Minggu, 28 Mei 2017

CPO Untuk Bahan Bakar Pembangkit Listrik


Tidak hanya pada pembangkit listrik dengan bahan bakar padat seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya secara bertahap menggunakan energi terbarukan berupa biomasa seperti wood pellet untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfer, tetapi juga telah merambah ke pembangkit listrik berbahan bakar cair. Sebagian pembangkit listrik tersebut menggunakan biodiesel, dan bahkan dengan teknologi fleksibilitas bahan bakarnya, minyak dari tumbuhan bisa digunakan secara langsung seperti CPO (crude palm oil) atau minyak mentah sawit. Penyedia mesin atau peralatan pembangkit listrik tersebut seperti Wartsila dan MAN. Walaupun secara keseluruhan porsi atau prosentase bahan bakar atau energi terbarukan belum besar tetapi secara bertahap telah memasuki berbagai lini karena terutama daya dorong masalah lingkungan, perubahan iklim dan keberlanjutannya (sustainibility). Masalah keberlanjutan (sustainibility) mendapat perhatian besar untuk saat ini.


Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia, memiliki peran strategis sebagai pemasok bahan bakar tersebut maupun membuat pembangkit listrik dengan bahan bakar CPO. Sejumlah negara telah menggunakan CPO sebagai bahan bakar pembangkit tersebut karena didukung kebijakan pemerintah negara yang bersangkutan berupa berbagai insentif. Selain CPO pada dasarnya hampir semua minyak tumbuh-tumbuhan bisa digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik dengan teknologi fleksibilitas bahan bakar tersebut.

Senin, 22 Mei 2017

Kebun Energi Gamal Pilihan Korea?

Ada banyak persamaan antara kaliandra dan gamal, antara lain keduanya merupakan kelompok leguminoceae, kayunya memiliki nilai kalor tinggi, mudah tumbuh, cocok dibudidayakan untuk kebun energi dengan kemampuan trubus cepat setelah dipanen kayunya, dan bisa diintegrasikan dengan usaha peternakan dengan memanfaatkan hijauan daunnya. Tetapi gamal (gliricidae sepium) lebih mudah dan banyak dijumpai di berbagai tempat. Hal ini karena gamal memiliki beberapa kelebihan dibanding kaliandra yakni sebagai pohon naungan, tanaman pagar dan tiang bangunan sederhana. Gamal juga bisa tumbuh diberbagai tempat dan jenis tanah, terbukti dari pinggiran laut sampai pegunungan tinggi. Sedangkan untuk sektor energi, kayu kaliandra memiliki kelebihan lebih cepat kering sehingga bisa segera dimanfaatkan atau lebih mudah untuk diproses lebih lanjut.
Sebagai kelompok leguminoceae baik gamal maupun kaliandra mampu menyuburkan tanah karena akarnya yang mampu mengikat nitrogen dari atmosfer, meningkatkan bahan organik tanah, perbaikan karakteristik fisik tanah, aerasi dan drainase, mengurangi erosi permukaan tanah, menurunkan temperatur tanah dan mengurangi penguapan air tanah. Tanah-tanah kritis, marjinal maupun lahan tidur akan bisa diperbaiki dengan tanaman leguminoceae tersebut. Masalah materi essential manusia seperti air, energi dan pangan juga bisa dicukupi dengan perkebunan tersebut. Seperti halnya kaliandra, untuk optimalisasinya gamal juga bisa diintegrasikan pada program 5F projects for the world!

Ketersediaan bahan organik pada berbagai tanaman perkebunan




Sejak menerapkan RPS  (Renewable Portofolio Standard)  tahun 2012 Korea berkomitmen untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan khususnya biomasa dan lebih khusus lagi wood pellet pada sektor energinya. Berdasar RPS tersebut Korea mensyaratkan PLTU batubara untuk minimum menggunakan 2% energi terbarukan pada 2012, dengan peningkatan 0,5% /tahun sampai 2020.  Pada tahun 2020 mereka akan membutuhkan minimum 10% energi terbarukan dengan komposisi diharapkan 60% energi terbarukan berasal dari biomasa kayu, sedangkan 40% sisanya dari sumber lain. Cangkang sawit (palm kernel shell) juga menjadi solusi jangka pendek dan menengah, dan wood pellet untuk jangka panjangnya. Sejak beberapa tahun lalu beberapa kebun energi gamal telah dibuat dengan bekerja sama dengan Korea. Walaupun sampai saat ini produksi wood pellet dengan gamal secara komersial belum terealisasi, tetapi nampaknya tidak akan lama lagi direalisasikan. Beberapa daya dorongnya antara lain ketersediaan cangkang sawit (palm kernel shell) terbatas, wood pellet dari bahan baku limbah-limbah kayu juga terbatas, dan biomass pellet dari berbagai limbah pertanian kualitasnya rendah serta sering membutuhkan berbagai treatment / proses sebelum dipelletkan. Nampaknya gamal akan segera dibudidayakan secara massif untuk memenuhi energi terbarukan di Korea.

Minggu, 07 Mei 2017

Memasyarakatkan Wood Briquette Sebagai Bahan Bakar Terbarukan da Ramah Lingkungan Bagian 2


Salah satu hambatan atau bottle-neck kurang tersosialisasinya wood briquette adalah belum tersedianya kompor wood briquette tersebut. Kompor wood briquette yang dirancang khusus untuk membakar wood briquette sehingga bisa dimanfaatkan untuk memasak adalah faktor pendukung utama supaya wood briquette diterima oleh pasar rumah tangga dan industri kecil menengah. Industri makanan dan farmasi terutama membutuhkan bahan bakar yang 'bersih' berbasis biomasa seperti wood briquette. Aroma maupun citarasa makanan tidak berubah ataupun kontaminan pada industri farmasi bisa diminimalisir.


Supply wood briquette juga lebih mudah dilakukan karena proses produksi dan teknologi juga telah dikuasai. Semua peralatan bahkan telah bisa dibuat atau difabrikasi sendiri di dalam negeri termasuk extruder atau screw press yang merupakan alat ini dari pembriketan. Berbeda dengan wood pellet yang pelletisers masih harus import karena belum bisa dibuat didalam negeri. Investasi untuk mesin produksi atau peralatan wood briquette juga lebih murah dibandingkan wood pellet, bahkan bisa mendekati setengahnya.


Untuk mengumpankan atau memasukkan wood briquette ke dalam kompor dilakukan secara manual, hal ini karena ukuran wood briquette jauh lebih besar dari wood pellet. Pada kompor wood briquette biasanya dipasang pintu pada bagian atas untuk memasukkan briket tersebut. Sedangkan pada wood pellet pemasukkannya bisa dilakukan dengan screw conveyor karena wood pellet ukurannya kecil dan bisa dituang (pourable). Selain itu wood briquette juga memiliki bentuk yang bermacam-macam seperti silinder, heksagonal, balok, dan sebagainya. Bentuk-bentuk briket tersebut terbentuk karena teknologi pembriketannya yang berbeda-beda, seperti bisa dibaca disini. Dan semua bentuk briket tersebut bisa menggunakan kompor briket tersebut asalkan ukuran dan panjangnya sesuai. Pembriketan pada umumnya juga lebih mudah daripada pemelletan. Bahan baku yang berhasil dibriket belum tentu bisa dibuat pellet tetapi tidak sebaliknya.

Contoh kompor briket dari India, photo diambil dari sini 
 

Kompor untuk penghangat ruangan dan memasak di Eropa yang semula menggunakan bahan bakar potongan kayu,bisa digantikan dengan wood briquette
Efisiensi kompor juga bisa tinggi ketika panas dari pembakaran tersebut tidak hilang atau lepas ke lingkungan. Wood briquette memiliki kadar air yang rendah atau kekeringan tinggi sehingga asap yang terjadi dari pembakaran juga minimal. Dengan harga wood briquette lebih murah per-satuan kalori panas dibandingkan LPG, maka menggunakan wood briquette juga akan memberikan penghematan. Operasional kompor yang lebih mudah dan praktis akan lebih mendorong pemakaian wood briquette tersebut. Kompor tersebut juga bisa dilengkapi TEG (thermo-electric generator) untuk mendapatkan listrik kecil.

Tandan kosong kelapa sawit


Briket tankos sawit
Selain limbah-limbah kayu sehingga menghasilkan wood briquette, limbah-limbah pertanian juga bisa dibuat menjadi biomass briquette, seperti sekam padi, kulit kacang, kulit kopi, tandan kosong kelapa sawit (TKKS), tongkol jagung, baggase, pelepah sawit dan sebagainya. Sejumlah limbah tersebut banyak tersedia di sejumlah daerah di Indonesia. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) atau EFB (empty fruit bunch) misalnya banyak terdapat di pabrik-pabrik sawit. TKKS tersebut apabila bisa dibriket akan lebih mudah dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Jumat, 05 Mei 2017

HTI dan Wood Pellet

Potensi luasnya lahan dan kondisi iklim tropis harus senantiasa kita syukuri. Mensyukuri nikmat Allah SWT yang satu ini dengan cara tidak merusaknya dan memanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia serta menjaga kelestariannya atau istilah hari ini keberlanjutannya (sustainibility). Luasnya lahan hutan  tanaman industri (HTI) yang belum dikelola secara optimal menjadikan manfaat dan kelestariannya juga kurang optimal. Padahal ada banyak manfaat apabila pengelolaannya maksimal dan bukan hanya manfaat ekonomi tetapi juga manfaat lingkungan yang tak ternilai harganya. Membiarkan tanah kosong tidak ditanami apa pun hanya membuat lahan tersebut terbengkalai, tandus dan bisa menyebabkan penggurunan (desertifikasi). Padahal kebutuhan manusia akan pangan, energi dan air senantiasa meningkat seiring meningkatnya jumlah manusia. Pangan, energi dan air inilah kebutuhan materi essential manusia sehingga ia bisa bertahan hidup dan melahirkan generasi penerusnya. Salah satu skenario untuk mendapatkan pangan, energi dan air tersebut adalah 5F project for the world. Produksi atau pengembangan energi pepohonan juga sesuai dengan petunjuk Al Qur'an.


Moratorium Sawit
Moratorium sawit yang ramai didengungkan saat ini, walaupun secara resmi belum diberlakukan adalah momen tepat untuk mempertimbangkan kebun energi. Ditinjau dari permodalan atau investasi usaha kelapa sawit juga membutuhkan modal besar, selain itu masalah perawatan kebun dan kualitas lahan juga menjadi faktor penting dan membutuhkan biaya yang juga besar. Kebun energi dengan tanaman leguminoceae seperti kaliandra dan gamal (gliricidae), hanya membutuhkan perawatan yang mudah dan murah. Apalagi hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1 tahun untuk bisa dipanen kayunya dan bisa dipanen terus menerus setiap tahunnya tanpa harus replanting. Leguminoceae adalah jenis tanaman perintis yang mampu menyuburkan tanah dengan simbiosis bakteri pengikat nitrogen pada akarnya. Berbeda dengan pohon sawit yang membutuhkan biaya perawatan dan pupuk yang tinggi, leguminoceae adalah sebaliknya. Pohon sawit juga membutuhkan air yang banyak, hal ini juga berkebalikan dengan leguminoceae. Kebun energi seperti kaliandra juga memberi manfaat penting yakni menjaga terpenuhinya pangan, energi dan air. Perbandingan antara keduanya juga bisa dibaca disini.



Kedaulatan dan produsen energi
Harus diakui bahwa saat ini Indonesia tidak lagi menjadi eksportir minyak bumi sehingga tidak lagi menjadi anggota OPEC tetapi sebagai negara importir minyak bumi yang semakin hari jumlahnya semakin bertambah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sementara kebutuhan energi semakin meningkat dari hari ke hari akibat pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi ketergantungan terhadap bahan bakar import tersebut semakin tidak berdaulat Indonesia dari sektor energi. Bahkan energi adalah sektor penting dan vital bagi kedaulatan satu negara sehingga perangkat kebijakan yang mengaturnya juga tidak sederhana. Di Sisi lain padahal sebenarnya terbuka peluang besar untuk berdaulat pada sektor energi salah satunya dengan kebun energi, yakni dengan memanfaatkan jutaan hektar tanah-tanah yang saat ini belum atau tidak dimanfaatkan. Selain berdaulat dari pada sektor energi, visi lebih jauh yakni menjadi produsen energi yang menyuplai kebutuhan energi khususnya energi terbarukan ke berbagai belahan dunia. Dengan potensi luasnya lahan tersebut bukan mustahil Indonesia menjadi produsen terbesar energi terbarukan dari biomasa yakni wood pellet. Walaupun proyeksi pemerintah hanya menargekan 17% energi terbarukan pada tahun 2025 melalui kebijakan energi nasional melalui Peraturan Presiden no. 5 tahun 2006.

Ada sejumlah keuntungan riil yang bisa didapat dari kebun energi baik berupa keuntungan ekonomi maupun keuntungan dari sisi lingkungan, seperti bisa dibaca disini. Produksi dan penggunaan wood pellet demikian juga. Skema atau diagram sederhana produksi wood pellet dari kebun energi kaliandra bisa dibaca disini.

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...