Kamis, 12 Desember 2019

Mengatasi Kelangkaan BBM di Daerah-Daerah Terpencil

BBM masih menjadi bahan bakar utama yang menggerakkan perekonomian di saat ini tidak terkecuali di daerah-daerah terpencil. Bahkan di daerah-daerah terpencil tersebut pada umumnya ketersediaan BBM tersebut masih menjadi masalah. Langkanya pasokan BBM menyebabkan terjadinya kenaikkan BBM di daerah-daerah tersebut. Mahalnya BBM tersebut juga berdampak pada laju roda ekonomi di daerah-daerah tersebut. BBM atau bahan bakar cair memang masih menjadi bahan bakar utama terutama pada alat-alat transportasi, baik transportasi darat, laut dan udara. Konsumsi minyak bumi  mencapai sepertiga dari energi global diikuti batubara dan gas alam. Bioenergi menyuplai energi paling besar dibandingkan sumber energi non-fossil, seperti tabel dibawah ini. Bahan bakar cair dari kelompok bioenergi sendiri mencapai sekitar 6% atau 3 EJ/tahun (pancaran energi matahari ke bumi selama setengah menit). Bahan bakar cair tersebut terutama digunakan pada sektor transportasi. Hal tersebut menjadikan produksi bahan bakar cair khususnya dan bahan bakar untuk sarana transportasi pada umumnya merupakan hal yang Penting dan strategis, terlebih lagi pada daerah-daerah terpencil seperti di atas.
Sumber : Biomass in the energy industry, BP & Energy Biosciences Institute

Untuk menggerakkan sektor transportasi khususnya dan ekonomi pada umumnya,maka bahan bakar harus bisa digunakan pada alat-alat etransportasi. Saat ini memang bahan bakar cair bisa digantikan dengan bahan bakar gas untuk penggunaan pada alat-alat transportasi misalnya bajaj roda tiga dan bus transjakarta. Pada kendaraan yang dirancang dan dibuat dengan bahan bakar cair memang membutuhkan sedikit modifikasi jika akan mengganti dengan bahan bakar gas. Pada daerah terpencil yang menjadi masalah adalah ketersediaan bahan bakar tersebut, baik itu bahan bakar cair maupun bahan bakar gas.  Sehingga fokus penyediaan bahan bakar tersebut adalah hal penting khususnya bahan bakar cair karena lebih mudah digunakan.

Untuk mendapatkan pasokan bahan bakar cair kadang juga tidak mudah dan terkadang dibutuhkan rute proses produksi yang lebih panjang dan rumit. Pada kondisi saat ini yang bahan bakar cair yang sudah banyak digunakan adalah biodiesel. Biodiesel tersebut bisa dibuat dari minyak sawit dan sebenarnya juga bisa dibuat dari jarak pagar. Gagalnya proyek biodiesel dari jarak pagar beberapa waktu lalu di Indonesia karena perkebunan jarak pagar dibangun di lokasi BBM mudah diperoleh sehingga menjadikan harganya tidak kompetitif. Seandainya produksi biodiesel dan perkebunan jarak pagar tersebut dibuat di daerah-daerah terpencil yang sulit untuk mendapatkan supplai BBM sehingga di daerah-derah tersebut BBM mahal, maka biodiesel dari jarak pagar akan bisa bersaing dan bisa digunakan di daerah-daerah tersebut.Harga BBM di daerah-daerah terpencil bisa sangat mahal atau bisa mencapai hampir 2 kali lipat dari harga yang seharusnya. Perkebunan jarak pagar sebagai kebun energi untuk produksi biodiesel bisa dibuat di daerah-daerah terpencil tersebut, yang juga pada umumnya tanah juga tersedia cukup luas.

Fast pyrolysis adalah salah satu teknologi untuk produksi bahan bakar cair. Biomasa padat seperti kayu-kayuan dan limbah-limbah pertanian lainnya bisa digunakan untuk produksi bahan bakar cair dengan fast pyrolysis tersebut. Minyak yang dihasilkan dari proses fast pyrolysis (biooil) selanjutnya bisa diproses lebih lanjut dengan destilasi untuk mendapatkan spesifikasi bahan bakar cair yang dikehendaki. Daerah-daerah terpencil pada umumnya masih cukup banyak sumber biomasa yang bisa digunakan untuk bahan baku fast pyrolysis tersebut. Dan bahkan juga dimungkinkan untuk membuat kebun energi dengan produk biomasanya untuk bahan baku fast pyrolysis tersebut.

Gasifikasi juga bisa digunakan untuk produksi bahan bakar untuk sarana transportasi, hanya produk produk bahan bakar gasifikasi berupa gas. Walaupun gas tersebut juga bisa dicairkan tetapi tidak praktis karena rute proses produksi yang lebih panjang dan rumit. Gas produk gasifikasi selanjutnya dibersihkan dan ditampung dalam tangki-tangki dan bisa digunakan untuk bahan bakar alat-alat transportasi tersebut. Kedua proses diatas, yakni fast pyrolysis dan gasifikasi adalah rute thermal pengolahan biomasa, yang proses produksinya berkisar 400-900 C. Cara lain untuk menghasilkan bahan bakar cair adalah dengan microalgae.Organisme bersel satu tersebut memang potensial untuk produksi bahan bakar cair apalagi dengan kondisi Indonesia yang tropis dan kaya dengan daerah perairan. Sebagaimana tumbuhan pada umumnya microalgae juga membutuhkan sinar matahari untuk proses photosintesisnya, demikian juga microalgae, dengan demikian daerah tropis juga merupakan daerah ideal untuk produksi microalgae. Dari microalgae tersebut lalu diekstraksi minyaknya dan selanjutnya minyak yang dihasilkan tersebut diolah lebih lanjut untuk menjadi bahan bakar cair yang dibutuhkan.

Sektor perikanan dan perkebunan pada umumnya yang paling terdampak dengan penomena mahalnya bahan bakar atau sumber energi tersebut. Pada daerah yang BBM bisa didapat dengan mudah, maka daerah-daerah tersebut akan mudah mencari ikan di laut apalagi laut di daerah tersebut tidak bergelombang besar seperti di laut (utara) jawa.Daerah tersebut menjadi daerah yang banyak dieksploitasi kekayaan lautnya (overfishing), sedangkan di daerah pulau-pulau terpencil yang terjadi sebaliknya. Sedangkan untuk sektor perkebunan, dengan biaya transportasi mahal mengakibatkan produknya menjadi kurang kompetitif. Pada perkebunan sawit misalnya, tandan buah segar diangkut dengan truk ke pabrik sawit dan produk CPO pada umumnya dibawa dengan truk untuk dimuat ke dalam kapal.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...