Woodcharcoal briquette atau sawdust charcoal briquette memiliki pasar yang sangat
tinggi terutama di Timur Tengah, Arab Saudi dan Turki. Negara-negara tersebut
menggunakan sawdust briquette charcoal untuk memanggang daging
khususnya domba yang menjadi favorit makanan disana. Untuk produksi
sawdust briquette charcoal tersebut menggunakan limbah penebangan (logging
residues) maupun limbah industri pengolahan kayu (industrial wood residues).
Hal ini seharusnya luasnya hutan dan berikut industri pengolahan kayu sebanding
dengan industri sawdust briquette charcoal. Limbah penebangan jumlahnya
berlimpah biasanya bagian atas pohon (top) yang berdiameter kecil dan
cabang-cabang. Limbah penebangan berkisar rata-rata 100% terhadap produksi kayu tebangan itu sendiri, sehingga jumlahnya sangat banyak. Sabah, Malaysia dan Kalimantan, Indonesia banyak menghasilkan
limbah penebangan tersebut dengan harga sangat murah.
Sedangkan
untuk limbah industri pengolahan kayu biasanya berbentuk serbuk gergaji, dan
potongan-potongan kayu baik papan maupun kayu bulat. Diperkirakan ada 1600
penggergajian kayu (saw mill) dan 120 pabrik kayu lapis di Indonesia. Bahan baku
industri kayu lapis pada awalnya dari kayu hutan alam (natural forest), tetapi
seiring permintaan yang terus meningkat pasokan kayu hutan alam menipis
sehingga beralih dengan kayu dari pohon ditanam. Sewaktu menggunakan kayu dari
hutan alam, diameter kayu bisa lebih dari 70 cm dan ketika menggunakan kayu
yang pohon yang ditanam diameter kayu hanya sekitar 30 cm. Samarinda,
Kalimantan Timur, Indonesia pada awalnya banyak pabrik kayu lapis beroperasi
tetapi karena pasokan kayu menipis banyak pabrik-pabrik tersebut yang menutup
produksinya. Yield kayu lapis dari bahan baku adalah 50%, sedangkan sisanya
menjadi limbah. Sebagian limbah tersebut digunakan untuk bahan baku produk
block board dan paking material, tetapi hanya sekitar 10%, sehingga 40% masih
sebagai limbah.
Sedangkan
di Malaysia, total volume dari limbah industri kayu yakni 7,5 juta meter kubik
per tahun. Limbah penggergajian kayu (saw mill) terbanyak di Sabah, sedangkan
limbah kayu lapis (ply wood) di Sarawak. Penggergajian kayu (sawmill)
menghasilkan produk berupa kayu gergajian (sawn wood) berkisar 40-65% dan
sisanya yakni 35-60% berupa sawdust. Sedangkan yield untuk ply wood berkisar
50-60%, sedangkan 40-50% sebagai limbah. Untuk pabrik molding yield nya lebih
tinggi yakni 70-74%, berarti limbahnya 26-30%. Prosentase limbah kayu dari
industri ply wood 75% dan 25% dari industri saw mill. Pemanfaatan limbah
industri kayu tersebut masih belum optimal, bahkan hanya ditimbun lalu dibakar
saja karena dianggap mencemari.
Sedangkan
di Laos ada sekitar 200 pabrik pengolahan kayu (furniture, packing material,
flooring, dan pintu) dengan berlokasi sebagian besar di sekitar Vientiane,
ibukota Laos dan hanya 1 pabrik ply wood. Produsen arang bertebaran dimana-mana
di negara tersebut karena kebutuhan tinggi untuk rumah tangga. Yield dari
industri pengolahan kayu tersebut berkisar 60%, sehingga 40% sebagai limbah.
Pemanfaatan limbah tersebut juga belum optimal, seperti serbuk gergaji
(sawdust) hanya ditimbun saja dibelakang saw mill.
Produksi sawdust briquette charcoal (wood briquette charcoal) akan menjadi solusi untuk
pemanfaatan limbah tersebut. Serbuk gergaji (saw dust) menjadi bahan baku
terbaik karena tidak perlu pengecilan ukuran (size reduction) dan bisa lebih pendek
proses produksinya. Sedangkan apabila limbah tersebut masih berupa
potongan-potongan kayu maka perlu proses pengecilan ukuran (size reduction)
hingga ukuran partikelnya seperti serbuk gergaji (saw dust). Setelah itu
apabila serbuk kayu tersebut masih basah (kadar air lebih dari 10%) maka perlu
pengeringan yakni dengan alat pengering rotary (drum) dryer. Selanjutnya
setelah material serbuk kayu tersebut kering dilanjutkan dengan pembriketan dan
pengarangan (karbonisasi) sehingga produk akhir berupa sawdust briquette charcoal (wood briquette charcoal).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar