Rabu, 30 Oktober 2019

Visi Besar Pabrik Kelapa Sawit : Tidak Hanya Menghasilkan Listrik Dengan Steam Turbine Generator Tetapi Juga Biochar dan Bio-Oil

Pada pabrik kelapa sawit, listrik dihasilkan dari steam turbine generator sehingga dibutuhkan unit water treatment untuk menyediakan air umpan boiler (boiler feed water) dan unit boiler untuk menghasilkan kukus (steam). Spesifikasi steam yang dihasilkan adalah superheated steam dengan tekanan 30 bar atau ekuivalen dengan suhu 240 C. Steam tersebut kemudian memutar turbine dan menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik. Steam yang keluar dari turbine dengan penurunan suhu dan tekanan tidak dibuang begitu saja, tetapi digunakan untuk steamming tandan buah segar (TBS) di sterilisizer. Dengan alasan itulah mengapa produksi listrik di pabrik sawit menggunakan steam turbine generator, walaupun sebenarnya menghasilkan listrik tidak harus menggunakan steam turbine tersebut. Ada sejumlah teknologi yang bisa digunakan untuk produksi listrik tersebut.
Bahan bakar boiler untuk produksi steam tersebut juga tidak menggunakan bahan bakar fossil tetapi menggunakan limbah pabrik sawit itu sendiri yakni (mesocarp) fiber dan cangkang sawit (palm kernel shell). Hal inilah yang membuat pabrik sawit sangat ramah lingkungan ditinjau dari penggunaan sumber energinya karena menggunakan bahan bakar biomasa yakni limbah padat berupa (mesocarp) fiber dan cangkang sawit (palm kernel shell) tersebut. Ditinjau dari aspek lingkungan penggunaan bahan bakar biomasa ini adalah carbon neutral, sehingga tidak menambah CO2 di atmosfer. Isu-isu lingkungan sangat marak saat ini karena sejumlah kerusakan lingkungan, hingga puncaknya perubahan iklim dan pemanasan global. Hal tersebut mendorong berbagai aktivitas industri untuk semakin memperhatikan aspek lingkungan tersebut.
Ketika pabrik sawit menggunakan limbah biomasanya sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik dan steam untuk operasional pabrik tersebut dan dihasilkan limbah atau residue berupa abu, maka itu adalah sesuatu hal yang biasa dan hampir dilakukan oleh semua pabrik sawit saat ini. Tetapi ketika perusahaan sawit tersebut memiliki visi lebih besar maka yang dihasilkan selain listrik dan steam adalah biochar, dan bukan abu. Mengapa biochar? Walaupun manajemen perusahaan sawit yang memisahkan divisi kebun dan pabrik lazim diterapkan tetapi dengan implementasi biochar juga diharapkan membuat hubungan timbal balik lebih baik. Saat ini buah sawit atau tandan buah segar disetor ke pabrik untuk diambil minyaknya, maka ketika biochar dihasilkan pabrik maka biochar tersebut akan disetor ke kebun untuk mengikatkan produktivitas sawit. Ketika perusahaan sawit akan mengoptimalkan produk CPO maka juga berarti memaksimalkan produktivitas buah sawitnya. Produktivitas buah kelapa sawit bisa maksimal jika aspek budidayanya maksimal juga. Biochar bisa digunakan untuk memaksimalkan pemupukan bahkan mereduksi pemakaian pupuk di kebun sawit yang jumlahnya mencapai puluhan milyar rupiah, untuk lebih detail bisa dibaca disini.
Adakah pabrik sawit yang berani menerima tantangan tersebut? Wallahu Alam. Tetapi perusahaan sawit yang memiliki visi besar dan memahami pentingnya meningkatkan produktivitas buah sawit yang sejalan dengan aspek lingkungan, semestinya tertantang dengan hal ini. Perusahaan-perusahaan sawit yang memiliki visi besar juga akan melihat ini sebagai solusi lingkungan (pro-planet) yang jitu. Hal ini karena selain berpengaruh positif pada produktivitas kelapa sawit, juga dengan aspek lingkungan. Aplikasi biochar adalah carbon negative, sehingga CO2 di atmosfer akan diserap ke dalam pori-pori biochar tersebut, sehingga mengurangi gas rumah kaca berupa CO2 di atmosfer. Ketika puluhan hingga ratusan bahkan ribuan ton biochar diaplikasikan di perkebunan sawit maka juga akan sangat banyak CO2 di atmosfer yang terserap ke dalam tanah. Biochar juga bisa bertahan puluhan bahkan ratusan tahun sehingga kandungan karbon di tanah meningkat atau tidak rusak seiring produktivitas kebun sawit tersebut.


Selain itu pada produksi biochar dengan pyrolysis kontinyu tersebut juga dihasilkan biooil yang juga bisa sebagai bahan bakar atau diolah menjadi berbagai biomaterial lainnya. Dengan karakteristik mendekati crude oil minyak bumi maka itu juga berarti semua material yang bisa diproduksi dari crude oil minyak bumi bisa diproduksi dengan biooil. Aplikasi lain biooil adalah untuk blending dengan minyak kapal (marine fuel oil). Produk cair lainnya berupa biomass vinegar, penggunaannya juga sangat mendukung di perkebunan sawit, yakni sebagai bio-insecticida maupun bio-pestisida. Hama tikus yang banyak menyerang buah sawit juga bisa ditanggulangi dengan biomass vinegar tersebut, untuk lebih detail bisa dibaca disini.

Selasa, 29 Oktober 2019

Urgensi Unit Biogas Pada Pabrik Sawit

Pada pabrik-pabrik sawit yang memiliki visi besar maka pengembangan bisnis merupakan hal penting dan selalu mendapat perhatian khusus. Pabrik-pabrik sawit yang pada umumnya hanya memproduksi CPO saja dan hanya sedikit yang memproduksi PKO. Limbah-limbah biomasa dihasilkan seperti tandan kosong, fiber dan cangkang sawit memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi bisnis. Selain itu kernel (inti sawit) yang selama ini hanya dijual ke pihak lain sebenarnya juga bisa diolah sendiri menjadi PKO. Bahkan CPO sendiri juga bisa dikembangkan menjadi berbagai produk turunan seperti minyak goreng, stearin, olein dan berbagai produk oleokimia lainnya. Untuk mengolah material di atas, dibutuhkan energi dan ketersediaan energi inilah terutama yang menjadi penghalang berbagai pengembangan usaha di pabrik sawit tersebut.

Biogas dari POME atau limbah cair pabrik sawit adalah sumber energi potensial yang bisa dibuat untuk mendukung sejumlah pengembangan bisnis berbasis pabrik sawit tersebut. Limbah cair berupa POME umumnya belum dimanfaatkan dan masih menjadi persoalan bagi pabrik sawit. Dengan mengolahnya menjadi biogas selanjutnya bisa dikonversi ke bentuk energi panas dan listrik sehingga bisa dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis tersebut. Dalam kondisi tertentu biogas yang dihasilkan bahkan juga bisa diupgrade menjadi CBG (Compressed Biomethane Gas) dengan penggunaan sebagai subtitusi BBM pada truk-truk yang digunakan di industri kelapa sawit.

Ada dua jenis reaktor biogas yang dikembangkan saat ini yakni dengan menutup kolam dengan bahan karet khusus (covered lagoon) dan reaktor alir tangki berpengaduk (RATB). Walaupun membutuhkan lahan lebih luas, tipe covered lagoon lebih banyak digunakan karena selain lebih sederhana juga bisa menampung volume biogas lebih banyak. Pabrik sawit yang menggunakan centrifugal oil separator akan menghasilkan banyak sludge yang meningkatkan COD (Chemical Oxygen Demand) sehingga meningkatkan jumlah biogas yang dihasilkan. Sedangkan pabrik sawit yang menggunakan decanter maka sludge akan terpisah sehingga COD rendah dan demikian juga produk biogas yang dihasilkan. 
Biogas Water Absorber
Pemanfaatan biogas untuk dikonversi ke energi panas (dalam external combustion engine seperti furnace dan boiler) lebih sederhana dibandingkan dengan konversi ke energi listrik dengan gas engine. Ketika biogas dikonversi menjadi panas, proses pemurnian gas bahkan tidak dilakukan dan langsung dibakar pada gas burner. Tetapi ketika menjadi listrik dengan gas engine (internal combustion engine) maka proses pemurnian biogas menjadi penting, karena kualitas gas sangat berpengaruh pada performa dan durability gas engine serta otomatis produk listrik yang dihasilkan.  Biogas dengan banyak kandungan H2S akan korosif sehingga merusak unit gas engine dan biogas dengan kandungan CO2 tinggi akan menurunkan nilai kalor sehingga performa gas engine akan menurun. Salah satu cara memurnikan biogas yang dihasilkan adalah dengan absorber, untuk lebih detail bisa dibaca disini.

Rabu, 16 Oktober 2019

Food Energy Water Untuk Masyarakat Dunia

"Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah  ruah,  hingga  seorang  laki-laki  pergi  ke  mana-mana  sambil membawa  harta  zakatnya  tetapi  dia  tidak  mendapatkan  seorangpun  yang bersedia  menerima  zakatnya  itu.  Dan  sehingga  tanah Arab  menjadi  subur makmur  kembali  dengan  padang-padang  rumput  dan  sungai-sungai "  (HR.Muslim).

Bumi sekali lagi akan menjadi makmur sebelum kiamat. Secara umum kebun-kebun dan hutan-hutan seperti itu juga menjadi penyebab munculnya mata-mata air (QS 36 : 34) yang pada waktunya akan mengalir ke sungai-sungai  (QS 19 : 24-25) dan juga menjadi kesenanganmu dan binatang ternakmu (QS 79 : 31). Pada dasarnya bumi ini sangat cukup untuk mencukupi kebutuhan manusia, terutama pada 3 hal pokok yakni pangan (food), energi (energy) dan air (water). Di era bioeconomy yang diyakini sudah didepan mata dan tidak lama lagi kita alami, maka sejumlah teknologi dikembangkan untuk mendukung ketiga sektor pokok tersebut secara berkelanjutan (sustainable). Penekanan pada sesuatu yang berkelanjutan (sustainable) semakin menegaskan untuk semakin meninggalkan atau tidak sama sekali menggunakan sumber fossil (fossil free) khususnya di sektor energi. Aspek keberlanjutan (sustainibility) inilah yang membedakan era fossil economy dengan bioeconomy secara jelas.
Konsep Kebun Energi dan Vertikultur
Kawasan tropis akan menjadi primadona pengembangan bioeconomy karena ketersediaan pancaran sinar matahari sepanjang tahun. Kawasan tropis inilah yang akan rebutan para pengusaha yang bergerak di sektor ini, seperti benua Afrika dan Indonesia. Ketersediaan tanah yang luas di kawasan tersebut menjadi faktor kunci pengembangan kebun energi. Energi adalah kebutuhan vital umat manusia saat ini terutama untuk menggerakan sektor-sektor ekonomi. Dengan kebun energi maka kebutuhan energi yang masif bisa dipenuhi. Tanaman rotasi cepat dan trubusan (coppice) seperti kaliandra dan gliricidae menjadi andalan kebun energi. Selain kebun energi akan mampu mengkonservasi air, usaha peternakan juga bisa dikembangkan dengan memanfaatkan limbah daun dari kebun energi tersebut. Peternakan domba, kambing atau sapi ideal untuk pemanfaatan limbah daun dari kebun energi tersebut. Peternakan lebah madu juga bisa dikembangkan dengan memanfaatkan bunga dari kebun energi tersebut.
Vertikultur dengan bangunan pencakar langit

Kebun energi kaliandra
 Gedung-gedung tinggi dibangun bahkan bukan untuk hunian manusia, tetapi sebagai lahan pertanian tanaman pangan (verticulture). Pertanian verticulture tersebut untuk mencukupi kebutuhan pangan dan memudahkan pengelolaannya. Teknik bertani secara modern digunakan untuk memaksimalkan kualitas dan produktivitas pertanian tersebut. Untuk menunjang keberhasilan pertanian tersebut IOT (internet of things) dengan sejumlah sensor yang bisa dibaca online menjadi bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan pertanian. Efektivitas dan efisiensi bertani bisa meningkat pesat sehingga produktivitas dan kualitasnya tinggi bisa dicapai, sementara lahan-lahan yang luasnya terutama untuk kebun energi. Biochar yang bisa digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemupukan bisa diaplikasikan untuk pertanian verticulture tersebut. Selain dibuat kompos limbah-limbah pertanian juga sebagian bisa dikonversi menjadi biochar. Untuk kapasitas besar unit pirolisis kontinyu adalah pilihan terbaik untuk produksi biochar tersebut. Produksi kompos dan biochar juga membuat usaha pertanian tersebut zero waste. Bahkan dengan teknologi pirolisis kontinyu selain dihasilkan biochar juga bisa dihasilkan energi panas dan energi listrik. Bahan bakar cair yakni biooil juga dihasilkan dari teknologi pirolisis kontinyu tersebut.
Dengan mayoritas lahan digunakan untuk kebun energi maka kebutuhan energi insyaAllah bisa dicukupi bahkan kebutuhan daging dari usaha peternakannya demikian juga produksi pangan dengan verticulture. Konsep ideal tersebut bila bisa diimplementasikan seharusnya bisa menjadi solusi masalah kehidupan saat ini. Konsep tersebut bisa diimplementasikan jika umat manusia menyadari pentingnya program tersebut dan mendukungnya. Secara teknis hal tersebut bisa dilakukan bahkan sudah ada yang melakukannya walau pada skala lebih kecil.dan belum terintegrasi sepenuhnya.
Seharusnya era bioeconomy mendatang seharusnya juga sejalan dengan perbaikan sistem ekonomi yang memberi rasa keadilan bagi penduduk dunia. Dengan model ekonomi saat ini membutuhkan 800 tahun bagi milyaran rakyat terbawah untuk mencapai 10% pendapatan global. Akibat liberalisme dan kapitalisme yang terjadi saat ini mengakibatkan 10% orang terkaya menguasai 85% kekayaan global. Tiga orang terkaya dunia memiliki aset lebih dari 47 PDB negara PDB bruto terendah. 1% orang terkaya memiliki lebih dari 50% kekayaan dunia. Ketimpangan yang sangat besar tersebut hendaknya segera bisa segera diatasi dengan ekonomi yang berkeadilan dan menyejahterakan. Transisi dari fossil economy ke bioeconomy bisa sebagai suatu media sekaligus momentum untuk perbaikan sistem ekonomi tersebut. Kawasan tropis yang sebelumnya peran ekonominya tidak seberapa, seharusnya menjadi semakin meningkat dan diperhitungkan atau bahkan menjadi pemain utama di era bioeconomy tersebut.

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...