Saat ini
masih banyak kita temui pembuatan arang (karbonisasi) yang tidak efisien.
Selain menghasilkan banyak polusi juga banyak panas atau energi yang hilang,
yang seharusnya bisa digunakan untuk yang lain, misalnya pengeringan kopra
maupun memasak air kelapa untuk produksi nata de coco. Apabila proses pengarangan
atau karbonisasi tersebut bisa dibuat lebih efisien maka bisa diintegrasikan
dengan produksi kopra putih dan nata de coco. Produksi kopra putih dan nata de
coco juga menjadi sangat ekonomis karena kebutuhan energi atau panas bisa
disuplai dari proses pengarangan atau karbonisasi tersebut. Bahan bakar atau
sumber energi bisa diminimalisir bahkan dieliminasi sama sekali.
Energi panas
dari proses pengarangan tersebut sangat besar, sehingga upaya memanfaatkannya
adalah hal penting untuk meningkatkan efisiensi produksi. Tungku karbonisasi
yang dirancang untuk produksi arang sekaligus menghasilkan panas untuk
pengeringan kopra dengan kontak tidak langsung (indirect heating) dan merebus
air kelapa untuk produksi nata de coco adalah solusi untuk meningkatkan
efisiensi tersebut. Kualitas produk arang yang dihasilkan juga lebih tinggi dan
stabil karena kontrol proses produksi yang juga lebih baik. Dengan kapasitas
bahan baku minimal 3 ton/hari tempurung kelapa tungku karbonisasi tersebut bisa
dioperasikan. Hal tersebut setara dengan pengolahan daging buah kelapa 6,5 ton/hari atau produksi kopra putih sekitar 3,25 ton/hari dan
nata de coco 5 ton/hari. Skema rancangan tungku karbonisasi tersebut seperti dibawah
ini.
Kebutuhan
arang tempurung kelapa semakin meningkat seiring waktu demikian juga
produk-produk kelapa lainnya. Export arang tempurung kelapa Indonesia
tercatat250 ribu ton/tahun. Kopra putih juga dibutuhkan untuk
produksi minyak kelapa yang kualitas minyaknya lebih baik daripada kopra hitam.
Kualitas minyak dari kopra putih lebih bersih dan jernih sehingga bisa langsung dikonsumsi, sedangkan dari kopra hitam berwarna coklat kehitaman yang biasa disebut minyak kelapa mentah (crude coconut oil). Export kopra putih dunia tercatat 137 ribu ton pada tahun 2013
(APCC-Coconut Statistical Yearbook, 2013) dengan total nilai lebih dari 2
trilyun rupiah. Potensi
nata de coco juga tidak kalah besar seiring dengan pertumbuhan makanan dan
minuman yang rata-rata 8% pertahun dan diperkirakan potensi nasional dari nata
de coco mencapai 1,6 trilyun/tahun. Arang tempurung kelapa tersebut juga bisa diolah lanjut
menjadi briket maupun arang aktif (activated carbon). Untuk export arang briket dan arang aktif (activated carbon) Indonesia tergolong masih kecil yakni 20 ribu ton/tahun dan 25 ribu ton/tahun. Untuk info detail tungku karbonisasi tempurung kelapa silahkan email di cakbentra@gmail.com