Rabu, 18 Desember 2019

Eco-Tourism Dengan Perkebunan Sawit Bagian 2

Walaupun kebun sawitnya terluas di dunia yakni mencapai 12 juta hektar dan setiap hari mengkonsumsi produk olahan sawit yakni minyak goreng, ternyata masih banyak yang belum tahu bahwa minyak goreng sawit yang digunakan awalnya berasal dari sabut sawit dan bukan dari daging buah atau kernel sawit. Mayoritas masih beranggapan bahwa minyak dari sawit juga sama seperti minyak dari kelapa yakni dari daging buahnya. Walaupun memang dari daging buah sawit juga bisa dihasilkan minyak yakni minyak kernel sawit atau PKO (palm kernel oil) tetapi jumlahnya kecil yakni hanya sekitar 10% dari CPO dan penggunaan utamnya juga bukan untuk minyak goreng tetapi untuk kosmetik, sabun, oleokimia dan sumber lemak nabati. Salah satu yang menarik dari minyak kernel sawit adalah kandungan asam lauratnya yang tinggi, dan ini hampir sama dengan minyak kelapa. Selain di kedua bahan di atas asam laurat juga terdapat di air susu ibu (ASI).  Dan asam laurat ini memiliki banyak sekali manfaat bagi kesehatan, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Saat ini minyak inti sawit juga lebih banyak digunakan dibandingkan dari minyak kelapa sebagai sumber asam laurat.

Sedangkan apa yang disebut dengan minyak sawit adalah identik minyak yang berasal dari sabutnya (mesocarp fiber)  yang juga biasa disebut CPO (crude palm oil). CPO ini adalah minyak yang paling dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit atau tandan buah segar (TBS)nya. Apabila kita mendengar pabrik sawit maka hal tersebut juga identik dengan pabrik CPO, walaupun pabrik PKO juga merupakan pabrik sawit, dengan alasan seperti diatas. Pabrik CPO juga jauh lebih banyak daripada pabrik PKO, hal tersebut karena tidak semua pabrik CPO memiliki pabrik PKO. Sehingga kernel yang dihasilkan dari pabrik CPO dikirim ke pabrik PKO untuk diolah menjadi minyak. Saat ini hampir 1000 pabrik sawit atau pabrik CPO berada di Indonesia, jumlah yang sangat banyak dan seharusnya familiar dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Tetapi ternyata masih banyak masyarakat bahkan para pelajar yang tidak mengetahui potensi Indonesia tersebut.
Bisnis kelapa sawit di Indonesia juga memberi kontribusi cukup besar bagi negara yakni sekitar 3% GDP sehingga juga mendapat banyak dukungan dari pemerintah. Selain itu pengembangan produk sawit juga sangat terbuka dan Indonesia masih kurang berkembang, yakni dengan indikasi bahwa produk yang dieksport masih berupa CPO atau minyak sawit mentahnya, sedangkan seharusnya export berupa produk hilir siap konsumsi atau minimal produk antara (intermediate product) sehingga memberi nilai tambah yang besar bagi Indonesia. Apabila kondisi tersebut bisa dipahami sehingga berbagai strategi pengembangan dilakukan baik dari sektor hulu yakni perkebunannya hingga sektor hilir yakni industri pengolahannya maka kontribusi bisnis ini bagi negara semakin besar. Sebagai contoh bisnis kelapa sawit di Malaysia telah berkontribusi hingga sekitar 7% GDP Malaysia.
Apabila masyarakat Indonesia memahami masalah di atas maka akan lebh mudah untuk mendapatkan solusinya. InsyaAllah. Para pelajar sebaiknya dikenalkan dengan bisnis kelapa sawit di Indonesia baik dari hulu ke hilirnya sehingga pada saatnya bisa diharapkan untuk memetakan masalah sekaligus memberi solusinya. Industri kelapa sawit yang cukup strategis di Indonesia memang seharusnya dikenalkan dengan baik kepada generasi penerus sehingga peran mereka ke depan di industri ini bisa dilanjutkan dan ditambah. Wisata edukasi berbasis lingkungan ke perkebunan dan pabrik sawit sebagai media awal untuk mengenalkan potensi tersebut kepada mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...