Minggu, 17 Mei 2020

Produksi POC dan EFB Pellet Sekaligus

Proses leaching tandan kosong sawit (EFB) sehingga memiliki kandungan kalium dan klorin yang sesuai untuk produksi EFB pellet pada skala komersial yang bisa digunakan maksimal pada pulverized combustion (PC) boiler pada pembangkit listrik bukan hal mudah dan murah. Hal tersebut karena proses leaching tersebut membutuhkan pelarut untuk mengestrak kandungan kalium dan klorin tersebut dari material EFB tersebut. Idealnya proses leaching dilakukan dengan pelarut asam, agitasi dan suhu panas serta waktu yang lama sehingga proses ekstraksi bisa berjalan secara optimal. Pada kenyataannya hal inilah menjadi bottle neck untuk melakukan proses leaching tersebut, sehingga hampir belum ada yang melakukan proses ini secara komersial untuk hari ini. Berbeda apabila proses leaching tersebut juga memiliki tujuan lain yang juga memiliki nilai komersial misalnya untuk produksi pupuk organik cair (POC).

Dengan sekaligus memproduksi POC maka biaya untuk leaching bisa terkompensasi dengan keuntungan atau manfaat dari POC tersebut. Pada operasional bisnis CPO khususnya di perkebunan sawit biaya untuk pupuk adalah salah satu komponen biaya tertinggi, yang diperkirakan mencapai Rp 35,75 milyar per tahun untuk setiap 10.000 hektar. Apabila biaya pupuk tersebut bisa dihemat dari penggunaan POC produksi sendiri sekaligus produksi EFB pellet maka hal tersebut sebagai salah satu optimalisasi pemanfaatan biomasa pada industri kelapa sawit. POC akan memiliki kandungan utama berupa kalium (potassium) karena kandungan kalium cukup tinggi pada EFB sekitar 30% dari abu yang dihasilkan adalah kalium. Pupuk kalium sangat bermanfaat bagi tumbuhan karena merupakan unsur hara esensial dengan manfaat antara lain mengangkut gula, mengontrol stomata pada daun dengan cara menjaga electro-neutrality di dalam sel tumbuhan, co-factor dari lebih dari 40 enzime dan mengurangi terjadinya berbagai penyakit. Beberapa perkebunan juga sangat membutuhkan pupuk kalium dalam jumlah besar misalnya perkebunan pisang. Proses pembuatan POC dengan merendam EFB selama beberapa hari diharapkan akan menurunkan kandungan kalium dan klorin secara signifikan pada EFB dan membuatnya menjadi material untuk pellet yang friendly terhadap pembangkit listrik PC boiler tersebut.
Kalium yang terambil dalam buah ketika panen
EFB pellet yang diproduksi selanjutnya bisa dijual untuk export maupun memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan produksi EFB pellet sekaligus POC maka export bioenergy diharapkan tidak akan merusak atau mengurangi kesuburan tanah yang ada, sesuatu yang kadang memang kadang dilematis. Selain itu bahan-bahan lain yang berada dikebun seperti daun dan pelepah juga masih bisa dikomposkan apabila juga dimaksudkan untuk sebagai pupuk. Produksi EFB pellet juga selalu membutuhkan energi berupa listrik untuk operasional pabriknya. Dan untuk itu listrik bisa diproduksi dari biogas dengan mengolah limbah cair pabrik sawit (POME) tersebut, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Lokasi pabrik sawit yang pada umumnya terpencil menuntuk untuk mampu memproduksi listrik sendiri, termasuk apabila akan mengolah EFB menjadi POC dan  EFB pellet maka kebutuhan listrik sebaiknya juga dipenuhi sendiri. 

Pulverized combustion
EFB pellet tanpa proses leaching sebenarnya juga bisa digunakan untuk teknologi FBC (fluidized bed combustion) boiler dan untuk PC boiler dengan jumlah yang terbatas. Dengan adanya proses leaching tersebut EFB pellet bisa digunakan pada PC boiler secara maksimal. Sebagian besar pembangkit listrik atau PLTU saat ini menggunakan teknologi PC boiler tersebut. Sehingga apabila EFB pellet yang dihasilkan bisa friendly dengan PC boiler otomatis pasar lebih terbuka. Produksi EFB pellet yang merupakan pellet limbah pertanian biasanya akan menjadi prioritas kedua setelah produksi wood pellet terkendala terutama dari sisi ketersediaan dan supplai bahan baku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...