Senin, 30 Juni 2014

Sektor-sektor Penggunaan Pellet Fuel


Sebagai sumber energi atau bahan bakar wood pellet  atau pellet bahan bakar bisa dimanfaatkan pada skala kecil seperti rumah tangga hingga skala besar se-level pembangkit listrik besar. Kuantitas  dan kualitas pellet tersebut menjadi parameter pada penggunaannya terkait dengan alat yang digunakan. Pada dasarnya dari skala kecil (mikro) hingga besar (makro) pada penggunaan pellet fuel  terutama berkaitan pada faktor efisiensi, kemudahan operasional dan emisi gas buang yang ditimbulkan (walaupun wood pellet termasuk bahan bakar terbarukan yang masuk kategori carbonneutral) sedangkan pada penggunaan skala besar faktor kualitas pellet mendapat perhatian serius.  Teknologi yang digunakan untuk memanfaatkan wood pellet ini hampir semua menggunakan teknologi pembakaran (direct combustion) untuk mendapat output berupa panas atau listrik. 
 Pada skala kecil  penggunaan pellet fuel untuk terutama di negara  empat musim untuk penghangat ruangan, bahkan untuk sektor tersebut membutuhkan spesifikasi khusus wood pellet dengan kualitas premium dengan alat kompor pellet atau pellet stove. Kompor pellet belum familiar di Indonesia karena wood pelletnya juga masih sangat sulit didapat. Alat lainnya yang digunakan pada skala kecil ini adalah boiler dan burner. Boiler tersebut akan menghasilkan steam untuk sumber uap dan air panas. Sedangkan burner bisa digunakan untuk berbagai sumber panas. 



Pada skala medium-besar, penggunaan terutama untuk industri-industri  dan pembangkit-pembangkit listrik. Alat grate combustor dan stoker yang umum digunakan di industri. Teknologi pulverized system dan fluidized bed umum digunakan pada pembangkit listrik. Prosentase wood pellet saat ini rata-rata masih kurang dari 5% pada penggunaan cofiring di powerplant batubara. Wood pellet untuk pulverized sedangkan biomass pellet untuk fluidized bed. Karakteristik antara kedua jenis tersebutlah yang membedakan. 


Minggu, 15 Juni 2014

Aspek Lingkungan Pabrik Wood Pellet



Ketika proses produksi wood pellet tidak memperhatikan aspek lingkungan maka akan terjadi dampak negatif bagi lingkungan. Seperti lazimnya pabrik yang selalu mempunyai dampak dalam operasionalnya begitu juga pabrik wood pellet. Dampak lingkungan itu terutama polusi suara dan polusi udara. Mesin atau motor penggerak berbagai unit produksi pada produksi wood pellet menjadi penyebab utama terjadinya polusi suara tersebut. Getaran atau vibrasi yang besar akibat operasional berbagai peralatan pabrik wood pellet juga berdampak bagi kerusakan bangunan disekitar lokasi pabrik wood pellet tersebut. Untuk meminimalisasi hingga mengatasinya maka penggunaan peredam suara atau pemilihan motor penggerak yang tidak menimbulkan suara yang menganggu maupun pemasangan peredam getaran  menjadi penting. 


Sedangkan pada permasalahan polusi udara, hal ini terutama disebabkan oleh gas buang dari tungku pembakaran untuk pemanas pengering, debu dan VOC (Volatile Organic Compund) dari pengering, debu dari pelletiser dan cooler. Sejumlah peralatan telah dikembangkan untuk mengatasi hal tersebut, seperti dinyatakan pada tabel-tabel dibawah ini:


 Eliminasi suara dan pencemaran udara perlu dilakukan hingga pada batas yang bisa diterima. Pertimbangan berupa kemudahan operasional, perawatan  dan biaya adalah beberapa hal penting sehingga perangkat tersebut bisa diaplikasikan dan mencapai tingkat yang aman bagi lingkungan. Pemilihan lokasi pabrik yang cukup jauh dari pemukiman juga menjadi alternatif untuk mengurangi biaya penggunaan perangkat untuk eliminasi polusi-polusi tersebut.

Pellet Ilalang Potensi yang Belum Tergarap



Meskipun ilalang tergolong jenis rumput-rumputan dan masuk grade 3 dalam kelompok bahan bakar biomasa dikarenakan oleh sifat-sifatnya. Tetapi jika jumlahnya banyak dan belum dimanfaatkan maka menjadi potensi besar untuk diproses menjadi pellet bahan bakar. Ribuan hektar ilalang seperti di Kalimantan bisa diproses lebih lanjut untuk produksi pellet ini.


 Kandungan silica yang tinggi membuat abrasive sehingga tidak ramah untuk logam dengan kompresi tinggi pada pemadatannya membuat dibutuhkan material logam khusus yang lebih tahan yakni untuk ring die dan rollernya. Selain itu juga dibutuhkan die yang lebih tebal untuk memproses material jenis rumput-rumputan untuk meningkatkan kompresi (gaya friksi), kontribusi untuk membebaskan lignin lebih banyak dan pada akhirnya meningkatkan kualitas produknya.Rendahnya kandungan lignin dari jenis biomasa ini juga membuat perlu modifikasi proses di pelletisenya. Ketebalan die, pressing time, pressing temperature dan pressure, akan membantu meningkatkan kualitas pellet rumput-rumputan ini tanpa perlu tambahan perekat. Mencampur dengan bahan lain (mix material) yang memiliki kandungan lignin lebih besar seperti serbuk gergaji  (sawdust) juga akan meningkatkan kualitas pellet ilalang tersebut. Tabel dibawah ini prosesntase sejumlah senyawa kimia pada biomasa.



 Proses produksi pellet dari rumput-rumputan ini umumnya juga akan menghasilkan debu lebih banyak karena prosentase ligninnya yang kecil sehingga perlu ekstra pada dust elimination system-nya. Kondisi operasi proses di pelletiser juga berpengaruh terhadap prosentase debu yang dihasilkan tersebut. 


Sedangkan kelebihan dari material ini adalah karena rumput-rumputan hanya memiliki kandungan air yang rendah sehingga tahap pengeringan bisa diminimalisir. Secara umum juga energi yang dibutuhkan untuk produksi pellet dari jenis rumput-rumputan lebih rendah dibandingkan dari material sawdust , woodchip maupun batang kayu. 


Peluang pasar pellet rumput-rumputan ini juga terbuka luas. Kebutuhan energi yang besar untuk berbagai industri adalah peluang pasar yang menarik. Persyaratan kualitas bahan bakar yang tidak begitu tinggi pada sejumlah industri juga membuat pellet dari jenis rumput-rumputan inipun bisa diterima, misalnya untuk industri keramik, batubata dan sebagainya. 


Rabu, 04 Juni 2014

Mengapa Memilih Kebun Energi SRC Daripada Kebun Sawit ?



Sejumlah perkebunan sawit rakyat yang menghasilkan tandan buah segar (TBS) ternyata tidak mampu ditampung oleh pabrik kelapa sawit (PKS), artinya rasio jumlah pabrik tidak sebanding dengan banyaknya kebun sawit. Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia dengan luas kebun sawit mencapai 10 juta hektar pada tahun 2013. Produktivitas tanaman sawit mencapai 27 ton/ha/tahun dengan yield minyak sawit sekitar 3,7 ton/ha/tahun, dengan mulai panen setelah berumur 4 tahun dan masa produktif sekitar 25 tahun. Dengan harga TBS rata-rata Rp 1800/kg untuk setiap hektarnya akan dihasilkan sekitar Rp 48 juta/tahun, sebuah pendapatan yang menjanjikan dari usaha perkebunan tentunya. Tetapi dengan tidak terolahnya buah sawit tersebut akibat tidak adanya pabrik tentu hal tersebut tidak akan memberikan keuntungan yang diinginkan. 


 


Kebun energi dengan tanaman trubusan atau SRC adalah alternatif bagi yang ingin mengembangkan usaha perkebunan dengan investasi yang tidak begitu besar. Tanaman trubusan seperti kaliandra dan gliricidae sangat mudah tumbuh, mudah perawatan, cepat panen, terus produktif selama sekitar 25 tahun  dan menyuburkan tanah. Peningkatan nilai tambah bisa dilakukan dengan tumpang sari misalnya dengan palawija. Lahan tidur maupun lahan marginal bisa diupayakan untuk kebun energi tanaman ini. Dengan produktivitas kayu rata-rata 20 ton/ha/tahun, dengan harga katakan Rp 400/kg maka akan didapat Rp 8 juta/tahun untuk setiap hektarnya,   memang secara keekonomian jauh dibawah sawit, tetapi dengan usia 1 tahun sudah bisa panen, biaya bibit dan perawatan yang juga sangat murah, maka hal tersebut bisa menjadi pertimbangan.





 Harga pabrik kelapa sawit modern dengan harga rata-rata Rp 4 M untuk tiap ton  TBS/jamnya. Dengan kapasitas pabrik sawit mengolah 45 ton TBS/jam maka dibutuhkan investasi Rp 180 M, jumlah investasi yang besar. Sedangkan untuk harga pabrik pellet kayu (woodpellet) kapasitas 3 ton/jam berkisar Rp 5 M sehingga menjadi lebih terjangkau. Analisa ekonomi pabrik kelapa sawit  dan pabrik wood pellet hampir sama, dengan rata-rata RoI (Return on Investment) 3,5 tahun.

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...