawit yang ramai didengungkan saat ini, walaupun secara resmi belum diberlakukan adalah momen tepat untuk mempertimbangkan kebun energi. Ditinjau dari permodalan atau investasi usaha kelapa sawit juga membutuhkan modal besar, selain itu masalah perawatan kebun dan kualitas lahan juga menjadi faktor penting dan membutuhkan biaya yang juga besar. Kebun energi dengan tanaman leguminoceae seperti kaliandra dan gamal (gliricidae), hanya membutuhkan perawatan yang mudah dan murah. Apalagi hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1 tahun untuk bisa dipanen kayunya dan bisa dipanen terus menerus setiap tahunnya tanpa harus replanting. Leguminoceae adalah jenis tanaman perintis yang mampu menyuburkan tanah dengan simbiosis bakteri pengikat nitrogen pada akarnya. Berbeda dengan pohon sawit yang membutuhkan biaya perawatan dan pupuk yang tinggi, leguminoceae adalah sebaliknya. Pohon sawit juga membutuhkan air yang banyak, hal ini juga berkebalikan dengan leguminoceae. Kebun energi seperti kaliandra juga memberi manfaat penting yakni menjaga terpenuhinya pangan, energi dan air. Perbandingan antara keduanya juga bisa dibaca disini.
Kedaulatan dan produsen energi
Harus diakui bahwa saat ini Indonesia tidak lagi menjadi eksportir minyak bumi sehingga tidak lagi menjadi anggota OPEC tetapi sebagai negara importir minyak bumi yang semakin hari jumlahnya semakin bertambah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sementara kebutuhan energi semakin meningkat dari hari ke hari akibat pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi ketergantungan terhadap bahan bakar import tersebut semakin tidak berdaulat Indonesia dari sektor energi. Bahkan energi adalah sektor penting dan vital bagi kedaulatan satu negara sehingga perangkat kebijakan yang mengaturnya juga tidak sederhana. Di Sisi lain padahal sebenarnya terbuka peluang besar untuk berdaulat pada sektor energi salah satunya dengan kebun energi, yakni dengan memanfaatkan jutaan hektar tanah-tanah yang saat ini belum atau tidak dimanfaatkan. Selain berdaulat dari pada sektor energi, visi lebih jauh yakni menjadi produsen energi yang menyuplai kebutuhan energi khususnya energi terbarukan ke berbagai belahan dunia. Dengan potensi luasnya lahan tersebut bukan mustahil Indonesia menjadi produsen terbesar energi terbarukan dari biomasa yakni wood pellet. Walaupun proyeksi pemerintah hanya menargekan 17% energi terbarukan pada tahun 2025 melalui kebijakan energi nasional melalui Peraturan Presiden no. 5 tahun 2006.
Ada sejumlah keuntungan riil yang bisa didapat dari kebun energi baik berupa keuntungan ekonomi maupun keuntungan dari sisi lingkungan, seperti bisa dibaca disini. Produksi dan penggunaan wood pellet demikian juga. Skema atau diagram sederhana produksi wood pellet dari kebun energi kaliandra bisa dibaca disini.
Moratorium sawit yang ramai didengungkan saat ini, walaupun secara resmi belum diberlakukan adalah momen tepat untuk mempertimbangkan kebun energi. Ditinjau dari permodalan atau investasi usaha kelapa sawit juga membutuhkan modal besar, selain itu masalah perawatan kebun dan kualitas lahan juga menjadi faktor penting dan membutuhkan biaya yang juga besar. Kebun energi dengan tanaman leguminoceae seperti kaliandra dan gamal (gliricidae), hanya membutuhkan perawatan yang mudah dan murah. Apalagi hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1 tahun untuk bisa dipanen kayunya dan bisa dipanen terus menerus setiap tahunnya tanpa harus replanting. Leguminoceae adalah jenis tanaman perintis yang mampu menyuburkan tanah dengan simbiosis bakteri pengikat nitrogen pada akarnya. Berbeda dengan pohon sawit yang membutuhkan biaya perawatan dan pupuk yang tinggi, leguminoceae adalah sebaliknya. Pohon sawit juga membutuhkan air yang banyak, hal ini juga berkebalikan dengan leguminoceae. Kebun energi seperti kaliandra juga memberi manfaat penting yakni menjaga terpenuhinya pangan, energi dan air. Perbandingan antara keduanya juga bisa dibaca disini.
Kedaulatan dan produsen energi
Harus diakui bahwa saat ini Indonesia tidak lagi menjadi eksportir minyak bumi sehingga tidak lagi menjadi anggota OPEC tetapi sebagai negara importir minyak bumi yang semakin hari jumlahnya semakin bertambah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sementara kebutuhan energi semakin meningkat dari hari ke hari akibat pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi ketergantungan terhadap bahan bakar import tersebut semakin tidak berdaulat Indonesia dari sektor energi. Bahkan energi adalah sektor penting dan vital bagi kedaulatan satu negara sehingga perangkat kebijakan yang mengaturnya juga tidak sederhana. Di Sisi lain padahal sebenarnya terbuka peluang besar untuk berdaulat pada sektor energi salah satunya dengan kebun energi, yakni dengan memanfaatkan jutaan hektar tanah-tanah yang saat ini belum atau tidak dimanfaatkan. Selain berdaulat dari pada sektor energi, visi lebih jauh yakni menjadi produsen energi yang menyuplai kebutuhan energi khususnya energi terbarukan ke berbagai belahan dunia. Dengan potensi luasnya lahan tersebut bukan mustahil Indonesia menjadi produsen terbesar energi terbarukan dari biomasa yakni wood pellet. Walaupun proyeksi pemerintah hanya menargekan 17% energi terbarukan pada tahun 2025 melalui kebijakan energi nasional melalui Peraturan Presiden no. 5 tahun 2006.
Langganan:
Postingan (Atom)
Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa
Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...
-
Sejak pakan ternak menjadi komoditas perdagangan atau produk komersial dimulai pada awal 1800an ketika alat transportasi dan penggerak alat-...
-
Sebagai komoditas perdagangan yang sedang menjadi trend dunia, banyak standar wood pellet yang diberlakukan. Pada dasarnya standar wood ...
-
Wood lump charcoal dan sawdust charcoal briquette adalah dua jenis produk arang dari kayu. Wood lump charcoal berasal dari potongan-poto...