Sabtu, 08 Oktober 2016

Solusi Praktis Menghasilkan Listrik Kapasitas Kecil Dengan Limbah Biomasa

Limbah biomasa adalah potensi besar untuk menghasilkan listrik. Limbah biomasa yang hanya dibuang atau bahkan dibakar percuma seharusnya bisa dimanfaatkan dengan lebih baik. Daerah-daerah kaya sumber biomasa terutama di luar Jawa yang setiap musim kemarau hanya dibakar untuk membuka lahan pertanian baru, sehingga menimbulkan dampak lingkungan berupa asap yang menyakitkan bahkan mematikan hendaknya bisa diminimalisir bahkan dihindari. Ribuan bahkan jutaan ton limbah biomasa tersebut hanya hilang percuma dan menimbulkan kerugian yang nyata. Sedangkan banjir, tanah longsor dan erosi juga sering terjadi pada musim penghujannya. Saatnyalah kini memandang limbah biomasa tersebut sebagai bahan baku potensial yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Pada skala menengah dan besar limbah biomasa tersebut bisa sebagai sumber panas, listrik ataupun dipadatkan untuk menjadi pellet atau briket. Sejumlah teknologi untuk konversi tersebut saat ini sudah banyak tersedia. Dalam kesempatan ke depan Insya Allah akan diuraikan berbagai teknologi pemanfaatan biomasa untuk sektor energi pada skala menengah dan besar tersebut. Keberlanjutan (sustainability) pengelolaan lingkungan adalah prioritas utama sehingga lingkungan tersebut member manfaat pada kehidupan manusia bukan sebaliknya. Lantas bagaimana dalam skala atau kapasitas kecil pun bisa berperan memberi solusi pada masalah besar tersebut?
Pada skala kecil limbah biomasa seperti kayu-kayuan, ranting dan dedaunan bisa digunakan untuk bahan bakar terutama untuk memasak makanan kebutuhan sehari-hari. Ketika limbah biomasa tersebut sedikit mendapat sentuhan teknologi, seperti pemilahan, pengeringan dan penyeragaman ukuran, maka pemanfaatannya bisa menjadi lebih mudah dan efisien. Ukuran seragam dan tingkat kekeringan tertentu dari limbah biomasa tersebut sudah cukup menjadikannya menjadi bahan bakar yang bisa diandalkan apalagi apabila jumlah atau pasokannya melimpah. Alhamdulillah, saat ini sudah ada teknologi untuk mengubah panas menjadi listrik dengan sangat mudah, yakni thermoelectric generator. Saat memasak ataupun membakarnya untuk berbagai keperluan, maka panas tersebut tidak semua hilang dilingkungan. Pada umumnya lebih dari 50% panas sewaktu pembakaran (heat loss)  hanya hilang percuma, dan ini seharusnya bisa diambil untuk diubah menjadi listrik.
  






Dengan mengubahnya menjadi listrik maka penggunaannya menjadi tidak terbatas, yakni dari sekedar untuk charge gadget, penerangan atau berbagai keperluan lain.  Sambil memasak dan sambil produksi listrik, aktivitas yang sangat mungkin dilakukan. Jika listrik tidak disegera digunakan maka bisa disimpan dalam baterai-baterai. Tingkat kelistrikan yang rendah terutama di luar Jawa bali dan seringnya terjadi mati listrik, melimpahnya potensi limbah biomasa dan ancaman kebakaran hutan di musim kemarau, dan dengan memanfaatkannya maka solusi bisa didapat. Sebagai contoh listrik yang telah disimpan dalam baterai-baterai tersebut selanjutnya dimanfaatkan untuk penerangan pada tempat-tempat yang belum dijangkau listrik tentu ini sangat bermanfaat.



Sedangkan para petani bisa memanfaatkan limbah biomasa tersebut untuk membuat arang pertanian (biochar) dengan alat sederhana seperti drum-drum bekas. Limbah-limbah biomasa terutama yang berupa daun-daunan dapat digunakan untuk hal ini. Terbukti bahwa arang pertanian ini membantu menyuburkan tanah dengan cara terutama menjadi rumah mikroba dan menahan pupuk supaya tidak larut dan hanyut dengan pori-porinya. Pada saat pengoposan atau pembuatan pupuk organik arang pertanian (biochar) bisa ditambahkan terutama untuk mengurangi bau yang timbul sewaktu proses pengomposan dan mengurangi hilangnya senyawa amoniak (NH3)ke atmosfer. Sewaktu proses pembuatan arang pertanian (biochar) tersebut panas yang timbul juga bisa diubah menjadi listrik dengan thermoelectric generator. Generator ini kabarnya bahkan juga telah mampu dibuat di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...