Jumat, 20 Oktober 2017

Kontainer Masih Menjadi Pilihan Utama Export Wood Pellet Indonesia?

Kepuasan pembeli karena mendapatkan barang sesuai pesanannya, tidak rusak dan cacat, adalah faktor penting keberlangsungan suatu bisnis sehingga pembeli terus kembali dan membeli lagi (repeat order), yakni dengan membuat atau memperpanjang kontrak yang ada, bahkan dengan menambah kapasitas pembeliannya. Hal tersebut juga berlaku pada bisnis wood pellet. Upaya mendapatkan barang yang sesuai pesanan bagi pembeli salah satunya dengan menjaga barang tersebut sepanjang perjalanan dari berbagai kerusakan adalah hal penting salah satunya dengan memilih kemasan atau sarana atau jenis pengiriman wood pellet yang sesuai. Hampir semua export wood pellet Indonesia saat ini menggunakan kontainer atau peti kemas dengan wood pelletnya berada dalam jumbo bag lalu ditata atau disusun didalam kontainer tersebut. Beberapa menggunakan kemasan karung lalu menempatkannya dalam kontainer juga. Ada juga  dengan cara curah atau tidak dikemas dalam jumbo bag atau karung tetapi masih dalam kontainer. Penggunaan kontainer dipilih karena, pertama volume export wood pellet belum besar, kedua belum tersedia sarana penunjang yang memadai untuk export wood pellet jumlah besar secara curah. 
Wood pellet adalah produk yang sangat sensitif dengan air, sehingga proteksi atau menjaganya supaya terhindar dari air harus dilakukan untuk menjaga kualitas wood pellet tersebut. Dengan menempatkan wood pellet tersebut dalam kontainer maka proteksi dari air seperti air hujan bisa dilakukan, sehingga saat ini masih dijadikan pilihan utama. Lalu bagaimana untuk export wood pellet dalam jumlah besar apalagi rutin dilakukan setiap bulan? Perlu upaya extra saat ini apabila hendak menggunakan pengapalan curah ( bulk shipment), terutama untuk proteksi dari air tersebut. Apalagi pada musim penghujan. Curah hujan di Indonesia cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain pada umumnya, yakni rata-rata 2700 mm/tahun atau tiga kali lebih tinggi dari rata-rata dunia yang hanya 900 mm/tahun. Curah hujan Indonesia lebih Indonesia lebih tinggi pula dibanding India (1.080 mm), Amerika (715 mm), China (645 mm), Brasil (1.750 mm), Argentina (591 mm) dan bahkan Thailand (1.625 mm). Hanya dua negara tetangga kita yang mampu melampaui curah hujan Indonesia yakni Malaysia (2.875 mm) dan Papua Nugini (3.140). Sedangkan negara-negara di kawasan Timur Tengah pada umumnya hanya memiliki curah hujan yang kecil seperti Yordania (111 mm), Qatar (74 mm), Arab Saudi (59 mm) dan Mesir yang hanya mendapatkan curah hujan 51 mm pertahun. Sehingga apabila pengapalan wood pellet curah akan dilakukan maka pada musim kemarau akan lebih mudah karena proteksi air lebih mudah dilakukan. Sebagai perbandingan kita akan melihat pengapalan cangkang sawit atau palm kernel shell (pks) yang juga bahan bakar biomasa telah banyak di export ke luar negeri terutama dengan pengapalan curah (bulk shipment).

Cangkang sawit tidak sesensitif wood pellet atau pellet fuel terhadap air, sehingga handlingnya juga tidak sesulit wood pellet. Ada tiga hal utama yang menjadi parameter utama cangkang sawit yakni kadar air, nilai kalor dan kadar pengotor (impurities). Terkait kadar air ini karena cangkang sawit tidak rusak karena air tetapi hanya menjaganya supaya tidak terlalu basah, sedangkan wood pellet yang merupakan produk industri dari pemadatan biomasa kayu-kayuan (biomass densification) akan rusak bahkan hancur akibat keberadaan air dalam jumlah tertentu. Mechanical interlocking yang terjadi sewaktu pemadatan tersebut akan terurai dan lepas karena keberadaan air yang banyak tersebut sehingga wood pelletnya hancur. Pada pengiriman cangkang sawit dari lokasi stockpile hingga pelabuhan export penggunaan kapal, penggunaan truck atau tongkang biasa dilakukan dan kadang-kadang hanya ditutup (sealed) dengan plastik yang tidak terlalu rapat. Pada wood pellet penutupan dengan plastik sewaktu menuju kapal pengangkut juga bisa dilakukan tetapi apabila tidak rapat akan rawan terhadap air terutama pada musim penghujan, ditambah lagi apabila pemuatan (loading) ke kapal dilakukan di tengah laut (transhipment) karena kapal tidak bisa bersandar di pelabuhan seperti biasa dilakukan di Kalimantan. 
Perbedaan tingkat toleransi terhadap keberadaan air antara cangkang sawit dan wood pellet tersebut, berimplikasi pada handling bahkan peralatan yang digunakan. Faktor cuaca (seperti badai) dan padatnya lalu lintas pelabuhan muat menambah kesulitan pemuatan (loading) wood pellet ke kapal tersebut. Hal tersebut membuat pengapalan wood pellet dalam jumlah besar dengan pengapalan curah (bulk shipment) masih sulit dilakukan, sehingga pengapalan dengan kontainer masih menjadi pilihan utama. 

Terminal wood pellet di Kanada, dengan silo-silo penampung wood pellet sementara sebelum pengapalan
Loading wood pellet dari silo ke kapal pengangkut
Terminal semen di pelabuhan 
Loading semen dari silo ke kapal pengangkut
Sebuah referensi lain yang bisa kita jadikan acuan adalah pengapalan curah semen. Semen adalah produk yang juga sangat sensitif dengan air, dengan adanya air maka semen akan menggumpal sehingga menjadi tidak bisa digunakan, sehingga proteksi terhadap air mutlak diperlukan. Jalur distribusi semen hingga pengapalan curahnya semua terlindungi dari masuknya air. Di jalan-jalan raya mudah kita jumpai truck-truck besar pengangkut semen curah melintas, lalu di sejumlah pelabuhan juga dibangun terminal-terminal semen berupa silo atau bin seperti menara-menara tinggi.  Ketika produksi wood pellet sudah massif maka infrastruktur atau peralatan pendukungnya juga hampir sama seperti semen dan hal tersebut saat ini juga sudah bisa kita saksikan di negara-negara produsen wood pellet seperti Amerika dan Kanada. Pada sisi pelabuhan penerima atau pelabuhan tujuan pengapalan tersebut peralatan yang memadai juga dibutuhkan untuk menangani bongkar muat (unloading) wood pellet tersebut. Untuk perbandingan, pada produk pellet pakan (feed pellet) dalam jumlah besar juga akan membutuhkan hal yang hampir sama untuk export pengapalan curahnya (bulk shipment). Lantas apakah bisa bahan bakar biomasa seperti wood pellet menjadi tahan air (hidropobik) seperti batubara? Jawabnya bisa yakni dengan teknologi torrefaction  sehingga produknys menjadi torrefied wood pellet. Torrefaction akan kita bahas lebih detail lain tulisan mendatang. InsyaAllah.   

Kamis, 19 Oktober 2017

Export Pellet Fuel Dan Kesuburan Tanah

Ada sejumlah kalangan yang mengkhawatirkan apabila export bioenergi khususnya pellet fuel dilakukan secara massif maka kesuburan tanah akan menurun atau tanah menjadi rusak. Mengapa mereka mengkhawatirkan hal ini? Karena pellet fuel yang dimaksudkan adalah EFB pellet atau pellet tandan kosong (tankos) sawit. Tankos sawit sebagai bahan baku EFB pellet atau pellet tankos sawit tersebut memang saat ini banyak yang diolah menjadi kompos atau pupuk organik padat yang digunakan lagi pada perkebunan sawit tersebut. Apabila tidak ada pupuk atau nutrisi bagi pohon-pohon sawit tersebut maka memang benar bahwa kesuburan tanah akan rusak. Limbah-limbah perkebunan sawit seperti pelepah dan daunnya juga bisa dijadikan kompos tetapi akan lebih sulit pertama, karena memerlukan usaha tambahan untuk mengumpulkannya, sedangkan tankos sawit adalah limbah pabrik sawit yang setiap hari dihasilkan pabrik tersebut dalam jumlah besar sehingga tidak perlu mengumpulkan lagi. Sementara pelepah dan daun sawit adalah limbah perkebunan tersebut yang tersebar atau berserakan di perkebunan itu sendiri. Kedua, tankos dari pabrik sawit memiliki kadar air tinggi karena sebelumnya dilakukan proses pengukusan (steamming) pada produksi CPO. Kadar air yang tinggi dari tankos sawit atau sekitar 60% membuatnya mudah dikomposkan karena material tersebut mudah busuk dan terurai menjadi kompos. Sedangkan pelepah dan daun pada umumnya kering, sehingga lebih sulit untuk dikomposkan.

Masalah diatas bisa diatasi dengan penggembalaan (grazing) ternak, terutama domba. Dengan penggembalaan maka rerumputan diantara pohon sawit menjadi pakan bagi domba-domba tersebut, kotoran ternak menjadi pupuk bagi pohon-pohon sawit dan dagingnya untuk konsumsi manusia. Dengan penggembalaan tersebut manusia bisa memproduksi daging dan memupuk perkebunan sawitnya dengan sangat ekonomis. Sebuah referensi success story tentang penggembalaan ini adalah Allan Savory seorang biologist dari Zimbabwe, yang konsep penggembalaan terencananya (Holistic Planned Grazing) yang telah diaplikasikan saat ini hingga sekitar 16 juta hektar di seluruh dunia atau sekitar dua kali luas perkebunan sawit kita. Ada sejumlah faktor Keunggulan penggembalaan domba dibandingkan sapi, yang bisa dibaca di link ini, ini dan ini.
Lalu bagaimana dengan pellet fuel dari biomasa kayu-kayuan atau wood pellet dari kebun energi? Pohon-pohon yang ditanam sebagai pohon kebun energi pada umumnya berupa leguminoceae yang akarnya mampu mengikat nitrogen (nitrogen fixing trees), sehingga bisa sebagai tanaman perintis dan bisa tumbuh hampir dimana saja termasuk di lahan-lahan tandus atau gersang. Pohon-pohon tersebut bahkan mampu menyuburkan tanah yang awalnya gersang atau bumi yang mati tersebut. Tetapi untuk mendapatkan produktivitas kayu terbaiknya tanah yang subur dan dirawat semestinya (walaupun perawatannya juga sangat mudah) harus dipenuhi. Penggembalaan domba secara terencana dan presisi adalah salah satu perawatan tersebut sekaligus kita akan memproduksi daging paling ekonomis. 

Selasa, 10 Oktober 2017

Menyelami Pasar Cofiring

Cofiring menjadi pintu masuk yang mudah untuk subtitusi batubara ke wood pellet pada pembangkit listrik pulverized system.Proses cofiring tersebut juga bisa dimulai dari prosentase kecil hingga besar, bahkan bisa mengubahnya menjadi 100% menggunakan wood pellet nantinya. Semua pellet baik jenis wood pellet maupun agro-waste pellet bisa digunakan pada cofiring ini. Agro-waste pellet bisa digunakan dalam porsi lebih kecil daripada wood pellet, karena kandungan abu lebih tinggi daripada wood pellet. Selain itu kandungan abu agro-waste pellet atau pellet yang dibuat dari limbah-limbah pertanian juga tinggi kandungan kalium dan silika yang mempunyai titik leleh rendah. Di samping itu beberapa limbah pertanian juga mengandung klorin yang cukup tinggi sehingga korosif bagi pipa-pipa boiler.
Pulverised combustion pada pembangkit listrik


Pembangkit listrik  Korea Southeast Power Co (KOSEP) Yeongheung power station 5.000 MW dengan melakukan cofiring 6% dengan wood pellet tidak membutuhkan modifikasi sama sekali  dan membutuhkan sekitar 10 juta ton batubara dengan 600.000 ton/tahun wood pellet. Pada rasio cofiring 3-10% pada terbukti sukses di berbagai pembangkit listrik listrik  seluruh dunia dan juga belum dibutuhkan modifikasi pembangkit listrik. Sedangkan cofiring dengan agro-waste yakni jerami (straw) telah dilakukan pembangkit Studstrup di Denmark yakni mencapai rasio 10% juga dengan tanpa adanya modifikasi. Rasio tertinggi untuk agro-waste atau limbah pertanian tersebut yakni 20% masih bisa berjalan baik tanpa modifikasi pembangkit listriknya. Tingkat korosi pada cofiring 10% jerami menyamai penggunaan rutin batubara, sedangkan pada cofiring 20% jerami kecepatan korosi lebih tinggi. Bahkan setelah beroperasi 2 tahun cofiring 10% jerami memberikan kinerja yang baik dan bisa diterima dalam operasi harian pembangkit tersebut. Jerami (straw) adalah limbah pertanian yang sangat banyak terdapat di Denmark dan juga sebagai bahan bakar biomasa utama. Konversi hingga 100% (full firing) wood pellet juga telah dilakukan sejumlah pembangkit dan hanya dengan modifikasi minor pada pembangkitnya, yakni Ontario Power Generation (OPG) Atikokan 240 MW.
Shinchi Power Station Jepang 2 x 1000 MW dengan cofiring 3% membutuhkan wood pellet 130.000 ton/tahun 
Drax Power Station Inggris menjalankan 2x650 MW dengan 100% wood pellet membutuhkan sekitar 6,3 juta ton/tahun
Studstrup power station Denmark 700 MW melakukan cofiring hingga 20% dengan jerami (straw)
Saat ini terjadi kecenderungan untuk pembangkit-pembangkit listrik besar batubara dengan pulverized system untuk mulai melakukan cofiring dengan berbagai prosentasenya dan berbagai jenis pellet fuel. Selain itu sejumlah pembangkit listrik yang menggunakan 100% wood pellet juga banyak dibangun, seperti di Jepang. Daya dorong tersebut karena negara atau pemerintah yang bersangkutan memang juga memiliki kebijakan ke arah tersebut. Ada sejumlah negara yang memiliki hutan luas sehingga wood pellet bisa mudah diproduksi misalnya Amerika Serikat dan Kanada, sebaliknya ada yang kawasan hutannya terbatas tetapi melimpah limbah pertaniannya, misalnya China dan Denmark. Diprediksi konsumsi wood pellet dunia pada tahun 2024 mencapai 50 juta ton (minus China), dengan Korea Selatan dan Jepang saja mencapai 20 juta ton pada 2020. Sebuah proyeksi untuk penggunaan cofiring di China apabila 16% saja dari pembangkit listrik disana melakukan cofiring dengan rasio 5%, maka kebutuhan wood pellet untuk negara itu saja mencapai hampir 40 juta ton. Walaupun dengan limbah pertanian yang sangat banayak tetapi dengan luas hutan yang terbatas China akan mengimport untuk kebutuhan wood pelletnya sesuai proyeksi tersebut.




Berdasarkan pasar wood pellet untuk cofiring yang terus meningkat tentu menjadi peluang besar bagi Indonesia yang beriklim tropis, dengan tanah yang luas, dan subur untuk menjadi pemain utama wood pellet untuk ramai-ramai memasok pasar cofiring tersebut. Tentu ini adalah peluang usaha yang menarik dan seharusnya kita tidak hanya menjadi penonton saja di era bioeconomy atau biomasa ini. Dengan iklim tropis maka kebun energi di Indonesia hanya membutuhkan 1 tahun untuk menghasilkan biomasa kayu setara 4 tahun kebun energi di Eropa. Penggunaan kayu-kayu dari pepohonan (syajara) untuk sumber energi juga sesuai petunjuk Al Qur'an untuk lebih detail bisa dibaca disini. Tanah-tanah luas tersebut kembali hijau tambah subur dan menghasilkan kayu-kayu untuk wood pellet, serta dengan penggembalaan domba sebagai harta terbaik dan produksi daging yang terutama untuk meningkatkan konsumsi daging kita yang baru 1/4 rata-rata dunia atau 10 kg/tahun/kapita . Tahap produksi wood pellet dari kebun energi bisa dibaca disini. Sekali dayung 2-3 pulau terlampaui, menjadi produsen wood pellet, produsen daging sekaligus menyuburkan tanahnya. Terakhir sesama muslim harus bersyirkah untuk mewujudkan atau menangkap peluang tersebut hal tersebut. 

Senin, 09 Oktober 2017

Mencari Harta Terbaik Dari Implementasi Kebun Energi Bagian 3

"Dia menciptakan kamu dari diri yang satu kemudian Dia jadikan daripadanya istri dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor hewan yang berpasangan dari binatang ternak...." (QS 39:6). 

Dalam ayat lain (QS 6 : 143-144), delapan ekor hewan yang berpasangan (4 pasang) tersebut adalah dua ekor (sepasang) domba, sepasang kambing, sepasang unta dan sepasang sapi. 

Dari serangkaian hewan ternak yang disebutkan dalam ayat-ayat di atas, domba disebut pertama, baru kambing, unta dan sapi. Kaidah dalam Al Qur'an, sesuatu yang disebut pertama memiliki keutamaan daripada sesudahnya. Nah, disinilah domba memiliki keutamaan dibandingkan hewan ternak lain yang disebut dalam ayat tersebut, walaupun semua hewan tersebut dagingnya halal dimakan. Indikasi lain tentang keutamaan domba juga bisa kita dapati pada peristiwa Qurban, yakni ketika Nabi Ibrahim diperintah Allah SWT untuk menyembelih putranya yakni Ismail, lalu oleh Allah SWT menyelamatkan Ismail dan menggantinya dengan domba besar. Peristiwa tersebut kemudian kita peringati setiap tahun dan menjadi syariat Qurban pada hari raya Idhul Adha setiap 10 Dzulhijah. 
Ditataran praktis dan kajian ilmiah domba juga menunjukkan keunggulannya. Berdasarkan sejumlah riset dikatakan bahwa domba jauh lebih cerdas daripada kambing. Domba hanya kalah dari simpanse, gajah dan lumba-lumba. Kalau kita sudah sering melihat aksi simpanse, gajah dan lumba-lumba dengan kecerdasannya. Tetapi bagaimana aksi domba dengan kecerdasannya? Yang dimaksudkan kecerdasan untuk domba tentu bukan berarti menyelesaikan soal-soal matematika, fisika apalagi kimia yang rumit, tetapi sekedar mengingat tugas-tugas atau tanda-tanda spesifik. Konon domba adalah binatang yang paling baik ingatannya, dia bisa mengingat wajah penggembalanya, mengingat jalur perjalanan pulang ke kandangnya, ingat siapa yang memimpin perjalanannya dan bahkan bisa mengingat mana-mana batasnya yang boleh dimakan dan tidak, batas wilayah yang boleh dilalui dan tidak. Dengan cukup latihan domba-domba tersebut akan bisa melakukan tugas-tugas tersebut dengan baik. Hal ini menjadi sangat bermanfaat untuk penggembalaan yang terencana, seperti penggembalaan presisi (precision grazing), seperti dalam 5F projects for the world!

Penggembalaan domba di kebun energi bisa disesuaikan dengan rotasi panen kayu-kayunya. Ketika pohon-pohon tersebut sudah cukup besar atau mendekati usia panen, maka domba-domba tersebut bisa digembalakan di daerah tersebut. Domba-domba tersebut akan memakan rerumputan yang berada dibawah pepohonan tersebut, dan tidak memakan daun-daun dari pepohonan tersebut karena sudah cukup tinggi. Ketika pohon-pohon tersebut selesai dipanen maka tunas-tunas baru akan muncul atau trubus dari pangkal pohon-pohon tersebut. Pada kondisi tersebut gerombolan domba tidak bisa digembalakan di area ini karena akan merusak pepohonan tersebut. Penggembalaan tersebut akan berpindah-pindah menyesuaikan rotasi panen kebun energi tersebut. Kecerdasan domba untuk mengingat tanda-tanda spesifik akan memudahkan penggembalaan tersebut, sehingga batas-batas bisa ditandai dengan simbol tertentu. 

Jumat, 06 Oktober 2017

Belajar Dari Potret Kota-Kota Di Bumi Pada Malam Hari

Mari sejenak kita cermati photo satellite negeri kita di malam hari. Tampak hanya pulau Jawa yang gemerlapan, sedangkan pulau-pulau lain gelap dan hanya diibukota provinsi  saja yang menampakkan titik terang. Mengapa hal itu terjadi? Tentu saja karena pembangunan yang lebih berkembang atau infrastruktur fisik dan populasi penduduk yang jauh lebih banyak dari berbagai pulau di Indonesia. Diperkirakan lebih dari separuh atau sekitar 60% penduduk Indonesia berada di pulau Jawa. Titik-titik terang atau gemerlapnya kota-kota tersebut adalah indikator tentang kemajuan fisik di daerah tersebut. Pembangunan bisa sangat berkembang di Jawa karena tiga pilar ekonomi yakni modal, pasar dan produksi bisa berjalan secara cepat dan efisien. Ketimpangan pemerataan pembangunan tersebut tentu harus segera diatasi,tetapi bagaimana caranya?
Caranya adalah dengan melakukan penyebaran atau distribusi pembangunan melalui tiga pilar ekonomi diatas. Modal, pasar dan produksi harus masuk di pulau-pulau di luar Jawa dengan tingkat kecepatan dan efisiensi yang sama. Akselerasi tersebut bisa terjadi apabila banyak aktifitas bisnis yang dilakukan disana. Untuk menjalankan aktifitas roda bisnis yang banyak juga akan dibutuhkan banyak tenaga kerja, sehingga distribusi penduduk yang lebih merata juga dibutuhkan. Lantas bidang atau bisnis apa yang bisa dilakukan di luar Jawa sehingga pada waktunya juga tidak kalah gemerlapnya apabila dipotret satellite pada malam hari? 

Dengan luasnya tanah terhampar, iklim tropis dan curah hujan yang tinggi, maka industri berbasis agroforestry sangat tepat untuk daerah-daerah tersebut. Apalagi era bioeconomy sudah mulai nampak di depan mata. Produksi wood pellet adalah salah satu bisnis yang sangat cocok untuk era saat ini, dan yang penting untuk menarik tiga pilar ekonomi tersebut masuk ke daerah-daerah tersebut. Tanah-tanah luas tersebut digunakan untuk kebun-kebun energi sehingga produksi wood pelletnya bisa terus berproduksi secara berkesinambungan (sustainable). Apalagi dengan kondisi Indonesia sebagai nett importer atau pengimport minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya, maka produksi energi dari sumber terbarukan khususnya biomasa seharusnya mendapat perhatian lebih. Bahkan di Eropa energi dari biomasa mendapat porsi sekitar 70% dari total energi terbarukan. 

Tetapi dengan agroforestry atau wanatani ini masih ada yang kurang, yaitu sumber daging yang juga sangat kita butuhkan, sekaligus juga sumber pupuk untuk pepohonan (syajara) maupun tanaman-tanaman (zar'a) tersebut. Maka disinilah letak keindahan dan kelengkapan petunjukNya itu, yaitu Dia sisipkan ternak yang digembalakan diantara pepohonan dan tanaman-tanaman (QS 16:10).

Ternak yang digembalakan adalah sumber daging yang paling ekonomis karena tidak perlu kerja keras manusia untuk mencarikan atau membelikan pakannya. Ternak yang digembala juga menjadi sumber pupuk yang paling efisien, karena tidak memerlukan tenaga manusia untuk memproduksinya, mendistribusikannya hingga melakukan pemupukannya. Maka dengan solusi agroforestry plus grazing atau wanatani plus gembala ternak inilah yang menjadi solusi meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah-daerah 'gelap' di negeri kita. 

Sehingga dengan integrasi dengan peternakan domba, maka masalah pangan juga bisa secara bertahap diatasi. Konsumsi daging perkapita penduduk Indonesia yang rendah atau menurut FAO hanya 1/4 dari rata-rata penduduk dunia, yakni 10 kg/kapita/tahun (rata-rata konsumsi daging penduduk dunia 40 kg/kapita/tahun) perlu untuk ditingkatkan dengan menggenjot produksi dalam negeri, bukan malah menggenjot import daging, yang harganya juga semakin tidak terjangkau. Domba-domba tersebut juga akan menjadi harta terbaik, sekaligus mata rantai menyelamatkan bumi
Sebuah referensi yang menarik, kita akan mendapati dua negeri yang bangsanya sama, kondisi dan sumber daya alam relatif sama, tetapi perbedaan photo satellite malam hari sangat mencolok perbedaannya. Dua negeri itu adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Hal tersebut terjadi karena tiga pilar ekonomi di Korea Selatan bisa berkembang, sedangkan di Korea Utara yang dipimpin oleh rezim diktator komunis ketiga pilar tersebut dimatikan, bahkan tidak ada pasar disana karena dianggap bagian dari kapitalisme. Betapa faktor pemimpin yang adil sangat berperan untuk kemajuan bangsanya. Korea Selatan seolah tidak mau kalah dengan gemerlapnya Jepang di sebelah kanannya dan China di sebelah kirinya. 

Pada pemerintahan Islam di Madinah, Nabi Muhammad SAW bahkan membuat pasar sehingga tiga pilar ekonomi bisa berjalan dengan semestinya. Dengan adanya pasar maka barang-batang yang diproduksi bisa terserap dan dengan sendirinya modal akan mengalir dalam aktifitas tersebut. Pasar Nabi di Madinah tersebut bahkan mampu menumbangkan pasar Yahudi yang didalamnya banyak dilakukan praktek kecurangan dan kedholiman. Pasar seperti itulah yang seharusnya dibuat dan dijalankan baik untuk pasar kecil maupun pasar global sehingga keadilan ekonomi bisa terwujud. Bila pasar yang menjadi lokomotif kemakmuran dikuasai oleh umat, maka  gerbong-gerbong  kemakmuran  berikutnya  akan  mudah ditarik  yaitu  produksi  barang-barang  dan  jasa  untuk  memenuhi berbagai  kebutuhan  umat  ini.  Bila  pasar  dan  produksi  dikuasai, maka modal akan datang dengan sendirinya. Ketika keadilan ekonomi bisa terwujud maka photo satellite malam hari negeri-negeri di berbagai penjuru bumi akan nampak bergemerlapan. Hal tersebut juga karena sangat banyak pembangkit-pembangkit listrik bahkan hanya seukuran kulkas kita. InsyaAllah.

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...