Tampilkan postingan dengan label sustainable palm oil. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sustainable palm oil. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Juli 2025

Operasional Pabrik Sawit dengan Integrasi Pirolisis dan Unit Biogas untuk Zero Waste, Memaksimalkan Profit dan Berkelanjutan

Tujuan pabrik sawit  sehingga zero waste, profit maksimal dan berkelanjutan bisa tercapai salah satunya dengan integrasi pirolisis dan unit biogas. Hal ini karena hampir semua limbah padat dan limbah cair dari pabrik sawit bisa diolah menjadi produk-produk yang dibutuhkan pada industri sawit tersebut, baik di pabrik sawitnya untuk produksi CPO, maupun di perkebunan sawitnya untuk produksi TBS. Dengan pirolisis, limbah padat akan diubah menjadi biochar dengan excess energy berupa syngas dan biooil untuk bahan bakar boiler. Biochar sebelum diaplikasikan ke tanah-tanah perkebunan atau pertanian dimanfaatkan terlebih dahulu untuk meningkatkan produksi biogas.

Produk biogas selanjutnya juga bisa untuk bahan bakar boiler pabrik sawit bersama dengan syngas dan biooil tersebut. Dengan cara itu maka cangkang sawit (Palm kernel shell/PKS)100% bisa dijual atau bahkan diexport sehingga memberi tambahan keuntungan bagi industri sawit yang bersangkutan. Dimana saat ini pada umumnya 30- 50% cangkang sawit digunakan untuk bahan bakar boiler dicampur dengan sabut (mesocarp fiber) dan sisanya dijual atau dieksport tersebut. Produksi biochar dengan pirProduk biogas selanjutnya juga bisa untuk bahan bakar boiler pabrik sawit bersama dengan syngas dan biooil tersebut. Dengan cara itu maka cangkang sawit (Palm kernel shell/PKS)100% bisa dijual atau bahkan diexport sehingga memberi tambahan keuntungan bagi industri sawit yang bersangkutan. Dimana saat ini pada umumnya 30- 50% cangkang sawit digunakan untuk bahan bakar boiler dicampur dengan sabut (mesocarp fiber) dan sisanya dijual atau dieksport tersebut. Produksi biochar dengan pirolisis bisa memanfaatkan sabut (MF) dan tandan kosong sawit (EFB). Skema integrasi seperti dibawah ini : 

Pemakaian biochar pada lahan-lahan perkebunan dan pertanian akan menghemat atau mengurangi penggunaan pupuk kimia. Dan lebih khusus lagi pada perkebunan kelapa sawit bahwa operasional terbesarnya adalah penggunaan pupuk kimia tersebut. Apabila penggunaan pupuk kimia bisa dikurangi maka akan terjadi penghematan pada biaya pupuk. Selain itu juga akan memberi manfaat lain bagi lingkungan atau mengurangi dampak lingkungan berupa meminimalisir limbah akibat pemakaian pupuk kimia yang berlebihan. Biochar akan membuat pupuk kimia menjadi slow release sehingga efisiensi penggunaan pupuk atau NUE (Nutrient Use Efficiency) akan meningkat dan apalagi biochar plus pupuk organik dari residue biogas maka pupuk kimia untuk kemampuan slow release akan semakin meningkat sehingga NUE semakin tinggi. Selain itu produk samping pirolisis lainnya yakni pyroligneous acid juga sangat bermanfaat bagi perkebunan sawit untuk pupuk orhabik cair dan biopestisida.  

Selain itu pendapatan lain yang bisa didapatkan adalah dari carbon credit atau BCR (biochar carbon removal) credit. Apalagi carbon credit ini saat ini juga menjadi motivasi kuat bagi para produsen untuk produksi biochar tersebut. Dan untuk bisa mendapatkan carbon credit tersebut produsen biochar harus mendaftarkan ke lembaga karbon standard dan mengikuti metodologinya. Beberapa lembaga karbon standar yang popular antara lain Puro Earth, Verra, dan CSI. Sedangkan untuk produksi biogas juga bisa mendapatkan carbon credit dari mekanisme methane avoidance, tetapi harga biogas dari methane avoidance biasanya lebih murah daripada carbon credit carbon removal atau carbon sequestration dengan biochar. Tetapi tentu kedua-keduanya bisa diakumulasikan dan memberi keuntungan lebih besar.

Potensi operasional pabrik sawit dengan integrasi pirolisis dan unit biogas untuk zero waste, memaksimalkan profit dan berkelanjutan sangat besar dan diprediksi akan menjadi trend karena keuntungan financial sejalan dengan keuntungan / manfaat lingkungan. Apalagi masalah-masalah lingkungan dan keberlanjutannya saat ini telah menjadi perhatian dunia. Dengan luas lahan sawit sekitar 17 juta hektar dan 5,5 juta hektar di Malaysia, maka potensi limbah biomasa khususnya EFB dan mesocarp fiber untuk produksi biochar dan juga limbah POME untuk produksi biogas sangat melimpah. Sedangkan secara global luas kebun sawit mencapai hampir 27 juta hektar. Pada tahun 2024 tercatat bahwa produsen top CPO Dunia yakni Indonesia 56% lalu Malaysia 26% dan Thailand 5%. Ada lebih dari 1.000 unit pabrik sawit di Indonesia dan sekitar 500 unit di Malaysia. 

Senin, 24 Februari 2025

Cogeneration pada Pabrik Sawit dengan Pirolisis, Langkah Awal Produksi dan Implentasi Biochar

Analoginya seperti halnya cofiring yang dilakukan pada pembangkit pembangkit listrik batubara dengan mencampur bahan bakar biomasa dengan rasio tertentu sebagai upaya dekarbonisasi sektor energi di pembangkit listrik. Sedangkan di pabrik sawit, cogeneration dengan pirolisis sebagai langkah awal inovatif memasuki era carbon negative dengan aplikasi biochar, produk utama pirolisis tersebut. Dan karena semua pabrik sawit memang menggunakan bahan bakar biomasa untuk operasional pabriknya maka sudah merupakan berbasis bahan bakar carbon neutral, tidak seperti pembangkit listrik batubara berbasis bahan bakar carbon positive karena berasal dari fossil.

Berbeda dengan cofiring yang mencampur bahan bakar batubara dan biomasa dengan rasio tertentu lalu dibakar bersama dalam tungku pembakaran seperti pulverized combustion, maka cogeneration dilakukan dengan menghasilkan energi secara terpisah tetapi output energinya untuk penggunaan atau khususnya boiler yang sama. Ini dilakukan karena bisa jadi jenis bahan bakarnya berbeda seperti bahan bakar padat dengan bahan bakar cair ataupun teknologi menghasilkan energi tersebut berbeda. Dengan cogeneration tersebut berarti tidak semua energi dihasilkan dari satu sumber energi atau energi dari cogeneration adalah sumber energi sekunder untuk memenuhi kebutuhan energi total, dan dalam hal cogeneration di pabrik sawit ini, energi dari pembakaran (combustion) masih menjadi energi primer-nya. 

Lalu kenapa kok tidak langsung full pyrolysis saja ? Lebih mudah, secara bertahap bagi pabrik sawit mengadopsi teknologi pirolisis dan karakteristiknya. Karena (slow) pyrolysis tujuannya untuk maximize solid / biochar maka produk samping berupa excess energy (syngas dan biooil) sebagai sumber bahan bakar boiler, nilai kalornya tidak sebanyak pembakaran (combustion) yang memang tujuannya untuk maximize heat. Hanya sekitar 1/3 excess energy tersebut berkontribusi (cogeneration) sebagai bahan bakar boiler. Dengan kata lain apabila langsung full pyrolysis maka jumlah biomasa sebagai bahan baku pyrolysis menjadi 3 kali lipat atau unit pyrolysis menjadi sangat besar sehingga semua limbah biomasa pabrik sawit terpakai, dan pabrik tidak bisa menjual cangkang sawitnya.

Keuntungan apa yang didapat oleh pabrik sawit apabila melakukan cogeneration dengan pyrolysis untuk produksi biochar antara produk biocharnya bisa untuk menghemat pemakaian pupuk di perkebunan sawit, mengatasi masalah limbah tandan kosong sawit sehingga pabrik sawit bisa zero waste, cangkang sawit yang selama ini digunakan untuk bahan bakar boiler bisa dijual sehingga menambah pendapatan, produktivitas tandan buah segar (TBS) kelapa sawit meningkat, aplikasi biochar di kebun sawit juga sebagai solusi iklim (carbon sequestration / carbon sink) sehingga bisa mendapat kompensasi carbon credit dan dengan pengelolaan limbah yang baik bahkan zero waste dan aplikasi biochar di kebun-kebun sawit maka perusahaan sawit akan mendapat citra yang baik pada aspek lingkungan dan keberlanjutan (sustainibility).

Rabu, 17 Januari 2024

Pabrik Sawit Masa Depan : Produsen CPO, Biochar dan Hidrogen Sekaligus

Faktor efisiensi, mengoptimalkan potensi dan perbaikan iklim seharusnya bisa dilakukan sekaligus pada industri kelapa sawit. Hal tersebut bisa dilakukan yakni dengan mengganti tungku pembakaran pada boilernya dengan pirolisis sehingga bahan bakar boiler terutama berupa biooil produk samping pirolisis, dengan produk utama biochar dan membangun unit biogas untuk produksi hidrogen sebagai produk akhir. Biochar akan digunakan sebagai pembenah tanah (soil amendment) bersama dengan pupuk sehingga menjadi pupuk lepas lambat (slow release fertilizer), sehingga efisiensi penggunaan pupuk (NUE : nutrient use efficiency) meningkat. Penggunaan biochar sebagai carbon sequestration yakni dengan penggunaan bersama pupuk tersebut juga akan memberi penghasilan tambahan dari carbon credit. Tanah-tanah masam ataupun tanah-tanah kering akan lebih baik kesuburannya dengan aplikasi biochar tersebut.

Selanjutnya limbah cair atau POME (palm oil mill effluent) digunakan untuk bahan baku biogas. Dengan komponen utama biogas berupa metana (CH4) maka dengan steam reforming metana tersebut akan bereaksi dengan kukus / steam pada suhu 700-1100 C dengan adanya katalis nikel menjadi hidrogen / H2 dan dan karbonmonoksida / CO. Untuk memaksimalkan produksi hidrogen H2 selanjutnya karbonmonoksida / CO yang dihasilkan dikenai shift reaction, maka akan terjadi produk hidrogen / H2 dan karbondioksida / CO2. Reaksi tersebut berjalan pada suhu 400-500 C ataupun pada suhu lebih rendah yakni 200-400 C. Pada suhu lebih tinggi shift reaction biasa menggunakan katalis besi oksida atau kromium, sedangkan pada suhu lebih rendah katalis yang biasa digunakan adalah tembaga, zinc oxide dan alumina, yang membantu mengurangi konsentrasi CO hingga dibawah 1%.

Minggu, 03 Juni 2018

Perkebunan Besar dan Peternakan Besar


Masalah pupuk atau kesuburan tanah selalu menjadi topik atau pembahasan inti bagi suatu usaha perkebunan besar. Hal ini sangat wajar karena menjaga produktivitas hasil panen hanya bisa dilakukan dengan menjaga kesuburan tanah atau memberi pupuk yang memadai. Untuk itu anggaran biaya penyediaan pupuk tersebut selalu mengambil porsi besar pada usaha perkebunan tersebut. Lalu kondisi tersebut mengarah pada pertanyaan bagaimana caranya melakukan efisiensi atau penghematan anggaran pupuk tersebut ? Tentu banyak teknik bisa digunakan untuk maksud tersebut, tetapi pada dasarnya pemilihan atau penggunaan pupuk yang sesuai dan efektifitas atau keterserapan pupuk bagi tanaman, menjadi faktor kunci keberhasilan menjaga kesuburan tanah tersebut. Mari kita coba menjawab pertanyaan pokok diatas. 

Ketika pupuk kimia semakin ditinggalkan karena efeknya yang malah merusak lingkungan, maka tidak ada pilihan lain selain menggunakan pupuk organik. Pada perkebunan besar seperti perkebunan sawit pada dasarnya juga banyak limbah biomasanya dari pabrik sawit yang bisa dijadikan pupuk, misalnya pelepah dan batang sawit. Tetapi ketika bahan-bahan tersebut juga diolah untuk menjadi produk tertentu, dan juga proses pengomposan jenis kayu berserat tersebut memakan waktu lama, maka pilihan terbaiknya adalah dengan pupuk organik kotoran ternak. Pertanyaannya adalah darimana mendapatkan pupuk kompos kotoran ternak untuk kebun sawit tersebut? Sebenarnya ada lagi sumber pupuk organik atau kompos yang bisa dihasilkan dari limbah pabrik sawit yakni dari limbah cairnya. Apabila pabrik sawit tersebut memiliki unit biogas (anaerobic digester) maka residue biogas tersebut yakni dari sludge-nya bisa sebagai pupuk organik. Saat ini belum banyak pabrik sawit yang mengolah limbah cairnya dengan unit biogas tersebut, dengan alasan unit tersebut dirasa mahal.

Sejarah dan pengalaman pendahulu kita sebelum penggunaan pupuk kimia bisa dijadikan acuan hal tersebut. Mereka saat itu untuk bisa mencukupi kebutuhan pupuk dari usaha pertaniannya yakni dengan beternak baik domba, kambing, sapi, maupun kerbau. Kotoran ternak-ternak tersebut digunakan untuk pupuk pertaniannya dan  limbah pertanian digunakan untuk pakan ternak tersebut. Pola dasar tersebut juga bisa dikembangkan untuk perkebunan besar dengan beberapa teknik penyesuaian untuk meningkatkan efisiensinya. Teknis aplikasi di lapangan yang bisa dilakukan yakni perkebunan besar harus bekerjasama dengan peternakan besar atau bahkan idealnya memiliki peternakan besar tersebut untuk mencukupi kebutuhan pupuk untuk perkebunannya. Sebagai contoh perkebunan sawit yang memiliki luas kebun 2000 hektar maka 100-200 (10-20%) hektar digunakan untuk peternakan domba. Peternakan domba tersebut, bukan dengan dikandangkan saja, tetapi digembalakkan pada padang-padang gembalaan.  
Mengapa peternakan domba tersebut dilakukan di padang-padang gembalaan? Hal ini karena dengan penggembalaan biaya pakan bisa ditekan dengan sangat besar atau usaha tersebut menjadi sangat ekonomis. Komponen biaya terbesar dari usaha peternakan adalah pakan. Apabila ketersediaan dan pasokan pakan telah bisa diatasi maka komponen lainnya menjadi lebih mudah. Padang gembalaan tersebut berupa rerumputan dan pohon-pohon peneduh. Membuat rumput selalu tersedia adalah esensi bagi usaha tersebut, bahkan bisa dikatakan padang gembalaan adalah adalah pertanian rumput itu sendiri. Teknik penggembalaan rotasi (rotation grazing) adalah teknik penggembalaan terbaik saat ini, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Ketika rumput-rumput dipupuk dengan kotoran domba sewaktu penggembalaan tersebut, kotoran yang dihasilkan ketika di kandang bisa digunakan untuk pupuk pada perkebunan besar seperti sawit tersebut. Unit biogas bisa digunakan untuk optimalisasi pemanfaatan kotoran dari kandang tersebut. 



Pada dasarnya juga peternakan domba tersebut juga bisa berdiri sendiri dan juga menguntungkan. Oleh karena itu peternakan domba tersebut bisa dikerjakan terpisah. Dalam kasus ketika suatu kebun energi digunakan untuk produksi wood pellet masih terkendala berbagai hal seperti keberadaan dan pasokan listrik maka usaha peternakan tersebut tetap bisa dijalankan dengan baik. Produksi wood pellet skala besar di berbagai daerah di Indonesia saat ini masih banyak terkendala akibat pasokan listrik tersebut. Hal ini tentu akan menghambat pertumbuhan industri wood pellet tersebut sehingga perlu ada cara lain untuk mengatasi hal ini, yang insyaAllah akan dibahas lain waktu. 

Dengan konsep tersebut membuat tidak hanya meningkatkan produksi perkebunan dan daging tetapi juga bisnis yang lengkap siklus tertutup yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable). Peternakan lebah madu juga bisa ditambahkan untuk optimalisasi karena jelas lebah-lebah tersebut selain membantu proses penyerbukan juga akan menghasilkan madu, produk unggulan bernilai ekonomi tinggi. Berbagai masalah pangan insyaAllah bisa diatasi dengan konsep tersebut. Hal ini karena dari sisi produksi bisa dibuat sangat efisien dengan 2 komponen biaya terbesar bisa direduksi dengan sangat signifikan yakni pupuk dan pakan ternak dengan integrasi perkebunan besar dan peternakan besar tersebut.  
Walaupun telah menggunakan pupuk kompos dari kotoran ternak, masih ada lagi teknik yang bisa diterapkan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan yakni dengan penggunaan biochar. Dengan biochar, pupuk akan ditahan dalam pori-pori biochar sehingga menjadi lepas lambat (slow release fertilizer) menjadikannya efektif untuk pemupukan. Selain itu biochar juga akan menahan pupuk tersebut dari pencucian (leaching) akibat curah hujan tinggi, sehingga pemakaian pupuk juga bisa dihemat secara signifikan. Biochar juga akan menjadi rumah mikroba untuk menguraikan bahan organik menjadi nutrisi yang dibutuhkan bagi tanaman. Sehingga singkat kata dengan biochar tersebut produktivitas perkebunan tinggi tetapi pemakaian pupuk minimal karena efisien apalagi pupuk dihasilkan dari peternakan sendiri juga. Biochar ini bisa dihasilkan dengan pengolahan limbah-limbah biomasa perkebunan tersebut dengan pirolisis. Untuk lebih detail tentang pirolisis bisa dibaca disini

Selasa, 25 Juni 2013

Pembriketan Tankos Sawit Untuk Bioenergi Dan Keperluan Lain


Limbah padat berupa tandan kosong sawit atau tankos atau EFB-Empty Fruit Bunch jumlahnya sangat melimpah di pabrik-pabrik sawit dan sampai hari ini umumnya belum diolah apalagi dimanfaatkan secara optimal. Limbah tankos tersebut umumnya hanya ditimbun di suatu tempat  dan dibiarkan terurai secara alami melalui proses biologi. Beberapa tempat telah menggunakannya sebagai mulsa ataupun sebagai pupuk organik. Tetapi dibandingkan jumlah yang dihasilkan, tankos yang diolah tersebut jumlahnya belum seberapa begitu pula nilai tambahnya. Proses biologi tersebut juga berjalan lambat sehingga diperlukan investasi besar untuk mengolah seluruh limbah tankos setiap harinya apabila akan menggunakan proses tersebut.  Pabrik sawit yang ramah lingkungan dan “zero waste”  tentu mustahil tercapai.

Seiring akan kebutuhan energi yang terus meningkat setiap waktu maka diversifikasi energi menjadi hal penting dan harus dilakukan. Rute proses lebih pendek dan hasil yang segera bisa dimanfaatkan tentu menjadi pilihan untuk pengolahan limbah tankos sawit tersebut. Teknologi pemadatan biomasa berupa pembriketan menjadi pilihan menarik untuk diimplementasikan. Pembriketan adalah rute terpendek untuk mengolah limbah sawit khususnya secara komersial. Variabel proses berupa ukuran briket, kadar air, ukuran partikel , kadar abu dan investasi pabrik  yang lebih longgar daripada pemelletan menjadikannya rute tercepat pengolahan limbah tankos tersebut.  Walaupun penggunaan briket tidak se-massif pellet tetapi kebutuhannya juga sangat besar. Sejumlah perusahaan memproduksi  briket dan lalu briket tersebut digunakan sendiri untuk memproduksi listrik dengan teknologi gasifikasi, pirolisis maupun pembakaran langsung.   Teknologi gasifikasi, pirolisis maupun pembakaran langsung juga mensyaratkan ukuran dan bentuk bahan baku tertentu mendapatkan kinerja yang optimal.
Membuat bisnis sawit  yang berkelanjutan (sustainable palm oil) dari hulu sampai hilir adalah keinginan hampir semua pengusaha sawit. Ketika tanah perkebunan sawit membutuhkan nutrisi yang bisa disuplai dari bagian tanaman sawit itu sendiri (tankos misalnya) tetapi bila dibawa keluar  tanpa ada yang masuk ke tanah juga akan mengganggu kesuburan tanah perkebunan sawit tersebut pada jangka panjang. Sehingga perlu strategi yang baik dan berkelanjutan untuk tetap terpeliharanya bisnis sawit yang berkelanjutan. Pembriketan yang pada dasarnya adalah pemadatan biomasa akan menghemat transport ke penggunanya sehingga apabila briket tankos tersebut jika hendak digunakan sebagai pupuk kompos juga bisa diurai lagi dengan proses biologi untuk dimasukkan ke tanah sehingga keseimbangan kesuburan tanah juga bisa tetap terpelihara.   

AI untuk Pabrik Sawit atau Pengembangan Produk Baru dengan Desain Proses Baru ?

Aplikasi AI telah merambah ke berbagai sektor termasuk juga pada pabrik kelapa sawit atau pabrik CPO. Aplikasi AI untuk pabrik kelapa sawit ...