Selasa, 22 Januari 2019

EFB Biochar dan Penghematan Pupuk Pada Perkebunan Sawit

 
Produktivitas kebun sawit tinggi serta rendemen minyak tinggi selalu menjadi tujuan pada bisnis kelapa sawit. Estimasi nutrient yang dibutuhkan untuk menghasilkan 25 ton TBS/ha/tahun adalah 192 N, 11 P, 209 K, 36 Mg, dan 71 Ca dalam kg/ha/tahun. Dengan produksi 25 ton TBS/ha/tahun akan dihasilkan minyak mentah sawit atau CPO sekitar 6,5 ton (25% dari TBS). Analogi dalam bidang peternakan dimana komponen pakan memegang 75% dari biaya produksi atau menjadi komponen biaya tertinggi, demikian juga dengan pupuk khususnya pada perkebunan sawit. Pupuk merupakan biaya termahal atau 60% dari total biaya pemeliharaan. Untuk mencapai produktivitas tersebut perhitungan kebutuhan secara praktis kurang lebih sebagai berikut : suatu afdeling dengan luas 1.000 hektar dengan 1 hektar terdiri 143 pokok, maka terdapat 143.000 pokok pohon sawit. Apabila dosis/pokok 2,5 kg, maka kebutuhan pupuk adalah 357.500 kg (357,5 ton), dengan harga pupuk kimia non subsidi misalnya Rp 10.000/kg maka biaya yang dikeluarkan adalah 3.575.000.000 (Rp 3,575 milyar). Apabila kebun seluas 10.000 hektar berarti kebutuhan pupuk Rp 35,75 milyar sedangkan apabila kebun sawit seluas 20.000 hektar berarti mencapai Rp 71,50 milyar. Suatu jumlah yang tidak sedikit tentunya.
Pertanyaannya adalah upaya apa yang bisa dilakukan untuk menekan biaya pupuk tetapi produktivitas sawit meningkat. Suatu hal yang kontradiktif sepertinya karena mengurangi pasokan pupuk tetapi mengharap produktivitas tinggi. Disinilah perlunya kita mengkaji dan mendalami fakta yang terjadi di lapangan. Dengan iklim tropis dan curah hujan yang tinggi membuat pupuk yang tercuci (leaching) besar. Suatu kondisi misalnya di daerah berbukit dan bergelombang maka ketika turun hujan pupuk yang tercuci sangat besar, bahkan sia-sia saja pemupukan yang dilakukan karena tidak terserap oleh pohon sawit sebagai targetnya. Tingginya tingkat ketercucian dari pemakaian pupuk oleh air hujan tersebut membuat pupuk yang tersedia secara riil hanya sedikit saja atau sejumlah analisis rata-rata hanya tersisa 50% saja. Dengan pupuk yang tersedia hanya sedikit otomatis juga sedikit pula yang terserap oleh pohon sawit tersebut. Ketika misalnya ketercucian (leaching) bisa dikurangi hingga 30% saja berarti pupuk yang masih tersedia menjadi 70%, sehingga pupuk terserap semakin banyak dan produktivitas sawit juga meningkat.
Tahap awal yang bisa dilakukan adalah yakni dengan biaya pupuk yang sama tetapi produktivitas sawit bisa meningkat hingga misalnya 30%. Selanjutnya jika hal tersebut bisa dicapai, konsumsi pupuk diturunkan misalnya hingga 30% tetapi produktivitas sawit bisa dipertahankan pada level tersebut. Hal tersebut dimungkinkan terjadi ketika biochar telah menjadi koloni mikroba dan kualitas tanah meningkat sehingga serapan pupuk maksimal. Biochar adalah salah satu media yang bisa digunakan untuk hal tersebut. Tandan kosong sawit atau EFB (empty fruit bunch) yang banyak tersedia di pabrik-pabrik sawit dan umumnya belum dimanfaatkan bisa sebagai bahan baku produksi biochar. Pabrik sawit dengan kapasitas produksi 60 ton/jam TBS akan menghasilkan EFB atau tankos 13,2 ton/jam sehingga jika pabrik sawit tersebut beroperasi 20 jam/hari maka EFB atau tankos yang dihasilkan 264 ton/harinya. Pada produksi biochar dengan pirolisis juga bisa dihasilkan asap cair (liquid smoke) yang bisa juga digunakan sebagai pupuk.
Mengapa biochar bisa digunakan untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit bahkan mengurangi konsumsi pupuk ? Hal tersebut karena biochar dengan pori-porinya dengan luas permukaan sekitar 200 m2/gram mampu menahan pupuk tersebut dari pencucian, menjaga kelembaban dan banyak mikroba tanah yang bisa hidup dalam pori-pori tersebut sehingga memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah. Biochar bisa bertahan hingga ratusan tahun di dalam tanah sehingga tidak perlu ditambahkan setiap tahun ketika jumlahnya telah memadai. Implementasi biochar bisa dimulai dari skala kecil hingga skala yang massif. Untuk mengolah tandan kosong pada pabrik sawit tersebut menjadi biochar dibutuhkan alat pirolisis kontinyu, untuk lebih jelas bisa dibaca disini. Untuk memonitor efektifitas biochar pada perkebunan sawit saat ini bisa menggunakan teknologi internet atau IoT (Internet of Things) dan untuk lebih detail bisa dibaca disini dan disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...