Rabu, 27 September 2017

Masalah Abu Hingga Modifikasi Pembangkit Listrik Dalam Rangka Subtitusi Batubara ke Wood Pellet pada Pulverized System

Abu berbagai biomasa pada pembakaran menimbulkan sejumlah masalah tersendiri pada pulverized system. Hal itu karena pulverized system tersebut dibuat atau dirancang untuk membakar batubara. Bukankah pada batubara juga menghasilkan abu setelah pembakaran bahkan jumlahnya lebih banyak? Ya benar, tetapi kandungan kimia abu batubara berbeda dengan biomasa. Perbedaannya adalah abu batubara banyak mengandung logam berat seperti arsenic, cadmium, mercury, selenium, timbal, dan nickel yang memiliki titik leleh (melting point) yang tinggi sehngga tidak menimbulkan masalah pada pulverized tersebut, sedangkan abu biomasa terutama mengandung logam alkali seperti kalium/potasium dan alkali tanah yakni kalsium, yang memiliki titik leleh rendah sehingga menimbulkan masalah pada pulverized tersebut. Kadar atau kandungan abu batubara pada umumnya juga terpaut jauh dengan kandungan abu biomasa.

Ash Slagging : Deposit lelehan abu dinding air pada boiler atau secara umum pada radiant exposed surface di tungku pembakaran pada suhu diatas 1.000 C

High-temperature fouling (around 1000°C) sedangkan low-temperature fouling (300-600°C) biasanya terjadi pada pipa-pipa boiler
Masalah apa yang ditimbulkan oleh kimia abu biomasa tersebut? Ada beberapa masalah yang ditimbulkan oleh kimia abu tersebut pada pulverized system, yakni slagging dan fouling. Bagaimana menghindarinya? Ada beberapa cara menghindarinya, yakni pertama, menentukan prosentase yang tepat bahan bakar biomasa dalam pulverized system tersebut atau co-firing. Pada prosentase yang sesuai bahan bakar biomasa bisa digunakan bersamaan (co-firing) dengan batubara. Jenis bahan bakar biomasa juga menentukan prosentase-nya, misalnya wood pellet akan memiliki porsi lebih besar daripada agro-waste pellet. Kedua, yakni dengan melakukan modifikasi pada pembangkit listrik batubara tersebut sehingga bahkan bisa 100% dengan bahan bakar biomasa seperti wood pellet.
Pembakaran bahan bakar biomasa selain ramah lingkungan atau carbon neutral, emisi CO2 lebih sedikit, emisi SO2 juga sangat kecil, sangat sedikit bahkan tidak terjadi fly ash, dan abunya kaya kalium, dan phospur sehingga menjadi pupuk yang baik bagi tanaman. Sedangkan abu batubara sebaliknya dan bahkan dikategorikan limbah B3 karena kandungan sejumlah logam berat tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut wajar jika penggunaan bahan bakar biomasa terus ditingkatkan bahkan telah menjadi kebijakan pemerintah di sejumlah negara.
Entry point untuk penggunaan bahan bakar biomasa secara massif adalah dengan co-firing batubara. Modifikasi pembangkit listrik batubara tersebut telah menjadi peluang tersendiri, sehingga sejumlah perusahaan muncul untuk menangkap peluang tersebut seperti Ramboll dan Doosan Babcock. Sedangkan di Indonesia sepertinya masih cukup lama untuk menjadikan bahan bakar biomasa memiliki porsi yang besar sebagai sumber energi, khususnya pada pembangkit-pembangkit listriknya, karena belum ada kebijakan yang mendukungnya.

Di Biomasa-pun, Sejarah Kembali Terulang Bagian 2

Pasca revolusi industri manusia berlomba-lomba mengeksploitasi tambang batubara dan migas untuk bahan bakar berbagai mesin-mesin produksi dan pabrik-pabrik. Dengan "dugaan" ilmiahnya manusia beranggapan dan berargumentasi bahwa hanya dengan bahan bakar tersebut mesin-mesin produksi dalam berbagai industri bisa berjalan dan manusia bisa merasakan kesejahteraaan dengan berbagai sarana dan fasilitas hidupnya. Konsumsi bahan bakar tersebut digenjot, sehingga cadangannya semakin menipis. Disamping itu,  saat ini dalam rentang yang tidak terlalu lama, ternyata dampak dari "dugaan" ilmiah manusia tersebut sudah terasa, berbagai masalah lingkungan yang ditimbulkan ternyata tidak kalah hebatnya, yang bahkan bisa mengancam kehidupan manusia itu sendiri. 
Gambar diambil dari sini
Karena alasan itulah manusia sampailah pada kesimpulan bahwa konsumsi bahan bakar fossil harus dibatasi dan bahkan dihentikan, karena tidak ramah lingkungan dan tidak berkesinambungan (sustainable). Fenomena tersebut mirip dengan penggunaan pupuk kimia untuk pertanian. Pupuk kimia mulai marak digunakan di seluruh dunia pasca perang dunia II, karena juga menggunakan bahan-bahan sisa perang tersebut. Tidak sampai  70  tahun,  kini  pupuk-pupuk  kimia  banyak  sekali  ditentang karena  berbagai  alasan  seperti  dampak  terhadap  kesehatan
maupun dampak terhadap lingkungan.

Hal lain yang mirip lagi adalah rekayasa genetika yang menghasilkan tanaman  yang  dimodifikasi  secara  genetis (Genetically Modified  Crops). Pada kemunculan  pertamanya  tahun  1994  dipandang  sebagai  solusi pangan bagi dunia  – kini  belum juga berusia dua  dasawarsa sudah ditentang di mana-mana, karena muncul "dugaan" baru bahwa bisa jadi GM  Crops  ini  membawa  potensi  resiko  yang  sangat  besar  bagi kesehatan manusia dalam jangka panjang.

Berbagai upaya dilakukan untuk melepaskan dari jerat bahan bakar fossil tersebut, yang tentu juga tidak mudah dan menghadapi berbagai masalah, sehingga perlu dibuat tahapan yang sistematis dan realistis. Tidak kurang 23 konferensi iklim telah dilakukan dan diikuti oleh hampir semua negara di dunia. Prakteknya berbagai negara memiliki strategi yang berbeda-beda menyesuaikan dengan kondisi setempat. Energi terbarukan atau clean energy juga telah menjadi target PBB untuk direalisasikan bersama 17 target lainnya dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

Padahal Allah SWT telah berfirman dalam Al Qur'an sekitar 14 abad silam, tentang penggunaan bahan bakar dari pepohonan sebagai sumber energi.QS Yaasiin : 80, QS Al Waqi'ah : 71-72, dan QS An Nuur : 35 dan untuk penjelasan lebih rinci bisa dibaca disini. Hanya dengan kembali kepada petunjuk-Nya dan meyakini Al Qur'an sebagai jawaban atas segala persoalan (QS 16 :89) maka dipastikan manusia akan selamat dan bahagia dunia akhiratnya. Pepohonan akan menjadi sumber energi masa depan. Kebun atau hutan energi menjadi salah satu skenario untuk penyediaan bahan bakar biomasa tersebut, terutama untuk produksi wood pellet. Konsumsi bahan bakar dari pepohonan tetapi mengabaikan aspek lingkungan itu sendiri juga akan mengakibatkan malapetaka lingkungan. Jangan sampai karena keserakahan manusia dengan eksploitasi berlebihan melampaui daya dukung lingkungan itu sendiri maka kerusakan alam malah semakin parah. Selain memberikan petunjuk penggunaan pepohonan sebagai sumber energi, Allah SWT juga memerintahkan kita sebagai pemakmur bumi-Nya (QS 11:61). Betapa lengkap dan indahnya petunjuk dari Allah SWT tersebut.

Minggu, 24 September 2017

Mencari Harta Terbaik Dari Implementasi Kebun Energi Bagian 2

Penggembalaan ternak ternyata terbukti aktivitas dan pekerjaan penting yang akan terus ada sampai hari kiamat. Sebagian besar manusia menganggapnya sebagai pekerjaan rendahan dan kuno sehingga banyak ditinggalkan. Padahal tentu saja pada era saat ini perangkat teknologi bisa digunakan untuk memudahkan penggembalaan tersebut,satu diantaranya yakni dengan IoT (Internet of Things)   yang juga banyak diterapkan disejumlah bidang kehidupan. Dengan penggembalaan ternak ternyata salah satu hal penting bagi manusia yakni siklus pangannya bisa berjalan dan terus berlanjut. Kesuburan tanah akan terjaga, lalu berbagai rerumputan bisa terus tumbuh dan juga berbagai pepohonan lainnya. Adalah Allan Savory, seorang biologist dari Zimbabwe yang merumuskan konsep fenomenal tentang penyelamatan kehidupan di bumi melalui Holistic Planned Grazing, yakni konsep sederhana menghidupkan penggembalaan yang terencana. Konsepnya tersebut bahkan telah diterapkan diberbagai belahan dunia, mulai dari Afrika, Australia, Amerika Latin bahkan Amerika Utara dengan total area lebih dari 16 juta hektar (sekitar 40 juta acres). Bagaimana sistem penggembalaan tersebut sehingga bisa melestarikan kehidupan di bumi, simak video dari Allan Savory tersebut di link ini. Prinsipnya adalah merencanakan perputaran hewan gembalaan secara periodik sehingga terjadi pemerataan penyebaran kotoran ternak ke areal yang luas dan rumput-rumput di daerah gembalaan tersebut belum sempat habis sudah ditinggalkan oleh gerombolan ternak gembalaan, untuk kemudian setiap area didatangi lagi ketika rumput-rumput sudah pulih kembali.
MasyaAllah. Hal tersebut membuktikan dan meyakinkan kita bahwa apa yang dilakukan  seluruh Nabi dan Utusan Allah, layak kita tiru sampai akhir zaman. Tetapi ada perbedaan hewan ternak yang digunakan Allan Savory dengan Nabi-Nabi Allah, Allan Savory menggunakan sapi sedangkan seluruh Nabi menggembala domba atau kambing. Mengapa seluruh Nabi tersebut menggembalakan domba dan bukan sapi? Allah SWT yang mengutus para Nabi tersebut tentu memiliki maksud dengan hal itu dan tentu mengandung banyak hikmah didalamnya. Beberapa hikmah tersebut diantaranya pertama, secara matematis perkembangbiakkan  domba jauh lebih cepat daripada sapi . Satu ekor domba atau kambing betina bisa melahirkan enam ekor anak dalam enam anak domba dalam dua tahun, sedangkan sapi hanya melahirkan satu atau maksimal dua ekor dalam waktu yang sama. Kedua, domba atau kambing dengan ukuran lebih kecil juga lebih mobile dalam menyebarkan kotoran sehingga efek pemupukan terhadap tanah juga lebih merata. Ketiga, kualitas kotoran domba sebagai pupuk juga lebih baik daripada kotoran sapi terutama pada kandungan makro yakni nitrogen (N), phospur (P), dan kalium (K). Karena buah karya manusia biasa, pendekatan Savory ini tentu masih banyak mengandung kelemahan, tetapi itupun sudah bisa melestarikan areal puluhan juta hektar di seluruh dunia tersebut diatas. Bagaimana jika contoh para Nabi dengan penggembalaan domba tersebut diterapkan di seluruh dunia? Tentu hasilnya jauh akan lebih baik dalam semua aspeknya. 

Rotasi pemanenan pada kebun energi juga bisa disesuaikan dengan rotasi gerombolan domba pada area rerumputan tersebut. Lokasi pepohonan pada kebun energi yang sudah siap panen dengan rerumputan dibawahnya bisa digunakan untuk penggembalaan domba tersebut. Pohon yang sudah tinggi sehingga daun-daunnya tidak terjangkau domba tersebut, sehingga tidak merusak pepohonan tersebut. Setelah kayunya dipanen dan daunnya dipisahkan, selanjutnya daunnya-daun tersebut juga menjadi pakan domba-domba tersebut. Rerumputan dan kebun-kebun tersebut akan menyenangkan bagi pemilik domba dan domba-domba tersebut.

Rendahnya produksi daging kita, rendahnya konsumsi daging perkapita dan tingginya import daging adalah masalah kita hari ini. Produksi daging Indonesia saat ini berkisar 2,5 juta ton dan itu untuk bisa tetap menjaga pemenuhan 10 kg/tahun per kapita bagi 250 juta penduduk. Konsumsi daging orang Indonesia termasuk rendah hanya sekitar  1/4   rata-rata konsumsi penduduk dunia, yang berkisar 40 kg/tahun per kapita. Padahan protein ini sangat penting bagai pertumbuhan sel dan kecerdasan. FAO beberapa waktu lalu merilis statistiknya bahwa Indonesia hanya mengkonsumsi daging 10 kg/tahun per kapita, sementara negara tetangga kita seperti Timor Leste 36,51 kg, Malaysia 48,93 kg, Brunei 63,87 kg dan Australia 111,72 kg.

Mengapa hal tersebut terjadi? Apakah tanah-tanah yang luas dan subur kita tidak cukup untuk mencapai kondisi menyamai rata-rata dunia? Setidaknya ada tiga penyebabnya yaitu kita meninggalkan sunnah para Nabi untuk menggembala, salah memilih hewan gembalaan dan salah mindset dalam lokasi penggembalaan. Domba atau kambing-lah seharusnya binatang gembalaan terbaik tersebut. Untuk kesalahan yang ketiga adalah mindset tentang lokasi penggembalaan. Dia-lah,  Yang  telah  menurunkan  air hujan  dari  langit  untuk  kamu,  sebagiannya  menjadi  minuman  dan sebagiannya  (menyuburkan)  tumbuh-tumbuhan,  yang  pada (tempat tumbuhnya) itu kamu menggembalakan ternakmu.” (QS 16 : 10). Kembali kita mendapat petunjuk dari Al Qur'an bahwa lokasi penggembalaan yang terbaik adalah bukan di padang rumput yang luas seperti di Australia dan New Zealand, tetapi diantara kerindangan tanaman lain yang membentuk kebun-kebun lebat seperti salah satunya kebun energi. Negeri manakah yang paling cocok untuk itu? Negeri tropis seperti Indonesia-lah yang cocok dan terbaik untuk penggembalaan tersebut. Selain itu Allah juga memerintahkan kita untuk memperhatikan makanan kita (QS  80  : 24-32), baik zatnya (kualitas dan kuantitas) juga cara mendapatkan hingga mengolahnya. Dengan memakan makanan yang halalan thayyiban maka doa-doa kita juga mudah dikabulkan Allah SWT. 

Senin, 18 September 2017

Ketika Keberkahan Menjadi Lebih Penting!

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat per­umpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 24:35)

Bagaimana jika ada ayat Al Qur'an yang menginformasikan tentang pohon yang diberkahi sehingga dengan menanamnya juga menjadi keberkahan tersendiri? Bagaimana jika pohon yang diberkahi tersebut juga telah dibuktikan atau teruji secara empiris memberi banyak manfaat bagi manusia salah satunya sisi ekonomi? Pohon tersebut adalah pohon zaitun (olive), yakni dalam Al Qur'an An-Nur :35. Dan pohon zaitun adalah satu dari sejumlah tanaman yang namanya disebut didalam Al Qur'an. Selain itu yang terpenting bagi orang beriman akan meyakini Al Qur'an sebagai firman Allah SWT yang pasti benar, Maha Benar Allah atas segala firman-Nya, sehingga adanya pembuktian atau uji empiris akan semakin menambah atau mempertebal keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Perkebunan Zaitun di Spanyol
Kitab Al Filaha, Kitab Pertanian Fenomenal Dari Kekhalifahan Umayyah  di Andalusia
yang  Menjadi Rujukan Eropa dan Dunia Selama Berabad-abad
Pohon zaitun ternyata ada dalam urutan ketiga, pepohonan yang paling banyak ditanam manusia, setelah kelapa sawit dan kelapa. Bahkan untuk kelapa sawit Indonesia menempati urutan pertama dalam luas kebun dan produksi minyaknya, sedangkan untuk kelapa Indonesia menempati peringkat kedua dari sisi produktivitas buahnya setelah Philipina. Lalu dimana kita bisa menemukan pohon zaitun? Spanyol adalah produsen terbesar minyak zaitun dengan luas kebun 2,3 juta hektar dengan produksi minyak 7 juta ton/tahun. Spanyol mulai menanam zaitun sejak kekhalifan Umayyah di Andalusia, dan menjadi pusat revolusi pertanian di abad pertengahan. Pohon tersebut juga bukan asli Spanyol tetapi berasal dari Syam, yakni perbatasan Suriah dengan Turki. Pertanian dan perkebunan Andalusia sangat maju pada revolusi pertanian abad pertengahan tersebut yang menjadi rujukan Eropa bahkan dunia saat itu. Pohon ini juga bisa berusia hingga ribuan tahun. Selain itu dari tinjauan ilmiah kualitas minyak zaitun juga lebih baik daripada minyak sawit. Rendemen minyak zaitun juga hampir sama dengan minyak sawit yakni sekitar 20%. 
Kandungan Monounsaturated pada Olive oil tertinggi diantara sejumlah minyak dan lemak.
Hal tersebut mengindikasikan oilve oil sangat baik untuk kesehatan

Pohon sawit juga bukan asli Indonesia. Pohon sawit berasal dari Afrika Barat dan  dibawa oleh penjajah Belanda. Awalnya hanya 4 bibit saja dan ditanam di kebun raya Bogor, bahkan saat ini dibuat monumen berupa tugu sawit disana. Saat ini luas perkebunan sawit di Indonesia sekitar 9 juta hektar dan terbesar di dunia. Memang umum dijumpai di dunia pertanian dan perkebunan bahwa tempat asal lokasi pohon atau tanaman tersebut tidak menjadi produsen terbesarnya, seperti contoh zaitun dan kelapa sawit.

Tugu Sawit di Kebun Raya Bogor
Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia
Apakah bisa pohon zaitun tersebut menggantikan perkebunan sawit ini? InsyaAllah bisa. Bahkan pembibitan zaitun bisa dilakukan dengan stek sehingga bisa dilakukan dengan cepat. Berbeda dengan kelapa sawit yang membutuhkan pabrik besar untuk mengekstrak minyaknya, maka pohon zaitun hanya membutuhkan sarana sederhana untuk mengekstrak minyaknya, sehingga bisa dilakukan siapa saja dan mulai kapasitas kecil, seperti skala rumah tangga. Hal tersebut seperti kelapa, yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia dan untuk mendapatkan minyaknya juga mudah dan sederhana. Penanaman zaitun juga nantinya sebaiknya seperti kelapa yang dikelola masyarakat dan ditanam diseluruh pelosok negeri Indonesia. 

Minyak zaitun sama seperti minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang bisa dijadikan minyak makan seperti minyak goreng, tetapi juga bisa dijadikan bahan bakar baik langsung, maupun diolah dulu menjadi biodiesel. Urusan pangan tentu lebih diprioritaskaskan daripada urusan energi, untuk mengkaji lebih lanjut masalah ini bisa dibaca disini. Berdasarkan kaidah tersebut juga bisa saja nanti minyak kelapa sawit diarahkan ke bahan bakar, sedangkan minyak zaitun dan minyak kelapa diarahkan untuk minyak pangan yang di konsumsi manusia.

Tetapi mengapa kita menganggap penting zaitun ini ? pertama tentu karena keberkahannya yang disebutkan di Al-Qur’an tersebut di atas. Kedua karena keberkahan  tersebut  juga  terbukti  secara  ilmiah.  Bila  minyak  sawit  banyak diperdebatkan  dampaknya  pada  kesehatan  misalnya,   minyak  zaitun sebaliknya begitu banyak diberitakan manfaatnya, yakni bisa untuk pangan, farmasi hingga bahan bakar.

Sementara bahan bakar cair diera bioeconomy bisa didapatkan dari paparan diatas, bahan bakar padat bisa didapatkan dari kayu-kayunya. Kayu-kayu tersebut bisa secara khusus diusahakan untuk memenuhi kebutuhan yang besar yakni dengan membuat kebun energi. Al Qur'an lagi-lagi memberi petunjuk yakni QS  36:33  ;  QS  6:99. Kebun-kebun energi tersebut dari pohon kelompok leguminoceae yang selain biji-bijinya bisa dimakan, ternyata juga cepat panen, sangat mudah tumbuh, memperbaiki ekosistem dan bahkan memperbaiki serta menghidupkan tanah mati, yakni tanah tandus dan gersang. Kayu-kayu tersebut selanjutnya bisa diolah menjadi wood pellet untuk kemudahan mendistribusikan, pemakaian dan penyimpanan. Jadi dengan membuat kebun energi tersebut akan didapat keberlangsungan pasokan kayu-kayu untuk sumber energi tersebut, bukan dengan menggunduli hutan. Bagaimana merancang produksi wood pellet dari kebun energi tersebut? Silahkan dibaca disini untuk lebih jelasnya. Ketika produksi wood pellet dari kebun energi telah banyak dilakukan diberbagai tempat, maka pembangkit-pembangkit listrik biomasa kecil bisa berjalan dengan pasokan wood pellet tersebut, bahkan pembangkit listrik tersebut hanya seukuran kulkas.


Daun-daun leguminoceae yang kaya protein, selanjutnya bisa digunakan untuk pakan domba atau kambing. Kotorannya bisa dikumpulkan untuk diolah menjadi biogas dan pupuk organik. Pohon-pohon tanaman leguminoceae akan menyuburkan tanahnya dengan kemampuan akarnya mengikat nitrogen (N), maka pupuk organik dari kotoran domba yang kaya phosphor (P) dan kalium (K), akan semakin menyuburkan tanahnya sehingga mempertinggi produktivitas kayu pada kebun energi tersebut.

Lalu apa keberkahan itu? Dalam Qur'an Surat Al Qadr (97) : 1, Al Qur'an diturunkan di malam yang diberkahi yakni malam Lailatu Qodar, yang beribadah pada malam itu pahalanya sama seperti seribu bulan atau 30 hari x 1000 bulan atau sangat banyak.  Sehingga keberkahan bisa diartikan sebagai kebaikan yang sangat banyak. Lalu bagaimana mendapatkan keberkahan tersebut? Allah berfirman dalam Qur'an surat Al A'raf : 96
“Jika  sekiranya  penduduk  negeri-negeri  beriman  dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS 7:96)
 Sehingga jawabannya supaya keberkahan terus ada dan tidak hilang adalah dengan beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Minggu, 17 September 2017

InsyaAllah Tidak Lama Lagi, Pembangkit Listrik Kita Hanya Seukuran Kulkas



 Sekitar pertengahan tahun 1980an, listrik baru masuk ke tempat tinggal saya di Bantul, Yogyakarta. Sedangkan di tempat nenek saya di Kulon Progo, Yogyakarta malah lebih lama lagi, yakni akhir 1980an atau awal 1990an. Sudah hampir 30 tahun listrik telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan kita. Berbagai aktivitas manusia menjadi lebih mudah dengan adanya listrik tersebut. Bahkan sejumlah aktivitas dan profesi sangat tergantung dengan penggunaan listrik tersebut, sebagai contoh di industri manufaktur modern. Beberapa dari kita mungkin ada yang bertanya secara umum seperti,  bagaimana listrik tersebut dihasilkan, dimana pembangkit listrik tersebut, mengapa belum semua daerah di Indonesia mendapat aliran listrik, dengan apa listrik bisa dibangkitkan, mengapa tarif atau biaya listrik terus naik setiap waktu, dan sebagainya. Lebih sedikit lagi mungkin ada yang menanyakan seperti apakah mungkin membangkitkan dan mencukupi kebutuhan sendiri listriknya, apakah ada kaitannya produksi listrik yang selama ini kita gunakan dengan peningkatan karbon (CO2) di atmosfer, dan bisakah menjadi bagian dari solusi terhadap penurunan CO2 di atmosfer dengan membangkitkan sendiri listrik tersebut. Tentu saja sederet pertanyaan diatas membutuhkan jawaban yang panjang lebar sehingga menjelaskan salah satu masalah penting tentang di sektor energi, khususnya listrik.

Sekitar 20 tahun lalu, apabila memiliki minat besar pada go green atau energi terbarukan, efisiensi energi dan lingkungan berkelanjutan (sustainable environment) maka itu adalah sesuatu hal aneh dan membuat peminatnya "terisolir". Tetapi setelah 20 tahun berlalu ternyata minat tersebut sekarang malah menjadi bagian cara berpikir dan hidup dalam keseharian, dan bukan mustahil tidak lama lagi akan menjadi mainstream. Indikasinya pasar untuk energi dan teknologi ramah lingkungan semakin berkembang. Listrik juga merupakan bentuk energi yang sangat fleksibel dalam penggunaannya sehingga bisa bisa menjadi dikonversi ke bentuk lain, seperti mekanik, panas, cahaya dan sebagainya.

Sebagai muslim ketika kita membaca dan mengimplementasikan Al Qur'an maka biomasa khususnya kayu-kayuan adalah jawaban sumber energi tersebut. Petunjuk Al Qur'an tersebut dalam QS Yaasiin : 80, QS Al Waqi'ah : 71-72, dan QS An Nuur : 35 dan untuk penjelasan lebih rinci bisa dibaca disini. Faktor lainnya yakni kesadaran masyarakat global untuk menurunkan suhu bumi dengan tidak menambah CO2 di atmosfer, sehingga biomasa sebagai solusi jitu. Wood pellet sebagai produk biomasa kayu-kayuan untuk sektor energi sangat populer dan menjadi perhatian dunia saat ini. Termasuk juga untuk pembangkit listrik, bahkan penggunaan untuk pembangkit listrik ini sangat mendapat perhatian serius. Dengan menjadi produk wood pellet tersebut maka sisi transportasi, pengemasan hingga penggunaannya menjadi lebih mudah. Harga wood pellet pun sangat bersaing dan menjadi produk energi paling murah ditinjau dari kandungan kalorinya atau nilai panasnya.

Biomasa kayu-kayuan berasal dari pepohonan atau tanaman yang bisa tumbuh hampir di semua tempat di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut seharusnya pembangkit listrik juga bisa disebarkan di seluruh lokasi yang berdekatan dengan sumber biomasa tersebut, bahkan pembangkit listrik kecil untuk rumah tangga juga bisa dibuat. Sebuah pembangkit listrik hanya seukuran kulkas seperti gambar dibawah ini telah digunakan di sejumlah negara di Eropa dengan bahan bakar wood pellet. Sedikit modifikasi bisa dilakukan di Indonesia, karena iklimnya tropis yang tidak pernah mengalami musim dingin hingga dibawah 0 C, sehingga selain untuk pembangkit listrik juga bisa untuk memasak, sedangkan di Eropa selain listrik juga menyediakan panas untuk pemanas ruangan atau biasa dengan sebutan CHP (Combine Heat and Power). Stirling engine banyak digunakan dalam CHP engine tersebut karena ukurannya kecil dan efektif hingga kapasitas 100 KW. Gasifikasi dan ORC (Organic Rankine Cycle) juga banyak digunakan untuk kapasitas menengah. Baik Stirling engine, maupun ORC mendapatkan panas dari pembakaran biomasa, sedangkan pada gasifikasi ada pembatasan udara/oksigen dimasukkan dan bertujuan untuk memaksimalkan produk gasnya. Selain pembakaran (combustion) dan gasifikasi, ada lagi route thermal biomasa yang juga banyak diaplikasikan yakni pirolisis. Bedanya pirolisis lebih banyak digunakan untuk produksi bahan bakar, baik bahan bakar padat berupa arang terutama dengan karbonisasi atau slow pyrolysis, maupun bahan bakar cair atau biooil terutama dengan fast pyrolysis. Ada lagi satu varian proses pirolisis yang terutama untuk menghasilkan bahan bakar biomasa yang memiliki karakter hidropobik seperti batubara, yakni torefaksi (torrefaction) atau mild pyrolysis. Bahkan juga sebelumnya pembangkit listrik dengan kapasitas yang lebih kecil hanya bisa untuk elektronik daya kecil seperti gadget telah dibuat dan dipasang pada kompor-kompor masak.


Lalu bagaimana untuk bisa terus memproduksi wood pellet secara berkesinambungan atau berkelanjutan (sustainable)? Jawabnya yakni dengan kebun energi. Kebun energi juga sudah menjadi solusi di Eropa ketika krisis minyak tahun 1970an, karena Eropa tidak memiliki sumber energi fossil yang memadai sehingga energi biomasa menjadi pilihan utama. Termasuk teknologi pemadatan biomasa (biomass densification) seperti pembriketan dan pemelletan juga berkembang pesat sewaktu krisis tersebut. Dan hingga saat inipun sejumlah negara Eropa dengan ribuan hektar kebun energi untuk menyuplai bahan bakar pembangkit listriknya. Beberapa negara di Eropa yang memiliki kebun energi yang luas yakni Swedia, Inggris, Jerman dan Spanyol. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Konsep kebun energi terdengar masih asing di tellinga kita, walaupun potensinya juga luar biasa besar di Indonesia. Setelah sekian lama menjadi produsen minyak bumi sehingga menjadi anggota OPEC waktu itu, saat ini kondisinya berbeda yakni menjadi pengimport minyak bumi. Kondisi aktual terkini itu seharusnya mendorong energi biomasa khususnya dalam bentuk wood pellet dengan bahan baku dari kebun energi.

Jangan sampai kondisinya terlambat ketika krisis energi telah terjadi lalu secara panik mengambil apa saja yang bisa dijadikan energi dan berdampak buruk bagi lingkungan. Tetapi bukankah Indonesia masih memiliki sumber energi yang melimpah seperti gas dan batubara? Menurut estimasi gas baru habis dalam kurun waktu 30 tahun lagi dan batubara 80 tahun lagi. Ya tetapi bahan bakar diatas adalah carbon positif dan tidak sustainable. Padahal saat ini secara bertahap sedang diusahakan untuk dikurangi oleh banyak negara untuk menurunkan suhu bumi. Tentu akan lebih baik berpartisipasi sebagai bagian dari solusi untuk menurunkan suhu bumi dengan energi dari biomasa tersebut. Motivasi besar lainnya kita dapat dari hadist Nabi Muhammad SAW :

"Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah  ruah,  hingga  seorang  laki-laki  pergi  ke  mana-mana  sambil membawa  harta  zakatnya  tetapi  dia  tidak  mendapatkan  seorangpun  yang bersedia  menerima  zakatnya  itu.  Dan  sehingga  tanah Arab  menjadi  subur makmur  kembali  dengan  padang-padang  rumput  dan  sungai-sungai "  (HR.Muslim).

Bumi sekali lagi akan menjadi makmur sebelum kiamat. Secara umum kebun-kebun dan hutan-hutan seperti itu juga menjadi penyebab munculnya mata-mata air (QS 36 : 34) yang pada waktunya akan mengalir ke sungai-sungai  (QS 19 : 24-25) dan juga menjadi kesenanganmu dan binatang ternakmu (QS 79 : 31). Solusi kebun energi dan peternakan domba/Kambing juga ibarat sekali dayung, 2-3 pulau terlampaui, yakni energi dan pangan. Indonesia saat ini baru menggenjot salah satu unsur pangan, yakni karbohidrat terutama beras karena juga sebagai makanan pokok dan disektor itupun saat ini belum swasembada dengan import beras mencapai jutaan ton. Padahal selain karbohidrat komposisi makananan kita meliputi protein, lemak, vitamin dan mineral. Logikanya ketika di sektor yang pokok saja masih kedodoran, apalagi unsur-unsur penunjang yang lain. Peternakan domba/kambing sebagai penyedia unsur penunjang tetapi sangat penting peranannya yakni protein. Pada kesempatan lain insyaAllah bisa kita bahas keterkaitan energi dan pangan lewat kebun energi dan peternakan domba/kambing ini secara lebih rinci.

Kapan pembangkit listrik kita hanya seukuran kulkas? Tidak lama lagi, ketika bumi kembali hijau, kebun energi dan produksi wood pellet bertebaran dimana-mana. InsyaAllah

Selasa, 12 September 2017

Meningkatkan Efisiensi Pengering Pada Pabrik Wood Pellet Dan Wood Briquette

Rotary dryer atau drum dryer adalah jenis pengering yang umum digunakan pada industri biomasa yakni pabrik wood pellet dan wood briquette. Keunggulan rotary dryer karena konstruksi sederhana, mudah dalam operasionalnya dan kapasitas pengeringan cukup besar. Ada 2 point penting yang harus diperhatikan pada penggunaan pengering rotary dryer:  1. Pola aliran pemanasan, single pass atau triple pass drum; 2. Type alat untuk kontrol emisi, seperti sistem multiple cyclone atau jenis lainnya. Kedua hal tersebut selain akan berpengaruh efisiensi pengering juga terkait aspek lingkungan. Dalam prakteknya di Indonesia hampir semua rotary dryer menggunakan single pass dengan aliran searah (co-current) dengan material yang akan dikeringkan. Multi-cyclone dengan cyclone juga berfungsi sebagai penampung sementara (temporary storage) juga banyak ditemui.

Sisi efisiensi lainnya yang bisa ditingkatkan yakni pada media pemanasnya. Hal ini karena konsumsi bahan bakar untuk pengeringan ini menghabiskan biaya yang cukup besar. Saat ini proses pengeringan pada rotary atau drum dryer yang beroperasi dengan kontrak langsung (direct-contact) antara panas gas buang (flue gas) dengan material yang dikeringkan seperti serbuk gergaji. Flue gas tersebut biasanya berasal dari pembakaran limbah-limbah kayu juga. Apabila lokasi pabrik tersebut banyak limbah-limbah biomasa yang bersifat curah (bulk material) seperti sekam padi, kulit kacang, cangkang sawit, cangkang mete dan sebagainya, maka efisiensi dengan teknologi gasifikasi bisa dilakukan.  Caranya yakni mengganti tungku pembakaran penghasil flue gas tersebut dengan gasifier atau sejak awal telah merancang rotary dryer dengan gasifier sebagai penghasil panasnya. Kenaikan efisiensi sebesar 20% bisa dicapai dengan menggunakan gasifier tersebut.

Heat gasifier tipe downdraft dan bekerja secara kontinyu akan cocok digunakan untuk sumber panas tersebut. Hal ini karena heat gasifier tidak membutuhkan unit pembersihan syngas yang rumit dan dengan tipe downdraft juga syngas akan lebih bersih karena tar yang dihasilkan jauh lebih sedikit dibandingkan tipe updraft.

Sabtu, 02 September 2017

Proyeksi Pasar Wood Pellet Sampai 2025 Dan Peluang Indonesia

Pembuatan proyeksi pasar akan sangat dibutuhkan bagi semua pihak yang terlibat dalam bisnis wood pellet khususnya para produsen wood pellet itu sendiri. Peningkatan atau pengurangan produksi bahkan menghentikan produksi bisa saja dilakukan apabila situasi dan kondisi menunjang hal tersebut. Sebuah proyeksi yang mampu menyajikan data akurat akan memudahkan pengambilan keputusan tersebut. Tingkat akurasi data yang presisi dan tajamnya analisis serta disajikan secara informatif dan atraktif membuat sebuah proyeksi begitu bernilai dan dijadikan referensi utama bagi semua pihak yang berkecimpung dan menekuni bisnis ini. Dibawah ini kami mencoba menyajikan proyeksi pasar wood pellet sampai 2025 yang dihimpun dari berbagai sumber dan pengalaman pribadi. Semoga menjadi proyeksi yang bermanfaat bagi pembaca.


Pasar wood pellet secara umum dikelompokkan menjadi dua, yakni industri dan pemanas. Sektor industri yakni pembangkit listrik, sedangkan sektor pemanas yakni pemanas ruangan dan boiler. Kualitas wood pellet sektor industri (industrial wood pellet) lebih rendah dibandingkan sektor pemanas (premium wood pellet). Kebutuhan wood pellet untuk industri biasanya sangat besar bahkan pengirimannya atau transportasinya menggunakan kapal dengan kondisi curah (bulk shipment) sedangkan untuk kebutuhan pemanas jumlahnya lebih kecil yang biasa dikemas dalam jumbo bag lalu disusun dalam kontainer. Perbedaan lainnya adalah untuk wood pellet sektor industri pemasarannya sangat terpengaruh pada kebijakan negara yang bersangkutan (policy driven) sedangkan wood pellet untuk pemanas sangat dipengaruhi oleh harga bahan bakar lainnya, seperti minyak bumi dan gas. Hal-hal diatas yang mendasari karakteristik pasar wood pellet.

Beberapa tahun terakhir pasar wood pellet secara global (baik sektor industri atau pemanas) terlihat tidak terlalu menggembirakan bahkan terjadi kelebihan di sejumlah tempat. Mengapa hal ini terjadi?  Pertama, karena sejumlah kebijakan untuk pemakaian wood pellet belum efektif dilaksanakan karena pembangkit-pembangkit listriknya belum selesai dibuat atau dalam tahap pembangunan, dan sejumlah pembangkit listrik juga masih dalam tahap ujicoba co-firing dengan wood pellet. Kedua, harga bahan bakar kompetitor yang murah, terutama minyak bumi yang bahkan mencapai harga 30 dollar per barrel-nya yakni pada awal 2016. Kondisi ini bahkan sampai menggeser posisi wood pellet sebagai bahan bakar termurah untuk sektor pemanas. Ketika harga minyak bumi lebih dari 63 dollar per barrel-nya diprediksi pasar wood pellet akan membaik. Dan yang ketiga, akibat perubahan iklim maka musim-musim dingin di Eropa tidak dalam beberapa tahun terakhir lebih hangat atau tidak sedingin waktu-waktu sebelumnya. Tentu kondisi ini juga mengurangi konsumsi wood pellet. Logikanya ketika kondisi diatas bisa berubah menjadi sebaliknya tentu pasar wood pellet akan membaik.
Berbagai kawasan dan negara memiliki karakteristik pasar tersendiri. Eropa pada umumnya menggunakan wood pellet baik untuk industri maupun pemanas, bahkan khususnya Italia menggunakan wood pelletnya sebagian besar untuk pemanas ruangan. Kompor-kompor wood pellet  (pellet stove) disana bahkan telah bisa dioperasikan dengan aplikasi pada smartphone atau gadget. Sedangkan pasar di Asia penggunaan wood pellet banyak untuk pemanas khususnya untuk boiler, pengeringan dan memasak tetapi sangat jarang untuk penggunaan pemanas ruangan. Dalam beberapa waktu ke depan penggunaan wood pellet di Asia akan didominasi untuk sektor industri yakni pembangkit listrik ketika pembangkit-pembangkit listrik di Jepang dan Korea bahkan China menggunakan wood pellet sebagai bahan bakarnya. Sedangkan untuk pasar Amerika terutama Amerika Serikat dan Kanada penggunaan wood pellet sebagian besar untuk sektor industri bahkan dalam beberapa tahun ke depan ada kecenderungan untuk ditingkatkan. Bagaimana dengan kondisi di Australia dan Afrika? Sejauh ini belum ada kebijakan yang jelas terkait biomass fuel khususnya wood pellet di kedua benua tersebut. Penggunaannya baru sebatas untuk pemanas serta porsinya masih kecil dan lebih kecil lagi untuk sektor industri pada pembangkit listrik.


Tahun 2020 adalah tahun penting untuk pasar wood pellet karena tahun tersebut sebagian besar pembangkit listrik yang dibangun sudah beroperasi termasuk sejumlah kebijakan bisa efektif karena ditunjang fasilitas-fasilitas pembangkit tersebut.  Tahun 2020 juga berarti saat dimulainya pasar wood pellet secara massif, karena kebutuhan wood pellet meningkat secara signifikan. Estimasi FutureMetrics   kebutuhan wood pellet pada tahun 2025 akan sebesar 30 juta ton, sedangkan RISI menuliskan estimasinya 50 juta ton pada tahun 2024 dan Viridis Energy menyatakan nilai bisnis ini akan mencapai 9 milyar dollar Amerika pada tahun 2020. Futuremetrics lebih detail juga memberikan analisa pasar di Kanada dan Jepang. Beberapa indikasi lain yang menambah akurasi analisis tersebut yakni Korea menginvestasikan 11,6 milyar dollar tahun 2016 untuk energi alternatifnya dan menurut Korea Forest Biomass Association hal tersebut akan meningkatkan import wood pellet-nya dari 1,5 juta ton pada 2015 menjadi 8,5 juta ton pada 2022. Untuk bisa menangkap peluang tersebut tentu perlu persiapan dari saat ini, terutama bagi para produsen wood pellet.

Dimanakah dan siapakah pengguna wood pellet terbesar saat ini? Inggris adalah pengguna wood pellet terbesar saat ini dengan tiga pembangkit listriknya, yakni Lynemouth, MGT dan Drax. Kebijakan setiap negara lebih unik dan spesifik dengan kondisi negara yang bersangkutan walaupun biasanya tetap mengacu pada kebijakan yang lebih makro, seperti terjadi di negara-negara kelompok Uni-Eropa. Dalam kebijakan bioeconomy Eropa mereka memiliki target untuk 21% listrik dan 20% pemanas berasal dari energi terbarukan, lalu setiap negara memiliki kebijakan sendiri yang mengacu pada kesepakatan bersama tersebut. Belanda dengan akan program co-firingnya, juga akan meningkatkan permintaan wood pellet, walapun masih belum jelas,  tetapi bila terlaksana hal tersebut akan meningkatkan permintaan wood pellet sebesar 3,5 juta ton/tahun. Begitu juga co-firing pada Langerlo di Belgia juga akan meningkatkan permintaan wood pellet juga.  Jepang dan Korea Selatan yang mencanangkan penurunan emisi CO2 telah memiliki peraturan terkait pemakaian biomass fuel khususnya wood pellet.

Produksi pellet Eropa pada tahun 2015 yakni 14,1 juta ton, sedangkan  konsumsinya mencapai 20,3 juta ton artinya kurang sejumlah 6,2 juta  ton. Pemakaian untuk sektor pemanas mencapai 10,3 juta ton, atau berarti  51% dari total konsumsi atau mengalahkan penggunaan pellet untuk industri  yakni pembangkit listrik seperti Drax. Apabila dianggap setiap rumah di  Eropa mengkonsumsi 2,5 ton pellet per tahun, berarti ada sekitar 4 juta  konsumen. Sedangkan 6 produsen pellet terbesar di Eropa yakni, Jerman ( 2  juta ton), Swedia (1,7 juta ton), Latvia (1,6 juta ton), Estonia (1,3  juta ton), Austria (1 juta ton) dan Prancis (1 juta ton). Dan untuk lebih  rinci negara-negara konsumen utama  pellet untuk sektor pemanas di Eropa  yakni Italia (3,1 juta ton), Jerman (2,3 juta ton), Denmark (1,8 juta  ton), Swedia (1,6 juta ton), Prancis (1 juta ton), dan Austria (0,9 juta  ton). Kompor pemanas (pellet stove) juga mengalahkan boiler. Italia  dengan 95% konsumsi pellet untuk stove, dan boiler hanya 5%, sedangkan  Jerman 60% wood pellet dengan kompor (stove) dan boiler mencapai 40%.
China sejauh ini belum jelas tentang kebijakan terkait biomass fuel-nya, baik potensi produksi maupun penggunaan wood pellet. Tetapi data bahwa kawasan hutan di China sangat terbatas sehingga akan kesulitan untuk produksi wood pellet dalam jumlah besar, tetapi limbah pertaniannya sangat berlimpah. Pellet dari limbah pertanian ini memiliki keterbatasan pada kualitasnya, yakni klorin yang tinggi yang korosif terhadap logam-logam pipa boiler dan silica bersifat abrasif. Agro-waste pellet atau pellet fuel dari limbah-limbah pertanian tersebut menjadi tidak bisa digunakan pada sistem pulverized, karena terutama masalah klorin, atau kalau pun bisa digunakan maka porsinya sangat kecil sehingga masalah-masalahnya bisa diminimalisir. Masalah lainnya suhu leleh abu yang rendah ( low melting ash) akan menimbulkan slag atau clinker yang dapat merusak peralatan pembakaran pada pembangkit tersebut. Sehingga agro-waste pellet tersebut bisa digunakan pada sistem non-pulverized seperti pembakaran dengan moving grate (chain grate) maupun gasifikasi. Walaupun selalu ada pasar untuk setiap pellet fuel, tetapi karena mayoritasnya pembangkit listrik yang ada saat ini menggunakan sistem pulverized sehingga perlu mengganti sistem tersebut untuk bisa menggunakan agro-waste pellet dan ini tentu saja tidak mudah, cepat dan murah. Hal tersebut juga membuat target mengurangi CO2 (Carbon Reduction) juga sulit dipenuhi. Hal lain yang bisa dilakukan adalah menggunakan wood pellet dan berarti perlu import yang sangat banyak. Kandungan silica tinggi pada limbah pertanian menjadi masalah terutama saat produksi atau pemelletan dan penggunaannya. Contoh limbah pertanian yang tinggi kandungan silica-nya adalah sekam padi. Masih menurut perhitungan FutureMetrics apabila dengan porsi co-firing wood pellet hanya 5% saja dan itupun dilakukan hanya oleh 16% dari pembangkit listrik batubara di China, maka itu sudah bisa menimbulkan permintaan wood pellet hampir 40 juta ton/tahun.


Potensi Indonesia cukup bagus untuk bisa menjadi salah satu pemain utama wood pellet dunia. Dengan iklim tropis, curah hujan tinggi, tanah subur, letak geografis cukup dekat dengan Jepang, Korea Selatan dan China serta luasnya lahan baik hutan tanaman industri (HTI) yang luasnya sekitar 80 juta hektar, polikultur dengan kebun sawit, maupun lahan-lahan tidur dan marjinal yang bisa digunakan untuk kebun energi. Mengapa menggunakan kebun energi untuk memasok bahan baku kayu-kayuan bagi produksi wood pellet tersebut? Hal ini karena dengan kebun energi pasokan bahan baku untuk pabrik wood pellet bisa dalam jumlah besar dan stabil untuk jangka waktu yang panjang, lebih detail untuk kebun energi bisa dibaca disini. Indonesia juga terkenal sebagai produsen terbesar CPO  atau minyak mentah sawit dengan produksi 23 juta ton/tahun, tetapi dengan monokultur dalam perkebunan luas maka perkebunan akan rentan terserang penyakit dan produksinya juga tidak optimal, untuk itu polikultur dengan kebun energi adalah solusi jitu, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Hutan-hutan tanaman industri yang jumlahnya juga jutaan hektar juga bisa dioptimalkan dengan kebun energi, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Sedangkan untuk merancang produksi wood pellet dari kebun energi bisa dibaca disini.

Demikian juga lahan-lahan tidur, lahan marjinal hingga lahan kritis juga akan memberi manfaat yang besar dengan kebun energi tersebut. Satu hal lagi yakni konsumsi protein khususnya daging bagi masyarakat Indonesia juga masih perlu ditingkatkan karena berada dibawah konsumsi rata-rata dunia, yakni 16 gram/hari, sedangkan rata-rata dunia yakni 31 gram/hari. Peternakan domba besar bisa dibuat dengan menggunakan pakan daun-daun dari hasil panen kebun energi leguminoceae yang kaya protein juga rendah kandungan taninnya dan rerumputan dengan penggembalaan di kebun-kebun tersebut. Dedaunan yang kaya protein tersebut memiliki konversi yang tinggi menjadi daging domba, yang nanti daging tersebut ujung-ujungnya dimakan manusia. Protein ini sangat penting bagi tubuh karena berfungsi untuk pertumbuhan sel-sel dan domba-domba tersebut juga akan menjadi harta terbaik kita. Jangan sampai Indonesia hendak menggenjot produksi daging dengan peternakan tersebut, tetapi di satu sisi juga malah menggenjot import pakan ternak seperti jagung dan kedelai karena kurang ketersediaan pakan ternak di dalam negeri. Selain itu pakan ternak domba dengan rerumputan dan dedaunan akan membuat dagingnya memiliki rasio omega 6 terhadap omega 3 mendekati 1, sehingga akan menjadi the world healthiest food. Berbeda apabila ternak tersebut diberi pakan biji-bijian maka rasio omega 6 terhadap omega 3 besar, bisa lebih dari 10 dan ini juga kurang baik.

Apakah Indonesia juga akan bebas halangan untuk menjadi salah satu produsen terbesar wood pellet dunia tersebut? Jawabnya tentu saja tidak. Negara-negara besar produsen wood pellet seperti Kanada yang kaya biomasa kayu dari kehutanan juga tidak tinggal diam dan berusaha merebut dan memimpin pasar wood pellet dunia. Bahkan Kanada sudah mentargetkan Eropa dan Asia sebagai pasar wood pelletnya, yakni produksi wood pellet dari Kanada bagian barat untuk pasar Jepang dan Korea serta dari bagian timurnya untuk pasar Eropa. Sementara itu kebijakan dalam negerinya juga membutuhkan wood pellet karena dengan pan-Canadian climate deal mentargetkan pembangkit listrik yang bebas batubara pada 2030. Eropa masih menjadi tujuan pasar paling penting untuk export wood pellet  dari Kanada yang terhitung 80% volume exportnya. Dan hampir semua  ditujukan untuk sektor industri listrik, yakni di Inggris, Belgia dan  Belanda serta hanya sedikit untuk sektor pemanas di Italia. Melihat  peluang tentang kekurangan pasokan wood pellet di Eropa, sejumlah negara  di Eropa juga sudah mulai muncul sebagai produsen wood pellet pada 2016,  seperti Ukraina 360 ribu ton (ditambah 1 juta ton pellet fuel yang  terbuat limbah pertanian seperti jerami dari  batang gandum, dan kulit  biji bunga matahari/sunflower husk), Serbia (250 ribu ton), Kroasia (232  ribu ton), dan Slovenia (110 ribu ton). Estonia dan Latvia, dua negeri  kecil di Eropa juga mulai menjadi rival bagi Kanada. Sedangkan negara- negara lain di Eropa juga sudah mulai meningkatkan produksinya. Berapakah  produksi wood pellet Indonesia saat ini? Produksi wood pellet di  Indonesia relatif kecil kurang lebih baru sekitar 80 ribu ton per tahun sedangkan Malaysia sudah lebih banyak yakni sekitar 180 ribu ton per tahun dan  sebagian besar untuk pasar Korea yakni lebih dari 70% baik dari produsen Indonesia dan Malaysia. Sedangkan yang di export ke Jepang masih sangat kecil. Terakhir ada beberapa hal  yang perlu diperhatikan yakni, pertama bukti tentang keberlanjutan  (sustainibility), kedua kualitas, ketiga kekuatan dan kehandalan  finansial, dan yang keempat yakni harga yang kompetitif.

Selain Kanada, Amerika Serikat dan Eropa adalah produsen-produsen terbesar saat ini, sekaligus juga pengguna wood pellet dalam jumlah besar. Tetapi ada perbedaan diantara ketiganya, yakni Kanada mengeksport sebagian besar wood pelletnya, Amerika banyak menggunakan wood pellet didalam negeri, sedangkan Eropa masih membutuhkan sangat banyak wood pellet dari negara lain. Sementara itu juga ada sejumlah produsen wood pellet di Asia, lebih khusus di Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam. Luas tanah di Indonesia dan berbagai kondisi yang mendukungnya membuat potensi untuk menjadi pemimpin untuk produksi wood pellet di kawasan Asia Tenggara sangat besar. Faktor lainnya adalah rendahnya target pemerintah Indonesia untuk energi biomasa dalam bauran energi nasional yang menurut Peraturan Presiden no 5 tahun 2006 hanya 5% itupun pada tahun 2025, sehingga mayoritas produksi wood pellet bisa diarahkan ke pasar wood pellet yang besar seperti Jepang dan Korea Selatan. Sedangkan apabila untuk pasar pemanas yang lebih terpengaruh harga energi atau bahan bakar kompetitor, bukan karena kebijakan atau regulasi, maka harga bahan bakar kompetitor seperti batubara, minyak bumi, gas bahkan kayu bakar akan menentukan jumlah konsumsi wood pellet di dalam negeri. Kondisi di Indonesia pada dasarnya juga mendukung untuk pasar wood pellet untuk pemanas baik untuk industri maupun rumah tangga yang biasa menggunakan LPG (propane), karena harga wood pellet jauh lebih murah ditinjau dari kandungan energinya. Sayang belum banyak yang menggarap pasar ini, hal ini karena ada beberapa faktor penghalang yakni keterbatasan pasokan wood pellet dan kompor-kompor masak yang praktis untuk sektor tersebut.

Kesimpulan : Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama wood pellet baik sebagai produsen maupun pengguna sekaligus. Hal tersebut didukung oleh sejumlah kondisi alamnya, luas tanah dan posisi geografisnya. Tetapi berhubung belum ada kebijakan yang jelas untuk penggunaan bahan bakar atau sumber energi wood pellet untuk pembangkit listrik dan kebijakan energi nasional berdasarkan Peraturan Presiden no 5 tahun 2006 hanya mentargetkan 5% untuk energi biomasa dalam bauran energi (energy mix) terbarukan sehingga peran sebagai produsen wood pellet dengan mayoritas produknya untuk pasar export lebih menjadi prioritas. Kebun energi sebagai cara untuk menghasilkan bahan baku industri wood pellet dengan jumlah besar, berkesinambungan dan stabil serta potensi menghasilkan pangan berupa protein dari daging domba adalah pilihan terbaik.Perbaikan generasi untuk menuju peradaban yang gemilang untuk mencahayai dunia, salah satunya dengan pangan berupa daging yang halalan thoyyiban yakni sehat, lezat dan berkualitas dengan ketercukupan kandungan gizi berupa proteinnya.Pengembangan energi dengan produksi wood pellet yang berasal dari kayu-kayu di pepohonan dalam kebun energi juga sejalan dengan petunjuk Al Qur'an.

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...