Selasa, 25 Juni 2013

Pembriketan Tankos Sawit Untuk Bioenergi Dan Keperluan Lain


Limbah padat berupa tandan kosong sawit atau tankos atau EFB-Empty Fruit Bunch jumlahnya sangat melimpah di pabrik-pabrik sawit dan sampai hari ini umumnya belum diolah apalagi dimanfaatkan secara optimal. Limbah tankos tersebut umumnya hanya ditimbun di suatu tempat  dan dibiarkan terurai secara alami melalui proses biologi. Beberapa tempat telah menggunakannya sebagai mulsa ataupun sebagai pupuk organik. Tetapi dibandingkan jumlah yang dihasilkan, tankos yang diolah tersebut jumlahnya belum seberapa begitu pula nilai tambahnya. Proses biologi tersebut juga berjalan lambat sehingga diperlukan investasi besar untuk mengolah seluruh limbah tankos setiap harinya apabila akan menggunakan proses tersebut.  Pabrik sawit yang ramah lingkungan dan “zero waste”  tentu mustahil tercapai.

Seiring akan kebutuhan energi yang terus meningkat setiap waktu maka diversifikasi energi menjadi hal penting dan harus dilakukan. Rute proses lebih pendek dan hasil yang segera bisa dimanfaatkan tentu menjadi pilihan untuk pengolahan limbah tankos sawit tersebut. Teknologi pemadatan biomasa berupa pembriketan menjadi pilihan menarik untuk diimplementasikan. Pembriketan adalah rute terpendek untuk mengolah limbah sawit khususnya secara komersial. Variabel proses berupa ukuran briket, kadar air, ukuran partikel , kadar abu dan investasi pabrik  yang lebih longgar daripada pemelletan menjadikannya rute tercepat pengolahan limbah tankos tersebut.  Walaupun penggunaan briket tidak se-massif pellet tetapi kebutuhannya juga sangat besar. Sejumlah perusahaan memproduksi  briket dan lalu briket tersebut digunakan sendiri untuk memproduksi listrik dengan teknologi gasifikasi, pirolisis maupun pembakaran langsung.   Teknologi gasifikasi, pirolisis maupun pembakaran langsung juga mensyaratkan ukuran dan bentuk bahan baku tertentu mendapatkan kinerja yang optimal.
Membuat bisnis sawit  yang berkelanjutan (sustainable palm oil) dari hulu sampai hilir adalah keinginan hampir semua pengusaha sawit. Ketika tanah perkebunan sawit membutuhkan nutrisi yang bisa disuplai dari bagian tanaman sawit itu sendiri (tankos misalnya) tetapi bila dibawa keluar  tanpa ada yang masuk ke tanah juga akan mengganggu kesuburan tanah perkebunan sawit tersebut pada jangka panjang. Sehingga perlu strategi yang baik dan berkelanjutan untuk tetap terpeliharanya bisnis sawit yang berkelanjutan. Pembriketan yang pada dasarnya adalah pemadatan biomasa akan menghemat transport ke penggunanya sehingga apabila briket tankos tersebut jika hendak digunakan sebagai pupuk kompos juga bisa diurai lagi dengan proses biologi untuk dimasukkan ke tanah sehingga keseimbangan kesuburan tanah juga bisa tetap terpelihara.   

Kamis, 06 Juni 2013

Skenario Pemanfaatan Limbah Hutan

Limbah kehutanan di Indonesia sangat besar jumlahnya dan perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin. Saat ini sebagian besar malah belum dimanfaatkan.  Berbagai skenario diajukan sesuai karakteristik  limbah kehutanan (forest residue) tersebut, kebutuhan pasar dan teknologi pengolahannya.

Teknologi pemadatan biomasa (biomass densification) seperti pemelletan dan pembriketan adalah salah satu skenario yang  menarik untuk diimplementasikan.  Secara visual pellet dan briket berbeda karena dimensinya. Dimensi wood pellet bervariasi dengan diameter antara 6 dan 25 mm dan panjangnya rata-rata sekitar 40 mm, sedangkan bila diameter produknya lebih dari 25 mm disebut sebagai briket. Secara pemanfaatan limbah hutan menjadi briket lebih disarankan, karena ukuran partikel dari pengecilan ukuran (size reduction), kadar air, dan kadar abu persyaratan pembuatan briket lebih longgar. Sedangkan untuk pellet khususnya A1 class pellet (premium pellet) harus menggunakan batang kayu dan dilakukan debarking. A1 class pellet atau premium pellet adalah pellet dengan kadar abu terendah, dan nilai kalor tertinggi. Tetapi jika hanya untuk produksi pellet kualitas standard tidak menjadi masalah. Pellet seperti halnya briket hampir semua bisa untuk konsumsi industri sebagai bahan bakar ramah lingkungan subtitusi batubara.





Sedangkan apabila lokasi limbah kehutanan tersebut berdekatan dengan industri-industri yang membutuhkan banyak bahan bakar seperti pabrik semen, pembangkit listrik dan sebagainya, maka limbah hutan tersebut bisa langsung di chipping (dikecilkan ukuran menjadi seukuran beberapa cm)  untuk langsung dipakai menjadi bahan bakar industri tersebut.

 



  

 


Sedangkan apabila lokasi limbah kehutanan tersebut juga masih kekurangan listrik ataupun perlu sumber energi atau panas lain, maka cara lain yang lebih baik adalah dengan menggunakan teknologi pirolisis kontinyu . Dengan teknologi  ini akan dihasilkan produk berupa arang, biooil dan syngas, yang ketiganya bisa digunakan sebagai sumber energi. Arang bisa dijual ke pabrik semen atau pembangkit listrik sebagai bahan bakar ataupun meningkatkan kesuburan tanah dengan diperkaya berbagai nutrisi untuk tanah yang untuk aplikasi ini arang biasa disebut biochar. Biooil juga bisa langsung sebagai bahan bakar walaupun nilai kalorinya hanya sekitar setengah minyak diesel dan syngas yang kaya akan metana ini berlebih dari sebagian yang dipakai untuk proses pirolisis itu sendiri, sehingga bisa digunakan salah satunya untuk pembangkit listrik dengan lebih mudah dengan Internal Combustion (IC) engine seperti gas engine generator.



Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...