Abu berbagai biomasa pada pembakaran menimbulkan sejumlah masalah tersendiri pada pulverized system. Hal itu karena pulverized system tersebut dibuat atau dirancang untuk membakar batubara. Bukankah pada batubara juga menghasilkan abu setelah pembakaran bahkan jumlahnya lebih banyak? Ya benar, tetapi kandungan kimia abu batubara berbeda dengan biomasa. Perbedaannya adalah
abu batubara banyak mengandung logam berat seperti arsenic, cadmium, mercury, selenium, timbal, dan nickel yang memiliki titik leleh (
melting point) yang tinggi sehngga tidak menimbulkan masalah pada pulverized tersebut, sedangkan abu biomasa terutama mengandung logam alkali seperti
kalium/potasium dan alkali tanah yakni
kalsium, yang memiliki titik leleh rendah sehingga menimbulkan masalah pada pulverized tersebut. Kadar atau kandungan abu batubara pada umumnya juga terpaut jauh dengan kandungan abu biomasa.
|
Ash Slagging : Deposit lelehan abu dinding air pada boiler atau secara umum pada radiant exposed surface di tungku pembakaran pada suhu diatas 1.000 C |
|
High-temperature fouling (around 1000°C) sedangkan low-temperature fouling (300-600°C) biasanya terjadi pada pipa-pipa boiler |
Masalah apa yang ditimbulkan oleh kimia abu biomasa tersebut? Ada beberapa masalah yang ditimbulkan oleh kimia abu tersebut pada pulverized system, yakni slagging dan fouling. Bagaimana menghindarinya? Ada beberapa cara menghindarinya, yakni pertama, menentukan prosentase yang tepat bahan bakar biomasa dalam pulverized system tersebut atau
co-firing. Pada prosentase yang sesuai bahan bakar biomasa bisa digunakan bersamaan
(co-firing) dengan batubara. Jenis bahan bakar biomasa juga menentukan prosentase-nya, misalnya
wood pellet akan memiliki porsi lebih besar daripada agro-waste pellet. Kedua, yakni dengan melakukan modifikasi pada pembangkit listrik batubara tersebut sehingga bahkan bisa 100% dengan bahan bakar biomasa seperti
wood pellet.
Pembakaran bahan bakar biomasa selain ramah lingkungan atau
carbon neutral, emisi CO2 lebih sedikit, emisi SO2 juga sangat kecil, sangat sedikit bahkan tidak terjadi
fly ash, dan
abunya kaya kalium, dan phospur sehingga menjadi pupuk yang baik bagi tanaman. Sedangkan abu batubara sebaliknya dan bahkan dikategorikan limbah B3 karena kandungan sejumlah logam berat tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut wajar jika penggunaan bahan bakar biomasa terus ditingkatkan bahkan telah menjadi kebijakan pemerintah di sejumlah negara.
Entry point untuk penggunaan bahan bakar biomasa secara massif adalah dengan co-firing batubara. Modifikasi pembangkit listrik batubara tersebut telah menjadi peluang tersendiri, sehingga sejumlah perusahaan muncul untuk menangkap peluang tersebut seperti
Ramboll dan
Doosan Babcock. Sedangkan di Indonesia sepertinya masih cukup lama untuk menjadikan bahan bakar biomasa memiliki porsi yang besar sebagai sumber energi, khususnya pada pembangkit-pembangkit listriknya, karena belum ada kebijakan yang mendukungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar