Rabu, 06 Mei 2020

Mengapa Produksi Wood Pellet dari Kebun Energi dan Bukan dari Kayu Hutan Alam?


Pada dasarnya semua biomasa kayu bisa digunakan untuk bahan baku produksi wood pellet, tetapi faktor ekonomi lah yang terutama menjadi faktor pembatas. Hal itulah mengapa wood pellet diproduksi hanya dari kebun energi dan limbah-limbah industri perkayuan, serta bukan dari kayu hutan alam. Dan pada dasarnya untuk produksi wood pellet tersebut hanya menggunakan limbah-limbah industri perkayuan dan kebun energi untuk mencapai faktor keekonomiannya atau dengan kata lain,bahan baku untuk wood pellet adalah limbah-limbah kayu ataupun kayu-kayu yang seharga dengan kayu limbah. Hal tersebut mengapa kayu dari hutan alam yang umurnya puluhan tahun tidak cocok untuk digunakan sebagai bahan baku wood pellet. Kayu-kayu tersebut mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi sehingga apabila digunakan untuk produksi wood pellet maka produk wood pellet yang dihasilkan tentu menjadi akan mahal sehingga tidak laku di pasaran.Kebun energi dengan menggunakan pohon yang tumbuh cepat (fast growing tree) dan trubusan (coppice) yakni kelompok leguminoceae seperti gliricidia dan kaliandra merah, sedangkan kayu hutan alam menggunakan tanaman yang pertumbuhannya lambat sehingga dibutuhkan waktu puluhan tahun untuk bisa memanen atau mengambil kayunya seperti pohon jati. 
 Biomasa atau khususnya kayu adalah material yang bisa sebagai penyimpan karbon dari atmosfer. Selama masih berwujud kayu maka karbon masih tersimpan dalam kayu tersebut. Semakin lama penggunaan kayu tersebut untuk berbagai hal dalam kehidupan manusia maka semakin lama karbon tersebut tersimpan dalam material kayu tersebut, dan juga sebaliknya. Sejumlah upaya dilakukan untuk memperpanjang masa pakai kayu dari sejumlah kerusakan seperti pengeringan kayu, penggunaan pengawet kayu dan sebagainya. Berdasarkan kondisi di atas maka lama waktu penyimpanan karbon dalam material kayu bisa dikelompokkan menjadi dua, yakni pertama, penyimpanan jangka panjang yakni penggunaan kayu untuk bangunan,  pintu, jendela, mebel dan sebagainya, dan yang kedua, penyimpan karbon jangka pendek yakni untuk penggunaan sebagai bahan bakar atau sumber energi. Wood pellet adalah penggunaan biomasa kayu sebagai sebagai sumber energi, dan karena kayu tersebut dihasilkan dari photosintesa yakni pohon menerap CO2 dari atmosfer, menggunakan air dan sinar matahari untuk menjadi material khusunya kayu, maka ketika dibakar maka emisi karbonnya tidak menambah konsentrasi CO2 atau gas rumah kaca di atmosfer, sehingga diistilahkan sebagai bahan bakar karbon netral.
Pada manajemen pengelolaan hutan yakni untuk kebun energi dan kayu untuk kebutuhan industri yang usianya hingga puluhan tahun tersebut tentu memiliki mekanisme dan karakteristik tersendiri. Seiring program penurunan suhu bumi akibat perubahan iklim akibat tingginya konsentrasi CO2 di atmosfer maka biomasa sebagai bahan bakar karbon netral semakin dibutuhkan. Kebutuhan wood pellet diproyeksikan mencapai puluhan juta ton dalam beberapa tahun ke depan. Hal tersebut seharusnya mendorong akan pentingnya peningkatan jumlah dan luasan kebun energi untuk produksi wood pellet tersebut. Kebun energi untuk produksi wood pellet tersebut bisa diintegrasikan dengan peternakan domba, kambing atau sapi, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Sedangkan kayu untuk kebutuhan industri dengan usia puluhan tahun untuk penggunaan pada bangunan, meubel dan sebagainya mulai terjadi banyak penurunan karena banyak digantikan material lain yang pada umumnya lebih murah seperti alumunium, baja ringan dan PVC. Material kayu untuk berbagai keperluan juga semakin terbatas penggunaannya. Sejumlah masalah lingkungan juga menjadi perhatian yakni ketika kayu-kayu tersebut diawetkan terutama dengan penggunaan CCA (copper-chrome-arsenic). Walaupun akan menghasilkan kayu dengan sifat yang bagus seperti tahan rayap, dimensi yang stabil, kekuatan mekanis tinggi dan sebagainya tetapi setelah habis masa pakai dan tidak digunakan lagi lalu dibuang, kayu tersebut akan mengeluarkan arsenik dan kromium ke atmosfer, sehingga tidak ramah lingkungan dan berbahaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...