Jumat, 06 Oktober 2017

Belajar Dari Potret Kota-Kota Di Bumi Pada Malam Hari

Mari sejenak kita cermati photo satellite negeri kita di malam hari. Tampak hanya pulau Jawa yang gemerlapan, sedangkan pulau-pulau lain gelap dan hanya diibukota provinsi  saja yang menampakkan titik terang. Mengapa hal itu terjadi? Tentu saja karena pembangunan yang lebih berkembang atau infrastruktur fisik dan populasi penduduk yang jauh lebih banyak dari berbagai pulau di Indonesia. Diperkirakan lebih dari separuh atau sekitar 60% penduduk Indonesia berada di pulau Jawa. Titik-titik terang atau gemerlapnya kota-kota tersebut adalah indikator tentang kemajuan fisik di daerah tersebut. Pembangunan bisa sangat berkembang di Jawa karena tiga pilar ekonomi yakni modal, pasar dan produksi bisa berjalan secara cepat dan efisien. Ketimpangan pemerataan pembangunan tersebut tentu harus segera diatasi,tetapi bagaimana caranya?
Caranya adalah dengan melakukan penyebaran atau distribusi pembangunan melalui tiga pilar ekonomi diatas. Modal, pasar dan produksi harus masuk di pulau-pulau di luar Jawa dengan tingkat kecepatan dan efisiensi yang sama. Akselerasi tersebut bisa terjadi apabila banyak aktifitas bisnis yang dilakukan disana. Untuk menjalankan aktifitas roda bisnis yang banyak juga akan dibutuhkan banyak tenaga kerja, sehingga distribusi penduduk yang lebih merata juga dibutuhkan. Lantas bidang atau bisnis apa yang bisa dilakukan di luar Jawa sehingga pada waktunya juga tidak kalah gemerlapnya apabila dipotret satellite pada malam hari? 

Dengan luasnya tanah terhampar, iklim tropis dan curah hujan yang tinggi, maka industri berbasis agroforestry sangat tepat untuk daerah-daerah tersebut. Apalagi era bioeconomy sudah mulai nampak di depan mata. Produksi wood pellet adalah salah satu bisnis yang sangat cocok untuk era saat ini, dan yang penting untuk menarik tiga pilar ekonomi tersebut masuk ke daerah-daerah tersebut. Tanah-tanah luas tersebut digunakan untuk kebun-kebun energi sehingga produksi wood pelletnya bisa terus berproduksi secara berkesinambungan (sustainable). Apalagi dengan kondisi Indonesia sebagai nett importer atau pengimport minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya, maka produksi energi dari sumber terbarukan khususnya biomasa seharusnya mendapat perhatian lebih. Bahkan di Eropa energi dari biomasa mendapat porsi sekitar 70% dari total energi terbarukan. 

Tetapi dengan agroforestry atau wanatani ini masih ada yang kurang, yaitu sumber daging yang juga sangat kita butuhkan, sekaligus juga sumber pupuk untuk pepohonan (syajara) maupun tanaman-tanaman (zar'a) tersebut. Maka disinilah letak keindahan dan kelengkapan petunjukNya itu, yaitu Dia sisipkan ternak yang digembalakan diantara pepohonan dan tanaman-tanaman (QS 16:10).

Ternak yang digembalakan adalah sumber daging yang paling ekonomis karena tidak perlu kerja keras manusia untuk mencarikan atau membelikan pakannya. Ternak yang digembala juga menjadi sumber pupuk yang paling efisien, karena tidak memerlukan tenaga manusia untuk memproduksinya, mendistribusikannya hingga melakukan pemupukannya. Maka dengan solusi agroforestry plus grazing atau wanatani plus gembala ternak inilah yang menjadi solusi meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah-daerah 'gelap' di negeri kita. 

Sehingga dengan integrasi dengan peternakan domba, maka masalah pangan juga bisa secara bertahap diatasi. Konsumsi daging perkapita penduduk Indonesia yang rendah atau menurut FAO hanya 1/4 dari rata-rata penduduk dunia, yakni 10 kg/kapita/tahun (rata-rata konsumsi daging penduduk dunia 40 kg/kapita/tahun) perlu untuk ditingkatkan dengan menggenjot produksi dalam negeri, bukan malah menggenjot import daging, yang harganya juga semakin tidak terjangkau. Domba-domba tersebut juga akan menjadi harta terbaik, sekaligus mata rantai menyelamatkan bumi
Sebuah referensi yang menarik, kita akan mendapati dua negeri yang bangsanya sama, kondisi dan sumber daya alam relatif sama, tetapi perbedaan photo satellite malam hari sangat mencolok perbedaannya. Dua negeri itu adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Hal tersebut terjadi karena tiga pilar ekonomi di Korea Selatan bisa berkembang, sedangkan di Korea Utara yang dipimpin oleh rezim diktator komunis ketiga pilar tersebut dimatikan, bahkan tidak ada pasar disana karena dianggap bagian dari kapitalisme. Betapa faktor pemimpin yang adil sangat berperan untuk kemajuan bangsanya. Korea Selatan seolah tidak mau kalah dengan gemerlapnya Jepang di sebelah kanannya dan China di sebelah kirinya. 

Pada pemerintahan Islam di Madinah, Nabi Muhammad SAW bahkan membuat pasar sehingga tiga pilar ekonomi bisa berjalan dengan semestinya. Dengan adanya pasar maka barang-batang yang diproduksi bisa terserap dan dengan sendirinya modal akan mengalir dalam aktifitas tersebut. Pasar Nabi di Madinah tersebut bahkan mampu menumbangkan pasar Yahudi yang didalamnya banyak dilakukan praktek kecurangan dan kedholiman. Pasar seperti itulah yang seharusnya dibuat dan dijalankan baik untuk pasar kecil maupun pasar global sehingga keadilan ekonomi bisa terwujud. Bila pasar yang menjadi lokomotif kemakmuran dikuasai oleh umat, maka  gerbong-gerbong  kemakmuran  berikutnya  akan  mudah ditarik  yaitu  produksi  barang-barang  dan  jasa  untuk  memenuhi berbagai  kebutuhan  umat  ini.  Bila  pasar  dan  produksi  dikuasai, maka modal akan datang dengan sendirinya. Ketika keadilan ekonomi bisa terwujud maka photo satellite malam hari negeri-negeri di berbagai penjuru bumi akan nampak bergemerlapan. Hal tersebut juga karena sangat banyak pembangkit-pembangkit listrik bahkan hanya seukuran kulkas kita. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...