Minggu, 20 Januari 2019

EFB Charcoal Briquette Untuk Subtitusi Sawdust Charcoal Briquette

Kontinuitas atau keberlanjutan pasokan bahan baku adalah hal pokok bagi keberlangsungan suatu produksi, demikian juga dengan industri sawdust charcoal briquette. Kurangnya atau bahkan terhentinya pasokan sawdust atau limbah kayu sebagai bahan baku sawdust charcoal briquette membuat produksinya terganggu bahkan terhenti. Dan kondisi seperti itu saat ini sudah mulai dialami oleh pabrik sawdust charcoal briquette. Padahal dari sisi pasar kebutuhan sawdust charcoal briquette sangat besar, terutama di Turki, Arab Saudi dan Timur Tengah. Alternatif bahan baku yang kontinyu ketersediaannya serta tersedia dalam jumlah besar menjadi pilihan. Tandan kosong (tankos) sawit atau EFB (empty fruit bunch) bisa sebagai pilihan tersebut. Mengapa? EFB adalah limbah padat pabrik sawit yang jumlahnya besar dan pada umumnya belum dimanfaatkan. Pabrik sawit dengan kapasitas 60 ton/jam TBS menghasilkan limbah EFB sebanyak 13,2 ton/jam atau 264 ton/harinya. Dan saat ini sudah ada kurang lebih 1.000 pabrik sawit di seluruh Indonesia.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah kualitas charcoal briquette yang dibuat dari EFB bisa bersaing dengan sawdust atau limbah kayu ? Ditinjau dari penggunaannya untuk bahan bakar atau energi, maka kualitas EFB lebih rendah dibandingkan sawdust atau limbah kayu yang tergolong biomasa kayu-kayuan (woody biomass) sedangkan EFB merupakan biomasa limbah pertanian (agro waste). Ukuran kualitas tersebut bisa ditunjukkan terutama dari nilai kalor, dan kadar abu. Nilai kalor EFB charcoal briquette lebih rendah dan kadar abu lebih besar dibandingkan sawdust charcoal briquette. Berdasarkan kondisi tersebut sudah semestinya harga sawdust charcoal briquette sedikit lebih rendah dibandingkan sawdust charcoal briquette. Tetapi sebagai upaya untuk mengatasi masalah limbah dan bisa menambah penghasilan, maka keuntungan dari produksi EFB charcoal briquette seharusnya masih sangat menarik.
Implementasi produksi EFB charcoal bisa bekerja sama dengan pabrik sawit yakni sebagai penyedia bahan baku sekaligus penyedia listrik untuk operasionalnya. Sejumlah pabrik sawit dengan kelebihan limbah biomasanya seperti cangkang sawit dan mesocarp fiber nya bisa digunakan untuk produksi listrik tersebut. Jika masih kurang, limbah di kebun seperti pelepah dan daun juga bisa digunakan bahan bakar pembangkit listrik tersebut. Lokasi pabrik sawit yang banyak berada di pedalaman dan tidak ada sumber listrik lain yang memadai membuat pabrik sawit juga otomatis sebagai pembangkit listrik yang umumnya digunakan secara internal tetapi juga bisa ditingkatkan untuk penggunaan eksternal. Sedangkan secara management dan bisnis, bisa saja produksi EFB charcoal briquette diintegrasikan dengan pabrik sawit maupun terpisah yang dikelola tersendiri. Tentu saja pilihan tersebut sangat tergantung pada pola manajemen perusahaan yang bersangkutan khususnya pada divisi pengembangan bisnisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...